Aksi doxing yang
terjadi pada awal tahun 2025 terhadap seorang Hakim sebagai Ketua Majelis
perkara korupsi yang melibatkan Harvey Moeis merupakan alarm serius bagi
Mahkamah Agung. Data pribadi sang hakim, mulai dari alamat tempat tinggal
hingga nomor telepon, diumbar ke publik sebagai bentuk protes atas putusan yang
kontroversial. Hal yang dialami Hakim tersebut bukan permasalahan baru.
Berdasarkan data
berbagai sumber, banyak kasus tentang keamanan digital di Indonesia. Misalnya, peneliti
ICW, Diky Anandya yang menjadi korban doxing, di mana data
pribadinya seperti nomor telepon, alamat kediaman, hingga titik koordinat
domisilinya disebar ke publik. SAFEnet mencatat lebih dari 60 insiden doxing
terhadap pejabat publik dan aktivis sepanjang 2024, meningkat hampir dua kali
lipat dari 2023.
Di Indonesia, memang
telah ada regulasi yang menyentuh aspek keamanan digital, seperti UU ITE, UU
PDP, dan PP PSTE. Namun, tidak satu pun dari ketentuan tersebut secara spesifik
memberikan perlindungan terhadap hakim sebagai subjek hukum yang rentan
terhadap serangan digital.
Baca Juga: Menjamin Independensi Hakim: Urgensi Pengaturan Gaji dalam UUD 1945
Secara internal, di
Mahkamah Agung terdapat PERMA Nomor 6 Tahun 2020 yang mengatur protokol
keamanan hakim. Sayangnya aturan tersebut hanya berfokus pada keamanan fisik.
Dalam konteks kerahasiaan
data yudisial, SK KMA Nomor 2-144/KMA/SK/VIII/2022 telah mengatur pengaburan
data pribadi hakim dan panitera sidang dalam perkara tindak pidana terorisme.
Ketentuan ini berlaku pada naskah putusan, sistem informasi publik, dan basis
data pengadilan. Kebijakan-kebijakan tersebut bersifat sektoral dan belum
membentuk kerangka umum perlindungan digital bagi hakim di Indonesia.
Untuk satu hal
tersebut, Indonesia dapat menengok ketentuan Daniel’s Law di Amerika
Serikat. Awalnya pada 19 Juli 2020, seorang pria bersenjata mendatangi rumah
Hakim Esther Salas, hakim federal di New Jersey. Pria tersebut menembak suami dan
membunuh putra sang hakim, Daniel Anderl yang saat itu berusia 20 tahun. Pelaku
menemukan alamat rumah Hakim Salas dari situs publik yang menampilkan data
hakim federal.
Hakim Salas kemudian
memimpin kampanye nasional untuk memperkuat keamanan digital bagi pejabat
yudisial hingga melahirkan Daniel Anderl Judicial Security and Privacy Act
of 2022 atau yang dikenal sebagai Daniel’s Law.
Inti dari undang-undang
ini adalah melarang individu, perusahaan, maupun badan pemerintah
mempublikasikan data pribadi hakim dan keluarganya secara daring tanpa izin. Regulasi
ini juga memberikan hak bagi hakim untuk meminta penghapusan data pribadi
mereka dari situs publik. Gagasan ini layak diadaptasi oleh Mahkamah Agung
Republik Indonesia untuk memperkuat perlindungan yudisial di ranah digital.
Lalu bagaimana cara lembaga ini mengadopsinya?
Penerapan kebijakan ini
membutuhkan perencanaan yang matang dan cermat. Penerapannya dapat dilakukan
pada beberapa bagian. Dalam lingkungan peraturan internal, Mahkamah Agung dapat
mengubah atau memperbarui ketentuan PERMA 6 tahun 2020 dengan menambah menambahkan
bab atau pasal khusus mengenai perlindungan keamanan digital.
Proses sosialisasi dan
pelaksanaannya dapat dilaksanakan oleh Biro Hukum dan Humas Mahkamah Agung
bersama KY di mana peran KY dalam sosialisasi adalah untuk menjamin
independensi dan integritas hakim, sedangkan Biro Hukum Mahkamah Agung fokus
pada aspek teknis regulasi.
Terkait segi
pencegahan, Mahkamah Agung harus melaksanakan anonimitas data institusional. Mahkamah
Agung wajib menghapus atau menyamarkan (redaksi) semua informasi identitas
pribadi (alamat rumah, NIK, nomor HP, data keluarga) dari data hakim dan
keluarganya dalam Direktori Putusan, LHKPN (Laporan Harta Kekayaan) yang
dipublikasikan secara daring, dan basis data kependudukan internal kepada
masyarakat umum.
Namun, Mahkamah Agung
juga harus tetap membuka hal tersebut bagi institusi lain yang berwenang.
Kedua, Mahkamah Agung dapat mengadakan kerja sama atau MoU kepada seluruh
instansi pemerintah untuk tidak mengizinkan akses atau publikasi data pribadi
hakim kepada pihak umum tanpa izin khusus, kecuali dalam konteks penegakan
hukum yang sah.
Terakhir, Mahkamah
Agung dapat menggagas ketentuan Right to Delisting (Hak Penghapusan
Khusus) kepada platform digital atau mesin pencari terkait data pribadinya yang
diumbar, dengan proses yang cepat dan wajib direspons oleh platform.
Mahkamah Agung juga
harus peka apabila terdapat data pribadi hakim yang terlanjur terumbar ke ruang
digital. Mahkamah Agung dapat bekerja sama dengan pihak berwajib untuk memantau
ancaman digital (media sosial, dark web) terhadap hakim dan memproses
laporan secara prioritas tinggi. Dan satu hal yang tidak boleh dilupakan Mahkamah
Agung wajib mengadakan pelatihan keamanan digital (password, email, media
sosial, phishing) secara rutin untuk semua hakim dan staf peradilan.
Hakim sebagai pemegang
kunci keadilan harus terbebas dari ancaman dunia nyata dan digital. Saat ini
dengan perkembangan teknologi telah menunjukkan ada risiko ancaman keamanan
digital bagi hakim. Agar nasi tidak menjadi bubur, lembaga yudikatif ini harus
segera membangun sistem keamanan digital yang mampu melindungi hakim dari
ancaman dunia maya. (ldr)
Sumber Rujukan
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016
Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022
Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 71 Tahun
2019
PERMA Nomor 6 Tahun 2020
SK KMA Nomor 2-144/KMA/SK/VIII/2022
https://www.congress.gov/bill/117th-congress/senate-bill/2340
https://www.tempo.co/hukum/pbhi-masyarakat-sebar-data-pribadi-hakim-yang-vonis-harvey-moeis-karena-muak-1187500
https://www.tempo.co/hukum/sederet-kasus-doxing-menimpa-jurnalis-dan-aktivis-terakhir-data-pribadi-peneliti-icw-disebar-ke-publik-1194270#google_vignette
https://safenet.or.id/id/2024/05/laporan-pemantauan-situasi-hak-hak-digital-di-indonesia-triwulan-i-2024/
Baca Juga: Cultural Shock Amidst The New Indonesia Criminal Code
Untuk Mendapatkan Berita Terbaru Dandapala Follow Channel WhatsApp : Info Badilum MA RI