Banda Aceh – Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia (MA RI), Sunarto, menyampaikan kuliah umum bertajuk “Peran Mahkamah Agung dalam Pembaruan Hukum di Indonesia” pada rangkaian Milad ke-64 Universitas Syiah Kuala, Senin (15/09), di Aula Fakultas Hukum. Acara ini dihadiri civitas akademika dan para akademisi.
Dalam paparannya, Sunarto menegaskan bahwa hukum harus bersifat dinamis. “Hukum harus hidup, bergerak, dan terbuka terhadap perubahan. Tanpa pembaruan, hukum akan kehilangan daya jawabnya,” ujarnya, mengutip pemikiran Roscoe Pound.
Sunarto menjelaskan, Mahkamah Agung memiliki tiga fungsi strategis dalam pembaruan hukum yakni dalam Fungsi Yudisial, MA berperan melalui putusan-putusan inovatif yang dijadikan yurisprudensi penting (landmark decision), seperti Putusan No. 287 K/Pid/2024 dan Putusan No. 466 K/Ag/2024. Dalam Fungsi Regulatif, MA berperan melalui pembuatan Peraturan Mahkamah Agung (Perma) yang menutup kekosongan hukum, menyederhanakan prosedur, dan memastikan konsistensi penerapan hukum, misalnya Perma Gugatan Sederhana, Perma Mediasi, hingga Perma Sidang Elektronik. Lalu dalam Fungsi Administratif dengan modernisasi peradilan berbasis teknologi untuk mendorong transparansi dan akses keadilan.
Sunarto memaparkan sejumlah langkah nyata yang telah dijalankan MA dalam mewujudkan pembaruan hukum, antara lain:
1. Pembaruan Melalui Putusan Inovatif, dimana telah banyak Putusan MA yang menjadi rujukan hukum dan memberi arah baru, termasuk perkara pidana dan perdata modern.
2. Pembaruan Melalui Perma, misalnya Perma Gugatan Sederhana yang memudahkan pencari keadilan, Perma Mediasi yang memperkuat alternatif penyelesaian sengketa, dan Perma Sidang Elektronik yang mempercepat proses peradilan.
3. Pembaruan Melalui Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA), berperan menjaga kesatuan hukum dan konsistensi putusan. Hingga 2024, terdapat 552 rumusan hukum dari 13 rapat pleno kamar yang dituangkan dalam SEMA dengan rumusan hukum dari pleno kamar untuk mencegah disparitas putusan. Salah satunya adalah SEMA No. 10 Tahun 2020, yang menegaskan aturan khusus dalam perkara jarimah pemerkosaan atau pelecehan seksual terhadap anak.
4. Kolaborasi Akademik dengan Perguruan Tinggi, seperti riset bersama, pertukaran data, hingga magang mahasiswa hukum di pengadilan untuk memperkuat sinergi antara teori dan praktik.
Meski demikian, Sunarto mengakui masih ada tantangan besar, mulai dari beban perkara yang tinggi, keterbatasan SDM, hingga isu globalisasi, kejahatan siber, dan sengketa lintas negara. Integritas hakim dan lembaga peradilan pun menjadi faktor kunci dalam menjaga kepercayaan publik.
Menutup kuliah umum, Sunarto berpesan: “Teruslah menjadikan ruang akademik sebagai ladang menumbuhkan nilai kejujuran, keberanian, dan kecintaan pada kebenaran, sebab hanya dengan fondasi itulah kita dapat membangun Indonesia yang adil, berdaulat, dan bermartabat di mata dunia.” IKAW
Untuk Mendapatkan Berita Terbaru Dandapala Follow Channel WhatsApp : Info Badilum MA RI