Banda Aceh – Pengadilan Negeri (PN) Banda Aceh kembali berhasil menerapkan Restorative Justice (RJ) dalam upaya mewujudkan peradilan yang humanis, berkeadilan sosial, dan berpihak pada pemulihan. Melalui penerapan Restorative Justice (RJ) pada dua perkara pidana, lembaga peradilan ini menunjukkan komitmennya dalam menghadirkan keadilan yang menyejukkan dan bermartabat bagi para pencari keadilan.
Dua perkara dimaksud yakni perkara lalu lintas Nomor 124/Pid.Sus/2025/PN Bna dan perkara penipuan Nomor 98/Pid.B/2025/PN Bna, keduanya ditangani oleh Majelis Hakim di bawah pimpinan Hakim Ketua Zulkarnain, dengan didampingi oleh Hakim Anggota Said Hasan dan M Yusuf.
Dalam perkara Nomor 124/Pid.Sus/2025/PN Bna, Majelis Hakim menghukum Terdakwa selama 1 bulan penjara.
Baca Juga: Mengusung Kolaborasi, PN Banda Aceh Gelar Buka Puasa Bersama Forkompimda
"Menetapkan pidana tersebut tidak usah dijalani kecuali jika dikemudian hari ada putusan hakim yang menentukan lain disebabkan karena Terpidana melakukan suatu tindak pidana sebelum masa percobaan selama 2 (dua) bulan berakhir," lanjut Majelis Hakim dalam putusannya.
Sementara dalam perkara penipuan Nomor 98/Pid.B/2025/PN Bna Majelis Hakim menghukum Terdakwa selama 5 bulan penjara.
"Menetapkan pidana tersebut tidak usah dijalani kecuali jika dikemudian hari ada putusan hakim yang menentukan lain disebabkan karena Terpidana melakukan tindak pidana sebelum masa percobaan selama 7 (tujuh) bulan berakhir," tegas Majelis Hakim dalam putusannya
Dalam proses persidangan, Majelis Hakim secara aktif membuka ruang dialog dan mendorong musyawarah antara Terdakwa dan Korban. Melalui pendekatan yang penuh empati dan suasana persidangan yang kondusif, kedua pihak akhirnya mencapai kesepakatan perdamaian secara sukarela tanpa tekanan dari pihak mana pun.
Penerapan RJ ini menjadi implementasi nyata Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2024 tentang Tata Cara Pelaksanaan RJ di Pengadilan. Aturan tersebut menegaskan bahwa penyelesaian perkara pidana tidak hanya berorientasi pada pemidanaan, tetapi juga pada pemulihan hubungan sosial dan keseimbangan keadilan.
Kesepakatan tersebut kemudian dituangkan dalam berita acara sidang dan menjadi bagian dari putusan pengadilan, menandai penyelesaian perkara secara damai, bermartabat, dan menenteramkan.
Dalam keterangannya, Hakim Ketua Zulkarnain, S.H., M.H. menyampaikan bahwa Restorative Justice bukan sekadar mekanisme hukum, melainkan manifestasi nilai keadilan substantif yang berpihak pada kemanusiaan.
“Restorative Justice bukan hanya soal menyelesaikan perkara, tetapi tentang bagaimana kita memulihkan hubungan, menumbuhkan kesadaran, dan menghadirkan keadilan yang menyejukkan hati,” ujar Zulkarnain yang duduk sebagai Hakim Ketua dalam pertimbangan putusannya.
Penerapan pendekatan ini sejalan dengan arah kebijakan Mahkamah Agung yang menegaskan pentingnya paradigma baru dalam pemidanaan dari penghukuman menuju pemulihan.
Baca Juga: Top! PT Banda Aceh Raih Indeks Persepsi Anti Korupsi 98,5 Persen
Melalui keberhasilan dua perkara tersebut, Pengadilan Negeri Banda Aceh menegaskan perannya sebagai pelopor peradilan modern yang berwawasan kemanusiaan, serta terus berupaya menghadirkan keadilan yang dekat dengan nilai-nilai sosial dan kearifan lokal masyarakat Aceh.
Langkah progresif ini menjadi bukti bahwa peradilan tidak semata-mata tentang vonis, tetapi tentang mengembalikan harmoni, menumbuhkan rasa adil, dan memperkuat kepercayaan publik terhadap lembaga peradilan. (ldr)
Untuk Mendapatkan Berita Terbaru Dandapala Follow Channel WhatsApp : Info Badilum MA RI