Dari Digitalisasi Menuju Demokratisasi
Data
Direktori Putusan Mahkamah
Agung Republik Indonesia merupakan capaian monumental dalam reformasi peradilan.
Sejak diluncurkan, platform ini telah menyediakan akses terbuka kepada jutaan
putusan pengadilan, menjadikannya salah satu sistem keterbukaan informasi
peradilan terbesar di Asia Tenggara.
Transparansi ini tidak hanya
memenuhi amanat Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik, tetapi juga
menghadirkan paradigma baru bahwa hukum bukan lagi domain eksklusif para ahli,
melainkan pengetahuan publik yang dapat diakses siapa saja.
Baca Juga: 15 Tahun Pengadilan Tipikor, Saatnya Bangkit untuk Keadilan Substantif
Namun, ketersediaan data
yang melimpah tidak otomatis menghasilkan pemahaman yang mendalam. Dengan
jutaan putusan dalam satu repositori terpusat, masyarakat daerah menghadapi
tantangan, bagaimana memetakan pola hukum yang relevan dengan konteks wilayah
mereka?
Jangankan warga, seorang
hakim yang baru ditugaskan di Poso dan ingin memahami tren sengketa tanah adat
di wilayahnya misalnya, harus menyisir data nasional yang sebagian besar tidak
relevan dengan konteks hukum adat setempat.
Direktori Putusan memang
sudah ada, tetapi sifatnya nasional sehingga tren perkaranya tidak terlihat
jelas bagi masyarakat di tiap daerah. Karena itu penting bagi setiap Pengadilan
Tinggi menampilkan dashboard langsung tren perkaranya, agar masyarakat bisa
melihat potret hukum regional secara transparan dan akurat.
Persoalan ini bukan semata
teknis, melainkan substantif. Indonesia adalah negara kepulauan dengan 38
provinsi yang memiliki keragaman luar biasa, dari sistem hukum adat yang
berbeda, kondisi geografis yang mempengaruhi jenis sengketa, hingga dinamika
sosial-ekonomi yang menciptakan pola perkara yang khas.
Sentralisasi data, meski
penting untuk kesatuan sistem, berisiko mengaburkan keunikan lokal yang justru
menjadi kunci pemahaman hukum yang kontekstual dan inklusif.
Urgensi Membangun Pusat Data Perkara
Berbasis Regional
Regionalisasi data perkara
adalah langkah strategis untuk menjembatani kesenjangan antara ketersediaan
informasi dan aksesibilitas pengetahuan. Dari sisi akses publik, masyarakat
daerah memerlukan "jendela" yang memperlihatkan realitas hukum di
lingkungan mereka secara langsung.
Seorang pengusaha kecil di
Kalimantan Timur yang ingin memahami risiko hukum dalam kontrak pertambangan
lokal membutuhkan pola putusan pengadilan setempat yang mencerminkan praktik
hukum dan interpretasi hakim di wilayahnya. Regionalisasi data memungkinkan
terciptanya literasi hukum yang lebih dekat dengan pengalaman hidup masyarakat.
Justru melalui pemetaan
regional inilah kesatuan hukum nasional dapat diperkuat. Ketika data perkara
diorganisasi berdasarkan wilayah, disparitas putusan, misalnya perbedaan
signifikan dalam penjatuhan hukuman untuk tindak pidana serupa di berbagai
daerah akan terdeteksi lebih mudah.
Mahkamah Agung dapat
menggunakan informasi ini untuk menerbitkan Surat Edaran yang lebih tepat
sasaran guna menyeragamkan penafsiran hukum tanpa menghilangkan pertimbangan
konteks lokal yang terlegitimasi.
Perencanaan pembangunan
hukum yang berbasis bukti memerlukan data empiris yang granular. Pemerintah
daerah dan legislatif lokal sering menyusun peraturan daerah tanpa pemahaman
memadai tentang jenis sengketa yang dominan di wilayahnya.
Data regional dapat menjawab
pertanyaan ini dengan presisi, memungkinkan alokasi sumber daya peradilan yang
lebih efisien. Transparansi yang terdesentralisasi juga memperkuat
akuntabilitas.
Ketika masyarakat dapat
melihat statistik kinerja pengadilan di wilayahnya, mereka memiliki basis
informasi untuk menilai kualitas pelayanan peradilan, menciptakan tekanan
positif bagi pengadilan untuk terus meningkatkan kinerja.
Desain Program: Regional Case Data
Center sebagai Infrastruktur Pengetahuan
Mahkamah Agung dapat
menginisiasi pembentukan Regional Case Data Center di setiap Pengadilan
Tinggi. Pusat data ini bukanlah repositori terpisah, melainkan subsistem dari
Direktori Putusan nasional yang dirancang untuk menyajikan data dengan
perspektif regional melalui sistem database terdistribusi dengan antarmuka
khusus yang memfilter dan mengagregasi data berdasarkan wilayah yurisdiksi.
Dashboard publik yang
user-friendly menjadi wajah dari pusat data regional ini. Masyarakat dapat
melihat jenis perkara yang paling banyak disidangkan di wilayahnya, rata-rata
waktu penyelesaian perkara, persentase putusan yang diajukan banding, dan
bagaimana tren ini berubah dari waktu ke waktu. Visualisasi data yang intuitif,
grafik, peta panas, timeline, membuat informasi kompleks menjadi mudah
dipahami.
Sistem tiering akses
data dapat menjawab kebutuhan yang beragam, akses terbuka untuk informasi umum,
akses terdaftar dengan verifikasi untuk peneliti, dan akses khusus untuk
lembaga pemerintah.
Laporan tahunan berbasis
data perkara regional juga dapat menjadi instrumen evaluasi yang powerful.
Pengadilan Tinggi dapat menerbitkan "State of Justice Report"
untuk wilayahnya, yang tidak hanya memaparkan statistik tetapi juga
menganalisis tantangan khusus yang dihadapi dan rekomendasi untuk tahun
mendatang.
Dampak Strategis: Dari Data Menuju
Kebijakan yang Transformatif
Regionalisasi data perkara
memiliki implikasi yang melampaui sekadar kemudahan akses informasi. Ketika DPR
merumuskan rancangan undang-undang atau revisi hukum acara, mereka tidak lagi
bergantung pada asumsi atau pengalaman anekdotal, melainkan pada pola empiris
yang terekam dalam data perkara.
Jika data regional
menunjukkan lonjakan signifikan sengketa lingkungan di wilayah pertambangan,
ini menjadi sinyal perlunya penguatan regulasi atau mekanisme penyelesaian
sengketa alternatif.
Bagi pemerintah daerah, data
regional membuka wawasan tentang problem hukum yang mungkin tidak terlihat
dalam diskusi kebijakan rutin. Informasi ini mendorong pemerintah daerah untuk
proaktif, memperkuat mediasi lokal, merevisi tata ruang, atau melakukan
sosialisasi hukum yang lebih intensif. Data menjadi early warning system
yang mencegah eskalasi konflik.
Dampaknya terhadap
kepercayaan publik tidak kalah penting. Transparansi yang terdesentralisasi
mengirimkan pesan kuat: pengadilan tidak hanya institusi yang memutus perkara
secara tertutup, tetapi juga kontributor aktif bagi pengetahuan publik dan
pembangunan hukum.
Ketika masyarakat melihat
bahwa pengadilan di daerah mereka secara rutin mempublikasikan statistik
kinerja, kepercayaan terhadap institusi peradilan akan meningkat.
Penutup: Keragaman Lokal sebagai
Kekuatan
Regionalisasi data perkara
sering disalahpahami sebagai langkah yang dapat memecah kesatuan sistem hukum
nasional. Justru dengan mengakui dan memetakan keragaman pola perkara di
berbagai daerah, kita memperkuat fondasi kesatuan hukum nasional.
Kesatuan yang kokoh bukan
dibangun dengan menyeragamkan semua konteks lokal, melainkan dengan memahami keunikan
masing-masing dan menemukan prinsip-prinsip umum yang tetap konsisten di tengah
keragaman tersebut.
Baca Juga: Environmental Ethic Sebagai Pilar Keadilan Ekologis
Pusat data perkara regional
menjadikan peradilan lebih dekat dengan masyarakat yang dilayaninya. Ia
mengubah paradigma dari "hukum untuk rakyat" menjadi "hukum
bersama rakyat," di mana masyarakat tidak hanya sebagai objek putusan
tetapi juga sebagai pengguna aktif pengetahuan hukum yang dihasilkan sistem
peradilan.
Regionalisasi data perkara adalah investasi untuk masa depan sistem hukum Indonesia, menciptakan ekosistem di mana keputusan hukum tidak hanya menyelesaikan sengketa individual, tetapi juga menghasilkan pembelajaran kolektif. Inilah peradilan digital yang sesungguhnya inklusif, yang tidak meninggalkan siapa pun, termasuk masyarakat di daerah, dalam proses memahami dan mengakses keadilan. (ldr)
Untuk Mendapatkan Berita Terbaru Dandapala Follow Channel WhatsApp : Info Badilum MA RI