Cari Berita

Kembalikan Uang, Pemuda Divonis 5 Bulan Bui Pakai Keadilan Restoratif Di PN Gianyar

Humas PN Gianyar - Dandapala Contributor 2025-10-25 09:45:05
Dok. PN Gianyar

Gianyar, Bali - Sidang perkara penggelapan yang menjerat seorang pemuda bernama Arya Samudra di Pengadilan Negeri Gianyar menjadi bukti bahwa hukum tak selalu berujung pada pembalasan, melainkan bisa menghadirkan pemulihan dan pengampunan. Arya, pemuda berusia 20 tahun asal Lombok Barat, baru sebulan bekerja sebagai karyawan di Toko M Mart Ubud, Gianyar, sebelum peristiwa yang mengubah hidupnya terjadi.

Pada dini hari 2 Juli 2025, ketika rekannya izin keluar toko, Arya yang tengah bertugas menjaga kasir tergoda mengambil uang hasil penjualan sebesar Rp6.591.000 dan dua rokok elektrik. Ia kemudian meninggalkan toko menggunakan sepeda motornya menuju Pelabuhan Padangbai dengan niat pulang ke kampung halaman. Namun, aksinya terekam CCTV dan segera diketahui oleh pihak keamanan toko. Dalam waktu singkat, Arya berhasil diamankan di pelabuhan bersama barang bukti yang sebagian besar masih utuh.

Di ruang sidang, Arya mengaku bersalah tanpa berkelit. Ia menjelaskan bahwa tindakannya dilatarbelakangi oleh tekanan ekonomi dan keinginan untuk melunasi hutang keluarga di kampung. Dengan wajah tertunduk, ia memohon maaf kepada pihak toko dan menyatakan penyesalan mendalam. Pihak korban, PT Global Retailindo Pratama melalui wakilnya I Putu Oka Pratama Negara, justru menunjukkan sikap yang menyejukkan. Mereka menyatakan telah memaafkan Arya dan menerima pengembalian sebagian uang yang telah dipakai sebagai tanda itikad baik.

Baca Juga: Gianyar Siaga! PN Gianyar Gerakkan Desa Adat Demi Kabupaten Layak Anak

Proses penyerahan uang kerugian korban difasilitasi oleh Penuntut Umum dalam semangat restorative justice. Dalam Surat Kesepakatan Perdamaian, Arya berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya dan siap dihukum seberat-beratnya jika melanggar janji tersebut. Ia juga mengembalikan uang sebesar Rp300 ribu sebagai simbol tanggung jawab moral. 

Majelis Hakim kemudian mempertimbangkan bahwa unsur tindak pidana Pasal 374 KUHP tentang Penggelapan karena Hubungan Kerja terbukti terpenuhi. Namun, hakim menilai bahwa keadilan sejati tidak semata-mata diukur dari lamanya pidana penjara, melainkan juga dari keberhasilan memulihkan hubungan sosial dan moral antara pelaku dan korban. Dalam pertimbangannya, majelis hakim yang dipimpin oleh Oktavia Mega Rani dan dibantu oleh I Kadek Apdila Wirawan dan Bentiga Naraotama menegaskan pentingnya penerapan keadilan restoratif sebagaimana diatur dalam PERMA Nomor 1 Tahun 2024, yang memungkinkan hakim mengedepankan pemulihan atas pembalasan.

Baca Juga: Saat Nenek Pensiunan Notaris Dipidanakan WNA di Bali dan Berakhir Damai

Hakim menyebut bahwa pendekatan ini tidak menghapus pertanggungjawaban pidana, tetapi mengembalikan keseimbangan yang terganggu akibat perbuatan pidana. Arya masih harus mempertanggungjawabkan perbuatannya dengan vonis 5 bulan penjara, namun majelis menegaskan bahwa hukuman tersebut juga harus dimaknai sebagai proses pembelajaran dan pemulihan, bukan sekadar penjeraan. Dalam putusan itu, majelis menulis: “Penerapan keadilan restoratif bertujuan memulihkan korban, memulihkan hubungan antara terdakwa dengan korban, serta menumbuhkan tanggung jawab sosial pelaku.”

Kasus ini menjadi cerminan nyata bagaimana peradilan dapat hadir dengan wajah yang lebih manusiawi. Korban tidak kehilangan martabatnya, pelaku tidak kehilangan masa depannya, dan masyarakat memperoleh keyakinan bahwa hukum bisa menyejukkan, bukan menakutkan. Keadilan restoratif dalam perkara Arya Samudra bukan hanya menyelesaikan satu kasus pidana, tetapi juga menyembuhkan luka sosial, menghadirkan kesempatan kedua, dan membuktikan bahwa hukum sesungguhnya bekerja untuk kemanusiaan sehingga hukum tidaklah lagi tumpul ke atas dan tajam ke bawah melainkan semua orang kedudukannya sama di hadapan hukum. IKAW/FAC

Untuk Mendapatkan Berita Terbaru Dandapala Follow Channel WhatsApp : Info Badilum MA RI