Yogyakarta - Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Yogyakarta menerapkan restorative justice (RJ) dalam perkara penganiayaan dengan nomor register 188/Pid.B/2025/PN Yyk.
‘Menyatakan Terdakwa Erni Sertyawati telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “penganiayaan”. Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara selama 2 bulan dan 12 hari,” ucap Ketua Majelis Hakim Gabriel Siallagan didampingi Para Hakim Anggota Vonny Trisaningsih dan Fitri Ramadhan dalam persidangan yang terbuka untuk umum pada Selasa lalu,(16/9/2025).
Peristiwa tersebut bermula saat Terdakwa dan Korban yang sama-sama menggunakan mobil berpapasan di jalan raya. Saat Terdakwa berhenti dilampu merah dari belakang, Korban membunyikan klakson mobilnya sehingga menyebabkan Terdakwa emosi.
Baca Juga: Tok! PN Yogyakarta Berhasil Mediasi Keraton Vs KAI dan Berakhir Damai
Selanjutnya antara Korban dan Terdakwa terlibat saling kejar-mengejar. Akhirnya, Terdakwa memberhentikan mobil Korban. Kemudian Terdakwa mengedor-gedor pintu mobil Korban, sehingga sontak Korban membuka pintu mobilnya. Tiba-tiba Terdakwa menganiaya kepala korban dan menampar pipi korban.
Dalam persidangan, Penuntut Umum telah menuntut agar Terdakwa dijatuhi pidana selama 3 bulan dikurangi selama Terdakwa berada dalam tahanan.
Namun Majelis Hakim setelah mencermati fakta-fakta yang terungkap dalam persidangan, Majelis Hakim menerapkan Perma Nomor 1 Tahun 2024 tentang Pedoman Mengadili Perkara Pidana Berdasarkan Keadilan Restoratif dalam perkara ini.
“Bahwa Terdakwa melalui kesepakatan perdamaian tanggal 1 Agustus 2025, Terdakwa telah mengakui perbuatannya dan menyatakan permintaan maaf sebesar-besarnya kepada korban dan anak dari korban. Korban juga telah memaafkan perbuatan dari Terdakwa, dan antara Terdakwa dengan Korban telah saling memaafkan serta tidak ada lagi dendam pribadi maupun tuntutan apapun lagi terkait permasalahan ini,” ungkap Majelis Hakim dalam pertimbangannya.
“Bahwa dengan adanya surat kesepakatan perdamaian tanggal 1 Agustus 2025 yang dibuat oleh keluarga korban dan Terdakwa sehingga telah terjadi restorative justice,” tambah Majelis Hakim.
Selain itu Majelis Hakim juga menjelaskan dasar filosofis dalam penjatuhan pidana yakni bukan sebagai pembalasan namun memperhatikan pula pemulihan keadaan pelaku (restitutio in integrum) kepada korban sebagai akibat pergeseran ditinjau dari karakteristik pemidanaan dari retributive justice menjadi restorative justice.
Baca Juga: Vigilantisme dalam Kejahatan Jalanan Klitih
Dalam pertimbangannya, Majelis menyatakan keadaan memberatkan Terdakwa telah merugikan orang lain terutama korban, dan keadaan meringankan dari Terdakwa yakni Terdakwa merupakan orang tua Tunggal dengan dua orang anak dan korban telah memaafkan perbuatan Terdakwa.
Atas putusan tersebut, Terdakwa dan Penuntut Umum menerangkan menerima putusan. (zm/ldr)
Untuk Mendapatkan Berita Terbaru Dandapala Follow Channel WhatsApp : Info Badilum MA RI