Cari Berita

Hari ini! PN Jaksel Gelar Sidang Perdana Praperadilan Tersangka Nadiem Makarim

article | Berita | 2025-10-03 20:50:32

Jakarta - Mantan Menteri Pendidikan dan Teknologi, Nadiem Anwar Makarim, menempuh jalur hukum dengan mengajukan permohonan praperadilan guna membatalkan status tersangka dalam dugaan korupsi pengadaan Chromebook. Sidang perdana gugatan ini digelar pada Jumat (3/10/2025) di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan dipimpin oleh Hakim Tunggal I Ketut Darpawan.Sebelumnya Kejaksaan Agung menetapkan Nadiem sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan laptop Chromebook dalam program digitalisasi pendidikan periode 2019–2022. Penetapan tersebut memicu sejumlah polemik, salah satunya soal penghitungan kerugian negara dan prosedur penetapan tersangka yang dianggap cacat hukum oleh tim kuasa hukum Nadiem. Dalam permohonannya, Kuasa Hukum Nadiem meminta hakim menyatakan bahwa penetapan tersangka dan penahanan dirinya oleh Kejaksaan Agung secara hukum tidak sah. “Alasan utamanya belum terpenuhinya dua alat bukti yang sah dan prosedur administrasi yang dianggap kurang, termasuk dugaan bahwa surat perintah penyidikan (Sprindik) dan penahanan diterbitkan bersamaan tanpa tahapan yang cukup” ungkap salah satu kuasa hukum Nadiem Hotman Paris Hutapea.Ketika sidang perdana dimulai, kuasa hukum Nadiem selaku pemohon membacakan petitum permohonan praperadilan. Hakim Tunggal kemudian menetapkan kalender persidangan sepanjang tujuh hari kerja hingga putusan dijadwalkan pada 13 Oktober 2025.  Agenda akan meliputi jawaban termohon (Kejaksaan Agung), replik-duplik, dan pemeriksaan saksi serta bukti dari kedua pihak. “Persidangan akan dilaksanakan sepanjang tujuh hari kerja hingga putusan dijadwalkan pada 13 Oktober 2025.  Agenda akan meliputi jawaban, replik-duplik, dan pemeriksaan saksi serta bukti dari kedua pihak”, ucap I Ketut Darpawan dihadapan para pihak.Dalam kesempatan tersebut, I Ketut Darpawan juga menyampaikan kepada para pihak yang hadir beserta seluruh pengunjung sidang bahwa persidangan ini bebas dari intervensi dari manapun sebagaimana Surat Edaran Sekretaris Mahkamah Agung tentang Himbauan Perilaku Anti Gratifikasi.“Saya tidak pernah mengizinkan siapapun untuk berkomunikasi dan memberikan janji untuk mengabulkan atau menolak perkara” tegas Ketut kemudian.Dalam sidang itu terungkap pula bahwa orang tua Nadiem, yaitu Nono Anwar Makarim dan Atika Algadri, hadir secara langsung menyaksikan jalannya proses sidang praperadilan. Tim kuasa hukum Nadiem menyampaikan bahwa Kejaksaan Agung telah melakukan penetapan tersangka serta penahanan pada hari yang sama dengan penerbitan Sprindik, tanpa disertai pemeriksaan identitas atau audit kerugian yang sudah final dari auditor resmi. Dalam pandangannya, tindakan tersebut melanggar asas legalitas dan praduga tak bersalah. “Kami selaku tim kuasa hukum menuntut agar hakim menyatakan penetapan tersangka Nadiem tidak sah dan memerintahkan Kejaksaan Agung untuk melepaskan Nadiem dari tahanan serta mengembalikan hak-hak hukumnya. Jika praperadilan dikabulkan, penyidikan kasus tersebut dianggap tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat”, ucap salah satu tim kuasa hukum. Sebelum sidang ditutup, Hakim Tunggal mempersilahkan kepada masing-masing pihak untuk menandatangani kalender sidang (court calendar) yang telah disepakati sebelumnya. (/al/ldr)

Tertutupnya Pintu Upaya Hukum Putusan Praperadilan: Suatu Tinjauan Filosofi

article | Opini | 2025-09-22 14:05:11

Praperadilan hadir dalam sistem hukum Indonesia sebagai mekanisme cepat untuk menguji keabsahan tindakan aparat penegak hukum, khususnya terkait penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan, atau penuntutan hingga penetapan tersangka. Kehadiran lembaga ini merupakan bentuk perlindungan hak asasi manusia (HAM) terhadap tindakan sewenang-wenang penyidik dan penuntut umum.Namun, muncul pertanyaan mendasar: apakah terhadap putusan praperadilan dapat dilakukan upaya hukum, seperti banding, kasasi, atau peninjauan kembali?Pertanyaan ini penting karena di satu sisi praperadilan dituntut cepat dan final, sementara di sisi lain, putusan praperadilan kadang menimbulkan perdebatan, bahkan dianggap kontroversial. Maka, perlu ditelusuri dasar hukumnya serta filosofi mengapa putusan praperadilan bersifat final dan tidak dapat diajukan upaya hukum lebih lanjut.Pasal 83 ayat (1) KUHAP menegaskan bahwa terhadap putusan praperadilan tidak dapat dimintakan banding. Bahkan, melalui Putusan MK No. 65/PUU-IX/2011, hak banding bagi penyidik dan penuntut umum sebagaimana tercantum dalam Pasal 83 ayat (2) KUHAP dihapuskan, karena dianggap diskriminatif. Dengan demikian, banding sama sekali tertutup bagi semua pihak. Berdasarkan Pasal 45A UU No. 5 Tahun 2004 tentang Mahkamah Agung, secara tegas ditentukan bahwa putusan praperadilan tidak dapat diajukan kasasi. Artinya, jalur kasasi pun tertutup.Awalnya, melalui SEMA No. 4 Tahun 2014, Mahkamah Agung membuka kemungkinan pengajuan PK terhadap putusan praperadilan jika terdapat indikasi penyelundupan hukum. Namun, tafsir penyelundupan hukum berbeda-beda, sehingga menimbulkan putusan yang saling bertentangan dan menciptakan ketidakpastian hukum. Untuk mengakhiri perdebatan tersebut, Mahkamah Agung menerbitkan PERMA No. 4 Tahun 2016 tentang Larangan Peninjauan Kembali Putusan Praperadilan yang secara tegas menyatakan bahwa putusan praperadilan tidak dapat diajukan peninjauan kembali.Setelah keluarnya Putusan MK No. 65/PUU-IX/2011, Pasal 45A UU MA, dan PERMA No. 4 Tahun 2016, maka semua jalur upaya hukum banding, kasasi, maupun PK tertutup bagi putusan praperadilan.Berdasarkan hal tersebut, secara filosofis, setidaknya ada tiga alasan utama menurut penulis yang menjadi alasan tentang tidak adanya upaya hukum terhadap putusan praperadilan, sebagai berikut:1.  Asas Peradilan Cepat (Speedy Trial)Praperadilan dirancang untuk memberi perlindungan hukum secara cepat. Putusan harus dijatuhkan dalam waktu singkat (tujuh hari sejak sidang dimulai). Jika dibuka upaya hukum, prosesnya akan berlarut-larut, sehingga tujuan awal praperadilan sebagai mekanisme cepat akan gagal.2.  Asas Kepastian HukumDalam kasus penangkapan atau penahanan, pihak yang dirugikan membutuhkan kepastian segera. Putusan praperadilan yang final dan mengikat akan langsung memberikan kepastian hukum, tanpa menunggu proses banding, kasasi, atau PK.3.      Dimensi Hak Asasi ManusiaFungsi utama praperadilan adalah melindungi HAM tersangka dari tindakan sewenang-wenang aparat. Jika terbukti ada pelanggaran, maka putusan yang cepat dan final diperlukan agar hak-hak individu segera dipulihkan. Membuka upaya hukum justru akan memperlama pemulihan hak tersebut.Putusan praperadilan yang final dan mengikat kadang menimbulkan problem, misalnya jika ada dugaan putusan praperadilan menyimpang dari hukum atau berpotensi salah. Namun, Mahkamah Agung tetap menutup ruang upaya hukum demi menjaga konsistensi asas cepat dan kepastian hukum. Solusinya bukan membuka upaya hukum baru, melainkan memperkuat integritas hakim praperadilan serta meningkatkan mekanisme pengawasan internal Mahkamah Agung.Putusan praperadilan bersifat final dan tidak dapat diajukan upaya hukum apapun baik banding, kasasi, maupun PK. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 83 KUHAP, Pasal 45A UU MA, Putusan MK No. 65/PUU-IX/2011, serta PERMA No. 4 Tahun 2016 tentang Larangan Peninjauan Kembali Putusan Praperadilan.Secara filosofis, larangan upaya hukum atas putusan praperadilan dilandasi oleh tiga pilar utama: asas peradilan cepat, asas kepastian hukum, dan perlindungan hak asasi manusia. Ketiganya menegaskan bahwa praperadilan harus segera memberi putusan final yang langsung mengikat.Dengan demikian, filosofi “tak ada upaya hukum terhadap putusan praperadilan” bukanlah kelemahan, melainkan karakteristik yang justru menjaga fungsi utama praperadilan sebagai the guardian of human rights dalam proses peradilan pidana di Indonesia. (ldr)Referensi:Undang-Undang RI Nomor 8 Tahun 1981 tentang KUHAPUndang-Undang RI Nomor 5 Tahun 2004 tentang Mahkamah AgungPutusan MK No. 65/PUU-IX/2011PERMA No. 4 Tahun 2016 tentang Larangan Peninjauan Kembali Putusan PraperadilanDY Witanto, Hukum Acara Praperadilan Dalam Teori Dan Praktik: Mengurai Konflik Norma dan Kekeliruan dalam Praktik Penanganan Perkara Praperadilan, PT imaji cipta karya Riki Perdana Raya Waruwu, Praperadilan Pasca 4 Putusan MK, https://kepaniteraan.mahkamahagung.go.id/images/artikel/Praperadilan%20Pasca%204%20Putusan%20MK.pdf diakses pada tanggal 14 September 2025

Pangkas Birokrasi, PN Takengon Gandeng Disdukcapil Lewat Inovasi I-Pelana

photo | Berita | 2025-07-04 07:50:14

Takengon – Dalam upaya mewujudkan pelayanan prima dan memangkas rantai birokrasi yang selama ini kerap menjadi kendala bagi masyarakat pencari keadilan, Pengadilan Negeri (PN) Takengon bersama Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil) Kabupaten Aceh Tengah meluncurkan inovasi layanan I-Pelana (Inovasi Permohonan Langsung Tuntas).Peluncuran inovasi ini ditandai dengan penandatanganan Nota Kesepahaman antara kedua lembaga, yang berlangsung di Mal Pelayanan Publik (MPP) Takengon pada Rabu (03/07/2025), dengan dihadiri oleh Wakil Bupati Aceh Tengah, Muchsin Hasan, Ketua PN Takengon Rahma Novatiana, Kepala Disdukcapil Aceh Tengah, Mustafa Kamal, jajaran Forkopimda, dan seluruh kepala dinas serta instansi vertikal lainnya.Dalam sambutannya, Ketua PN Takengon, Rahma Novatiana, menyampaikan bahwa peluncuran inovasi I-Pelana merupakan bagian dari komitmen lembaga peradilan dalam memberikan pelayanan yang cepat, mudah, dan berbiaya ringan kepada masyarakat. “Kerjasama ini bukan sekadar simbolis, melainkan langkah konkret menghadirkan keadilan yang lebih dekat dan lebih mudah dijangkau oleh masyarakat, khususnya yang berdomisili di wilayah pedalaman Aceh Tengah”, ujarnya.  Ia menambahkan I-Pelana dirancang untuk menjawab tantangan pelayanan konvensional yang seringkali menuntut waktu lama dan birokrasi berbelit, terutama dalam perkara permohonan seperti penetapan akta kelahiran, pengangkatan anak, perbaikan data, dan lain sebagainya. Momen utama dalam kegiatan ini adalah Penandatanganan MoU antara PN Takengon dan Disdukcapil Aceh Tengah. Penandatanganan dilakukan langsung oleh Ketua PN Takengon dan Kepala Disdukcapil Aceh Tengah. Wakil Bupati Aceh Tengah, Muchsin Hasan dalam sambutannya menyampaikan apresiasi tinggi atas kolaborasi ini. Ia menyebutkan bahwa langkah PN Takengon dan Disdukcapil adalah wujud nyata dari reformasi birokrasi yang selama ini diidam-idamkan oleh masyarakat serta Pemerintah Daerah akan senantiasa mengawal inovasi ini agar dapat berjalan dengan baik di Aceh Tengah. Kegiatan juga diisi dengan praktik pelayanan terintegrasi, di lokasi MPP Takengon, persidangan perkara permohonan digelar secara langsung oleh Hakim PN Takengon Siti Anisa Talka Hakim. Setelah penetapan diucapkan, petugas pengadilan yang ditugaskan di MPP langsung menyerahkan salinan penetapan kepada pemohon. Kemudian, tanpa harus berpindah tempat, Petugas Disdukcapil langsung menerbitkan dokumen kependudukan berdasarkan penetapan pengadilan yang telah diserahkan.  “Semua tahapan dilakukan dalam satu hari dan satu lokasi”, jelas Rahma Novatiana.  Salah satu warga yang hadir sebagai pemohon dalam layanan perdana I-Pelana, mengaku sangat terbantu dengan mekanisme ini. Biasanya, ia harus mendapat informasi ke dukcapil terlebih dahulu, kemudian mengajukan permohonan ke pengadilan, menunggu prosesnya, dan setelah itu baru mendatangi Disdukcapil dengan membawa dokumen penetapan. Proses itu memakan waktu berminggu-minggu. Namun hari ini, semuanya selesai dalam satu kali datang. Kepala Disdukcapil Aceh Tengah, Mustafa Kamal, juga menyatakan komitmennya untuk mendukung penuh keberlanjutan layanan ini. “Sinergi dengan lembaga peradilan seperti PN Takengon merupakan bagian dari transformasi pelayanan publik yang mengutamakan "kerja cerdas, cepat, dan tuntas”, ungkapnya. Ketua PN Takengon, Rahma Novatiana menegaskan bahwa I-Pelana bukan sekadar proyek jangka pendek, melainkan awal dari berbagai inovasi lainnya yang akan dikembangkan demi menjawab kebutuhan masyarakat di era digital dan cepat saji seperti saat ini. Dengan semangat kolaboratif dan pelayanan prima, inovasi I-Pelana menjadi bukti bahwa keadilan kini tidak lagi jauh dari jangkauan rakyat. Semoga ke depan, langkah-langkah seperti ini menjadi inspirasi bagi daerah lain dalam menghadirkan pelayanan publik yang berorientasi pada kebutuhan nyata masyarakat. (AL) Kontributor: Chandra Khoirunnas/Hakim PN Takengon

PN Jaksel Register Praperadilan Sekjen PDI Perjuangan Vs KPK

article | Berita | 2025-01-10 17:25:31

Jakarta - Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto mengajukan praperadilan melawan KPK ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel). Hal itu terkait penetapan tersangka Hasto oleh KPK.Berdasarkan Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PN Jaksel yang dikuti DANDAPALA, Jumat (10/1/2025), permohonan itu terdaftar dengan nomor 5/Pid.Pra/2025/PN.JKT.SEL. Adapun hakim yang akan mengadili adalah Djuyamto.“Penetapan. Hakim tunggal Djuyamto,” demikian bunyi penetapan tersebut.Praperadilan itu didaftarkan Jumat (10/1) siang ini.Sidang pertama dengan agenda pemanggilan para pihak telah ditetapkan yaitu pada hari Selasa tanggal 21 Januari 2025.Sebagaimana diketahui, Hasto dijadikan tersangka oleh KPK. Hasto disangka melanggar pasal suap dan menghalang-halangi  penyelidikan/penyidikan.