Cari Berita

Kaidah Hukum: Subrogasi Asuransi Kredit

Arief Sapto Nugroho - Dandapala Contributor 2025-09-15 15:35:34
Dok. Pribadi Penulis

Bahwa pengalihan/perpindahan piutang subrogasi dari Tergugat (perbankan) kepada Turut Tergugat (perusahaan asuransi) atas pembayaran klaim asuransi kredit Penggugat (debitur) adalah kesalahan penerapan hukum karena kedudukan Turut Tergugat bukan sebagai kreditur baru melainkan sebagai penanggung yang memberikan pertanggungan atas risiko kegagalan pemenuhan kewajiban finansial Debitur/Penggugat kepada Kreditur/Tergugat sesuai dengan perjanjian kredit, karenanya pembayaran klaim menjadi piutang subrogasi Turut Tergugat yang memiliki hak atas penagihan piutang kepada Penggugat tidak berdasar alasan yang sah.

Bahwa lagi pula penerapan subrogasi oleh Perusahaan Umum Asuransi adalah dilarang untuk produk asuransi yang dikaitkan dengan kredit atas risiko yang salah satunya adalah Debitur kehilangan pekerjaan yang bukan disebabkan: permintaan Debitur, perbuatan melanggar hukum dan/atau pelanggaran perjanjian kerja oleh Debitur, sebagaimana ketentuan Pasal 2 ayat (3) huruf c Peraturan OJK Nomor 20 Tahun 2023 tentang Produk Asuransi yang Dikaitkan dengan Kredit atau Pembiayaan Syariah dan Produk Suretyship atau Suretyship Syariah

Baca Juga: MA Anulir Vonis Bebas-Lepas 6 Terdakwa Korupsi Kredit BNI Rp 14 Miliar

 

Demikian kaidah hukum yang dapat ditarik dari Putusan No. 1818 K/Pdt/2024. Perkara ini bermula pada 1 April 2018 ketika Penggugat mendapat fasilitas kredit Rp530 juta dari Tergugat (perbankan). Untuk mencairkan kredit itu Penggugat harus membayar premi asuransi sejumlah Rp29.966.200,00 kepada Turut Tergugat (perusahaan asuransi).

Pada tanggal 2 Okt 2019 Penggugat mendapat surat PHK (Pemutusan Hubungan Kerja) dari tempatnya bekerja sehingga Penggugat mengajukan klaim asuransi kredit kepada Tergugat, namun ternyata Penggugat masih mendapat surat peringatan untuk membayar angsuran dari Tergugat, hingga akhirnya Penggugat masih ditagih oleh Tergugat sebesar Rp742.566.982,00 oleh karena itu Penggugat menuntut agar tindakan Tergugat itu dinyatakan sebagai Perbuatan Melawan Hukum.

Tergugat dalam jawabannya menyatakan asuransi pertanggungan yang diberikan oleh Turut Tergugat hanya bersifat pengalihan hutang atau subrogasi kepada Turut Tergugat serta tidak menghapuskan kewajiban Penggugat sebagai Debitur untuk tetap melunasi kreditnya. Meskipun tunggakan pokok Penggugat sebesar Rp511.342.795,53 telah dibayar lunas oleh Turut Tergugat, namun pembayaran dari Turut Tergugat tersebut menimbulkan piutang subrogasi yang dimiliki oleh Turut Tergugat, sehingga Penggugat masih memiliki kewajiban atas fasilitas kreditnya yang terdiri dari (bunga, denda, biaya subrogasi) yang belum dilunasi oleh Penggugat per tanggal 21 Februari 2022 adalah sebesar Rp511.342.795,53

Bahwa di tingkat pertama maupun di tingkat banding, gugatan Penggugat tersebut ditolak seluruhnya. Pada tingkat kasasi Mahkamah Agung dalam Putusan No. 1818 K/Pdt/2024 tanggal 21 Agustus 2024 mengabulkan permohonan kasasi yang diajukan Penggugat dan mengabulkan gugatan Penggugat untuk sebagian sehingga Penggugat tidak perlu lagi membayar kreditnya karena telah terjadi risiko dan Turut Tergugat sebagai perusahaan asuransi telah melunasi kredit Penggugat itu kepada Tergugat.

Bahwa berdasarkan transkrip percakapan telepon antara Penggugat dengan Tergugat, untuk pencairan kredit, Tergugat mensyaratkan Penggugat harus membayar polis asuransi, dimana polis asuransi itu untuk mengcover risiko ketika Penggugat meninggal dunia atau jika Penggugat di PHK karena pengurangan pegawai dan bukan PHK karena melakukan tindak kriminal, dalam hal terjadi risiko tersebut maka yang akan melunasi sisa utang adalah perusahaan asuransi;

Bahwa Penggugat di PHK bukan karena mengundurkan diri dan juga bukan karena melakukan tindak kriminal sehingga Turut Tergugat sebagai perusahaan asuransi yang menjamin kredit tersebut telah membayarkan sisa utang Penggugat kepada Tergugat.

Bahwa Tergugat menyatakan dengan dilunasinya sisa kredit oleh perusahaan asuransi (Turut Tergugat) hal itu tidak menghapuskan kewajiban Penggugat untuk tetap melunasi utangnya, karena berdasarkan Perjanjian antara Tergugat dengan Turut Tergugat, salah satunya mengatur bahwa Turut Tergugat memberikan subrogasi kepada Tergugat untuk menagih sisa utang debitur.

Bahwa dalil sangkalan Tergugat mengenai subrogasi tersebut tidak cukup beralasan, karena perjanjian tersebut hanya mengikat Tergugat dan Turut Tergugat, sementara Penggugat (Debitur) tidak dilibatkan dalam perjanjian itu.

Bahwa lagi pula pada saat Penggugat diminta untuk membayar polis asuransi, Tergugat tidak ada menerangkan jika terjadi risiko PHK, maka debitur masih harus tetap melunasi sisa utangnya dengan subrogasi.

Bahwa yang diterangkan oleh Tergugat kepada Penggugat adalah polis asuransi itu untuk mengcover jika terjadi risiko yaitu Penggugat di PHK karena pengurangan pegawai dan bukan PHK karena Penggugat melakukan tindak kriminal ataupun Penggugat mengundurkan diri.

Bahwa dalam jawabannya Turut Tergugat pun tidak pernah mempermasalahkan agar Penggugat membayar kewajiban atau sisa utangnya berdasarkan subrogasi. Justru dalam jawabannya, Turut Tergugat minta agar dikeluarkan sebagai pihak dari perkara a quo karena Turut Tergugat telah memenuhi kewajibannya dengan membayar klaim atas terjadinya risiko pada kredit Penggugat kepada Tergugat tersebut.

Baca Juga: Terbukti Nikmati Korupsi Rp 3 M, Eks Mantri BRI di Bondowoso Dihukum 7 Tahun Penjara

Bahwa dengan demikian Tergugat telah melakukan Perbuatan Melawan Hukum karena masih menagih kepada Penggugat untuk melunasi kreditnya padahal kredit itu sudah dilunasi oleh Turut Tergugat (perusahaan asuransi. (ASN)


Untuk Mendapatkan Berita Terbaru Dandapala Follow Channel WhatsApp : Info Badilum MA RI