article | Serba-serbi | 2025-10-09 09:05:21
Tanah Papua, dengan segala kekayaan alam dan keanekaragaman hayatinya, bukan sekadar peta geografis atau sumber daya yang dapat dieksploitasi. Bagi masyarakat adat Papua, tanah memiliki makna yang jauh lebih dalam.Dalam filosofi hidup mereka, tanah diibaratkan sebagai mama atau ibu sebuah entitas yang memberikan kehidupan, melindungi, dan mengasuh. Filosofi "tanah adalah mama" ini menjadi pilar fundamental dalam tatanan Hukum yang hidup diantara masyarakat adat baik dari segi sosial, budaya, dan spiritualitas masyarakat Papua yang telah diwariskan secara turun-temurun dari generasi ke generasi.Konsep ini sangat berbeda dengan pandangan modern yang sering memandang tanah sebagai komoditas atau aset ekonomi. Dalam pandangan orang Papua, tanah adalah ibu yang melahirkan, menyusui, dan menopang kehidupan manusia. Tanah adalah leluhur yang harus dihormati, bukan objek yang dapat dikuasai atau dimiliki secara individual.Filosofi ini mencerminkan hubungan simbiosis yang harmonis antara manusia dan alam, di mana manusia adalah bagian tak terpisahkan dari alam itu sendiri, bukan penguasa di atasnya. Dalam pandangan orang Papua, tanah bukanlah benda mati yang dapat diukur, dibeli, atau dijual. Tanah adalah kesatuan hidup yang dinamis, sumber segala kehidupan, dan tempat pulang bagi semua makhluk. Konsep ini tercermin dalam berbagai aspek kehidupan sehari-hari masyarakat Papua, dari cara mereka bercocok tanam, membangun rumah, penyelesaian konflik hukum atau sosial hingga melaksanakan upacara adat. Tanah menyediakan makanan, air, tempat tinggal, dan bahkan obat-obatan bagi masyarakat. Hubungan ini bersifat timbal balik manusia mengambil apa yang mereka butuhkan dari tanah, tetapi juga bertanggung jawab untuk menjaga dan melestarikannya.Tanah dalam budaya Papua juga memiliki dimensi spiritual yang kuat. Dianggap sebagai tempat bersemayamnya roh-roh leluhur, tanah menjadi penghubung antara dunia manusia dengan dunia spiritual.Upacara-upacara adat sering dilakukan untuk menghormati roh-roh yang mendiami tanah, meminta izin sebelum membuka lahan, atau mengucap syukur atas hasil panen. Praktik ini menunjukkan bagaimana tanah tidak hanya dimaknai secara fisik, tetapi juga metafisik dalam kehidupan masyarakat Papua.Hubungan Emosional dan Spiritual dengan TanahHubungan antara masyarakat Papua dengan tanah bukanlah hubungan fungsional semata, melainkan hubungan emosional dan spiritual yang mendalam. Tanah dianggap sebagai bagian dari identitas diri dan jati diri kolektif suku. Seseorang tidak dapat dipisahkan dari tanah kelahirannya karena tanahlah yang memberinya kehidupan dan membentuk karakternya. Oleh karena itu, kehilangan tanah bukan hanya berarti kehilangan aspek ekonomi, tetapi juga kehilangan bagian dari diri dan identitas mereka.Hubungan spiritual ini tercermin dalam berbagai mitos dan legenda yang berkembang di masyarakat Papua. Banyak suku di Papua memiliki cerita asal-usul yang menghubungkan penciptaan manusia dengan tanah. Dalam beberapa cerita, manusia pertama dikatakan tercipta dari tanah, yang kemudian diberi kehidupan oleh sang pencipta. Konsep ini memperkuat gagasan bahwa manusia dan tanah memiliki ikatan sakral yang tidak dapat diputuskan.Perumpamaan Tanah sebagai "Mama"Filosofi "tanah adalah mama" adalah inti dari hukum adat di tanah papua yang membangun hubungan masyarakat Papua dengan alam. Dalam perumpamaan ini, tanah diibaratkan sebagai seorang ibu yang melahirkan, menyusui, melindungi, dan mengasuh anak-anaknya. Seperti seorang ibu, tanah memberikan semua yang dibutuhkan untuk kelangsungan hidup manusia—makanan, air, tempat berlindung, dan kehangatan. Tanah juga menjadi tempat pulang, di mana manusia akan kembali setelah menjalani hidup di dunia.Perumpamaan tanah sebagai mama juga membawa implikasi tanggung jawab yang besar bagi manusia. Seperti anak yang harus menghormati dan merawat ibunya, manusia juga harus menjaga dan melestarikan tanah. Eksploitasi tanah secara berlebihan atau merusak lingkungan dianggap sebagai bentuk pengkhianatan terhadap "mama" yang telah memberikan kehidupan. Konsep ini mengajarkan tentang keberlanjutan dan keseimbangan dalam hubungan manusia dengan alam.Perbandingan dengan Pandangan Modern tentang TanahUntuk memahami keunikan filosofi "tanah adalah mama" dalam adat Papua, penting untuk membandingkannya dengan pandangan modern tentang tanah. Pandangan modern, yang banyak dipengaruhi oleh pemikiran Barat dan sistem ekonomi kapitalis, cenderung memandang tanah sebagai komoditas atau aset ekonomi yang dapat dimiliki, diperjualbelikan, atau dieksploitasi untuk keuntungan materiil.Berikut adalah perbandingan antara filosofi tanah dalam adat Papua dengan Perbedaan fundamental ini seringkali menjadi sumber konflik dalam masyarakat Papua modern, di mana nilai-nilai tradisional bertabrakan dengan kepentingan ekonomi dan pembangunan yang mengadopsi pandangan modern tentang tanah. Dalam sistem masyarakat Papua, tanah memegang peranan penting sebagai penanda identitas kelompok dan pembentuk struktur sosial. Kepemilikan tanah umumnya bersifat kolektif, dimiliki oleh kelompok kekerabatan atau klan, bukan oleh individu. Hak atas tanah diwariskan secara turun-temurun dalam garis keturunan tertentu, dengan aturan yang berbeda-beda antar suku.Sistem kekerabatan yang berkaitan dengan tanah ini juga menentukan struktur otoritas dalam masyarakat. Pemimpin adat atau kepala suku biasanya adalah orang yang dianggap memiliki pemahaman terdalam tentang hubungan antara kelompoknya dengan tanah leluhur mereka. Mereka bertindak sebagai penjaga tradisi dan mediator dalam konflik yang berkaitan dengan tanah. (ldr)