Membeli
kendaraan dengan fasilitas kredit sering kali disertai
dengan perlindungan asuransi jiwa bagi debitur. Harapannya sederhana: bila
musibah datang, keluarga tidak terbebani utang. Namun, bagaimana bila
perusahaan asuransi justru menolak klaim dengan alasan riwayat penyakit yang
disebut tidak dilaporkan?
Dalam sistem hukum Indonesia, polis
asuransi merupakan perjanjian yang bersifat konsensual dan timbal balik antara
penanggung dan tertanggung. Berdasarkan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 40
Tahun 2014 tentang Perasuransian jo. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang
Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan, asuransi adalah perjanjian antara
dua pihak atau lebih, di mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada
tertanggung dengan menerima premi asuransi untuk memberikan penggantian kepada
tertanggung karena kerugian, kerusakan, atau kehilangan keuntungan yang
diharapkan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin diderita
tertanggung akibat suatu peristiwa yang tidak pasti, atau untuk memberikan
pembayaran yang didasarkan pada meninggalnya atau hidupnya seseorang yang
dipertanggungkan.
Kasus Posisi
Baca Juga: Klausul Non-Kompetisi Dalam Perjanjian Kerja: Apakah Sah Secara Hukum?
Penggugat asal atau termohon kasasi dalam
hal ini adalah Siti Chotimah selaku istri dari Alm. Sarengat, pemegang asuransi
jiwa atas kendaraan truk Mitsubishi FE 75 Super HDX PS 136 yang dibelinya
melalui fasilitas kredit dari PT JACCS Mitra Pinasthika Mustika Finance Indonesia
(JACCS MPMFI) Cabang Muaro Bungo dengan perjanjian pembiayaan tertanggal 6
Januari 2020 senilai Rp457.500.000,00 dengan tenor empat tahun. Sebagai syarat
kredit, almarhum diwajibkan menjadi peserta asuransi jiwa di PT Asuransi Mitra
Pelindung Mustika, yang masih satu grup dengan perusahaan pembiayaan tersebut dengan
masa berlaku selama empat tahun sejak 6 Januari 2020 hingga 6 Januari 2024.
Selama masa perjanjian, almarhum Sarengat
menjalankan kewajiban pembayaran angsuran dan premi secara tertib. Namun pada
29 Maret 2021, ia meninggal dunia, yang kemudian dibuktikan dengan akta
kematian resmi. Penggugat selaku istri sekaligus ahli waris segera mengajukan
klaim asuransi ke PT Asuransi Mitra Pelindung Mustika dengan melampirkan
seluruh dokumen yang diperlukan, dan pengajuan itu diterima pada 5 April 2021.
Alih-alih diproses, pihak perusahaan pembiayaan dan penanggung justru
mengirimkan surat tertanggal 3 Mei 2021 yang menyatakan klaim tidak dapat
ditindaklanjuti, dengan alasan almarhum memiliki riwayat penyakit diabetes yang
tidak dilaporkan dalam formulir permohonan asuransi.
Menanggapi penolakan
tersebut, Penggugat melalui kuasa hukumnya mengirimkan somasi pada 15 Juni 2021
agar pihak asuransi dan pembiayaan segera melaksanakan kewajiban pembayaran klaim
dan menyerahkan BPKB kendaraan yang masih dikuasai Tergugat II. Namun, kedua
pihak tetap bersikukuh menolak klaim dan bahkan menagih kembali sisa angsuran
kredit yang belum lunas. Bagi Penggugat, tindakan tersebut tidak hanya
merugikan secara ekonomi, tetapi juga menunjukkan kelalaian dan wanprestasi
dari kedua tergugat yang seharusnya memberikan perlindungan finansial setelah
meninggalnya debitur.
Atas dasar itu,
Penggugat mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri Muara Bungo dengan register
perkara Nomor 8/Pdt.G/2022/PN Mrb, menuntut agar kedua tergugat dinyatakan
telah melakukan wanprestasi dan diwajibkan membayar klaim asuransi jiwa sesuai
polis, sekaligus menyerahkan BPKB kendaraan dalam keadaan tanpa beban.
Pertimbangan hukum
Pengadilan Tinggi Jambi
dalam putusan Nomor 129/PDT/2022/PT JMB tanggal 14 November 2022 membatalkan
putusan tingkat pertama dan menyatakan bahwa gugatan tidak prematur. Menurut
majelis, Penggugat telah melakukan upaya perdamaian melalui surat-surat somasi
yang tidak direspons oleh Tergugat. Selain itu, alasan penolakan klaim karena
penyakit diabetes tidak beralasan, karena tertanggung telah melunasi premi dan
tidak terbukti menyembunyikan penyakit secara sengaja.
Perkara ini berlanjut
hingga tingkat kasasi, dimana Mahkamah Agung dalam Putusan Nomor 727 K/Pdt/2025
yang diputuskan tanggal 14 April 2025 menegaskan bahwa Judex Facti tidak
salah menerapkan hukum, karena penolakan klaim oleh pihak asuransi tidak dapat
dibenarkan. Penyebab kematian tertanggung yang didasarkan pada keterangan
keluarga maupun dokter tidak cukup untuk meniadakan kewajiban penanggung,
selama tertanggung telah melaksanakan kewajiban membayar premi dan tidak
terdapat indikasi penipuan.
Mahkamah juga menilai
bahwa ketentuan dalam polis yang mengharuskan mediasi atau perdamaian sebelum
menggugat tidak boleh menghalangi hak hukum tertanggung atau ahli waris untuk
mengajukan gugatan, terutama bila telah terbukti dilakukan upaya penyelesaian
sebelumnya. Oleh karena itu, putusan Pengadilan Tinggi Jambi dinyatakan tidak
bertentangan dengan hukum maupun undang-undang, dan permohonan kasasi ditolak.
Implikasi Hukum
Putusan ini menegaskan
prinsip perlindungan terhadap tertanggung sebagai pihak yang lemah dalam
perjanjian asuransi.
Mahkamah Agung mempertegas
bahwa:
- Kewajiban
pembayaran premi adalah bukti pelaksanaan kewajiban utama tertanggung;
- Penolakan
klaim tidak dapat dilakukan semata-mata karena adanya riwayat penyakit tanpa
bukti bahwa tertanggung sengaja menutupi informasi tersebut;
- Klausul
perdamaian atau mediasi dalam polis tidak boleh dijadikan alasan untuk menolak
gugatan atau menghalangi hak hukum tertanggung.
Dengan demikian, kaidah
ini memperkuat asas keseimbangan dan good faith dalam hubungan hukum
perasuransian serta memberikan pedoman bagi peradilan umum dalam menangani
sengketa serupa di masa mendatang.
(asn/snr/ldr)
Baca Juga: Klausul Arbitrase Jadi Penentu, PN Surabaya Nyatakan Tidak Berwenangan Mengadili
Sumber bacaan:
- Putusan Mahkamah Agung Nomor
727 K/Pdt/2025 jo. Putusan Pengadilan Tinggi Jambi Nomor 129/PDT/2022/PT JMB
jo. Putusan Pengadilan Negeri Muara Bungo Nomor 8/Pdt.G/2022/PN Mrb;
- Undang-Undang Nomor 40 Tahun
2014 tentang Perasuransian jo. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan
dan Penguatan Sektor Keuangan;
- Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata;
- Kitab Undang-Undang Hukum
Dagang;
- Wirjono Prodjodikoro, Hukum
Asuransi di Indonesia, Intermasa, Jakarta, 1996;
- Sri Redjeki Hartono, Hukum Asuransi dan Perusahaan Asuransi, Sinar Grafika, Jakarta, 2001.
Untuk Mendapatkan Berita Terbaru Dandapala Follow Channel WhatsApp : Info Badilum MA RI