Cari Berita

Kemampuan Komunikasi Hakim: Dari Kompetensi Personal ke Evaluasi Kinerja

Muamar Azmar Mahmud Farig - Dandapala Contributor 2025-09-19 08:00:58
Dok. Penulis.

"Justice must not only be done, but must also be seen to be done"—ungkapan klasik Lord Hewart ini mengingatkan bahwa keadilan bukan sekadar hasil akhir, melainkan juga proses yang dapat dirasakan dan dipahami oleh masyarakat.

Di Indonesia, evaluasi kinerja hakim masih didominasi oleh indikator kuantitatif seperti jumlah perkara yang diselesaikan dan kecepatan memutus perkara. Pendekatan ini, meski penting untuk efisiensi administratif, melewatkan dimensi krusial: bagaimana hakim berkomunikasi di ruang sidang.

Ruang sidang adalah panggung utama di mana masyarakat berinteraksi langsung dengan sistem peradilan. Di sinilah wajah keadilan pertama kali terlihat—bukan melalui putusan tertulis yang sarat bahasa hukum, melainkan melalui cara hakim memimpin persidangan, mendengarkan para pihak, dan menyampaikan pertanyaan atau arahan.

Baca Juga: Imparsial Sejak Dalam Pikiran

Ironisnya, kualitas komunikasi hakim dalam menjalankan tugasnya belum menjadi bagian dari sistem evaluasi kinerja yang komprehensif. Tulisan ini menakar kemungkinan menempatkan kemampuan komunikasi hakim sebagai salah satu indikator evaluasi kinerja internal yang mendukung pengembangan profesi hakim secara berkelanjutan.

Konteks Normatif, Filosofis dan Komparatif

Landasan konstitusional untuk memasukkan komunikasi sebagai kompetensi hakim dapat ditemukan dalam UU Kekuasaan Kehakiman, yang mewajibkan hakim "menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat".

Mandat ini tidak mungkin terpenuhi tanpa kemampuan komunikasi yang memadai. Hakim yang tidak dapat berkomunikasi dengan jelas, netral, dan manusiawi akan kesulitan memahami aspirasi keadilan yang berkembang di masyarakat.

Dari perspektif filosofis, komunikasi berfungsi sebagai jembatan antara norma hukum tertulis dengan rasa keadilan yang hidup. Hans Kelsen dalam teori hukum murninya memang menekankan validitas formal hukum, namun dalam praktik peradilan, legitimasi putusan tidak hanya bergantung pada kebenaran juridis, tetapi juga pada penerimaan publik terhadap proses yang menghasilkannya (hans Kelsen, 1967).

Teori legitimasi prosedural yang dikembangkan Tom Tyler menunjukkan bahwa persepsi masyarakat tentang keadilan sangat dipengaruhi oleh kualitas proses, bukan hanya hasil (Tom R. Tyler, 1990).

Ketika hakim berkomunikasi dengan cara yang dianggap adil, hormat, dan dapat dipahami, maka putusan yang dihasilkan, meski tidak selalu menguntungkan semua pihak, akan lebih mudah diterima. Sebaliknya, komunikasi yang buruk dapat merusak persepsi tentang netralitas dan kompetensi hakim, bahkan ketika putusannya secara substansial benar.

Sejumlah negara sendiri, telah memasukkan komunikasi sebagai bagian evaluasi kinerja hakim. Di beberapa negara bagian Amerika Serikat, program Judicial Performance Evaluation menilai keterampilan menjelaskan prosedur, mendengarkan, dan menjaga suasana sidang melalui survei terhadap pengacara, juri, dan staf.

Di Victoria, Australia, program Court Craft menilai dan memandu kemampuan hakim berkomunikasi di persidangan dengan pihak berperkara, termasuk pihak tanpa kuasa hukum, serta cara menyampaikan keputusan dan menjaga atmosfer sidang. Dari praktik ini tampak bahwa evaluasi komunikasi bukanlah alat kontrol eksternal, melainkan sarana pengembangan profesi yang menekankan dimensi pembinaan, bukan penghukuman, sehingga tetap sejalan dengan prinsip independensi hakim.

Urgensi di Indonesia

Di Indonesia, urgensi memasukkan aspek komunikasi dalam evaluasi kinerja hakim semakin nyata. Kritik publik kini tidak hanya tertuju pada putusan, tetapi juga pada gaya komunikasi hakim yang kerap dianggap tidak pantas, seperti sikap temperamental, pembatasan ruang bicara, atau penggunaan bahasa yang intimidatif. Fenomena ini menunjukkan bahwa masyarakat menilai kualitas peradilan bukan semata dari hasil putusan, melainkan juga dari proses yang melahirkannya.

Perkembangan teknologi, khususnya sidang elektronik selama pandemi COVID-19, membuka peluang baru. Rekaman persidangan dapat dijadikan bahan evaluasi otentik atas cara hakim berkomunikasi tanpa mengganggu independensi peradilan.

Dalam konteks reformasi Mahkamah Agung yang berorientasi pada pelayanan publik, integrasi kualitas komunikasi sebagai indikator “hakim berkualitas” menjadi langkah strategis untuk mewujudkan peradilan agung, yakni peradilan yang menghadirkan keadilan tidak hanya melalui hasil, tetapi juga melalui proses yang bermartabat.

Usulan Konseptual

Untuk mewujudkan integrasi komunikasi dalam evaluasi kinerja hakim, diperlukan kerangka konseptual yang jelas dan dapat diterapkan. Pertama, keterampilan komunikasi perlu diposisikan sebagai indikator kinerja kualitatif dalam pedoman evaluasi internal Mahkamah Agung, sejajar dengan indikator kuantitatif yang sudah ada.

Dimensi penilaian dapat mencakup empat aspek utama:

  1. Kejelasan komunikasi: kemampuan hakim menjelaskan prosedur, mengajukan pertanyaan yang mudah dipahami, dan menyampaikan arahan dengan bahasa yang mudah diakses;
  2. Netralitas tampak: konsistensi sikap dan nada bicara terhadap semua pihak, menghindari kesan memihak atau prasangka;
  3. Pengendalian sidang: kemampuan menjaga suasana persidangan yang kondusif, mengelola emosi para pihak, dan memastikan semua mendapat kesempatan bicara yang adil;
  4. Sensitivitas sosial-budaya: kesadaran terhadap latar belakang para pihak, termasuk tingkat pendidikan, status sosial-ekonomi, dan kekhususan budaya lokal.

Mekanisme evaluasi dapat dilakukan melalui beberapa pendekatan yang saling melengkapi. Observasi pimpinan secara berkala dengan menggunakan rubrik penilaian yang terstandar. Peer review terbatas melibatkan sesama hakim untuk memberikan masukan konstruktif berdasarkan pengalaman dan observasi kolegal.

Refleksi mandiri hakim melalui instrumen self-assessment yang mendorong hakim untuk mengevaluasi kemampuan komunikasinya sendiri. Terakhir, pemanfaatan rekaman sidang dapat digunakan sebagai bahan pelatihan dan coaching individual, dengan tetap menjaga kerahasiaan dan hanya diakses oleh tim pembina internal.

Yang terpenting, seluruh sistem ini harus ditekankan sebagai instrumen pembinaan internal, bukan alat sanksi. Tujuannya adalah membantu hakim mengembangkan kemampuan komunikasi yang lebih baik, bukan mencari kesalahan atau memberikan hukuman. Pendekatan ini menjaga keseimbangan antara akuntabilitas dan independensi hakim.

Penutup

Keadilan sejati tidak hanya hadir di atas kertas putusan yang sarat dengan pertimbangan hukum, tetapi juga harus dapat dirasakan di ruang sidang tempat masyarakat berinteraksi langsung dengan sistem peradilan. Komunikasi hakim yang bermutu merupakan wajah pertama keadilan yang terlihat oleh publik. Ketika hakim berkomunikasi dengan jelas, netral, dan manusiawi, ia tidak hanya menjalankan fungsi yudisial, tetapi juga membangun kepercayaan publik terhadap institusi peradilan.

Integrasi keterampilan komunikasi dalam evaluasi kinerja hakim bukanlah upaya mengintervensi independensi hakim, melainkan investasi untuk memperkuat kualitas peradilan secara keseluruhan. Melalui pendekatan yang bersifat konstruktif dan berfokus pada pembinaan internal, sistem evaluasi ini dapat menjadi instrumen yang memperkuat profesionalisme hakim sekaligus menjaga martabat profesi yang mulia ini. Pada akhirnya, hakim yang berkomunikasi dengan baik adalah hakim yang tidak hanya memutus perkara dengan benar, tetapi juga menghadirkan keadilan yang dapat dilihat, dirasakan, dan dipahami oleh seluruh lapisan masyarakat. (ldr)

Catatan Kaki:

Hans Kelsen, Pure Theory of Law, trans. Max Knight (Berkeley: University of California Press, 1967)

Tom R. Tyler, Why People Obey the Law (New Haven: Yale University Press, 1990)

https://www.americanbar.org/content/dam/aba/publications/judicial_division/aba_blackletterguidelines_jpe_wcom.authcheckdam.pdf

Baca Juga: Strategi Jadi Mediator Perkara Lingkungan Hidup yang Profesional

Judicial College of Victoria, https://judicialcollege.vic.edu.au/bench-books?page=0

Untuk Mendapatkan Berita Terbaru Dandapala Follow Channel WhatsApp : Info Badilum MA RI