Cari Berita

Kewenangan Lembaga Audit dalam Penetapan Kerugian Negara Pasca SEMA No. 2/2024

Murdian dan Ari Qurniawan - Dandapala Contributor 2025-10-06 14:35:51
Dok Penulis.

Keuangan negara pada hakikatnya mencakup seluruh hak dan kewajiban yang dapat dinilai dengan uang, serta semua bentuk kekayaan negara baik berupa barang maupun uang yang berkaitan langsung dengan pelaksanaan kewajiban dan hak negara.

Peran keuangan negara sangat fundamental, yakni sebagai instrumen utama dalam penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan, pelayanan publik, serta penjagaan kedaulatan.

Melalui pengelolaan yang baik, negara dapat membiayai sektor pendidikan, kesehatan, infrastruktur, hingga program sosial, demi meningkatkan kesejahteraan rakyat, menciptakan lapangan kerja, menjaga stabilitas ekonomi, dan mengurangi kesenjangan antardaerah maupun kelompok sosial.

Baca Juga: Jalan Keadilan Itu Bernama Harmonisasi Yurisprudensi dan SEMA Perdata

Selain itu, pengelolaan keuangan negara juga berfungsi memperkuat akuntabilitas dan transparansi pemerintahan. Hal ini penting untuk mencegah penyimpangan dan tindak pidana korupsi. Namun dalam praktiknya, pengelolaan keuangan negara kerap menghadapi berbagai bentuk pelanggaran, mulai dari kelalaian hingga penyalahgunaan, yang berpotensi menimbulkan kerugian negara.

Penentuan adanya kerugian keuangan negara harus didasarkan pada data resmi dari lembaga yang berwenang agar hasilnya sah dan akuntabel.

Kerugian keuangan negara tidak hanya berdampak pada kas negara, tetapi juga merugikan masyarakat luas karena berkurangnya dana pembangunan dan pelayanan publik.

Oleh sebab itu, penilaian atas kerugian negara harus dilakukan secara cermat, objektif, dan berbasis mekanisme hukum yang jelas. Pertanyaan utama kemudian adalah: siapa yang berwenang menyatakan adanya kerugian negara?

SEMA No. 4 Tahun 2016: BPK sebagai Pemegang Wewenang

Mahkamah Agung melalui Pleno Kamar 2016 mengeluarkan SEMA No. 4 Tahun 2016 yang menegaskan bahwa lembaga yang berwenang menyatakan adanya kerugian negara hanyalah Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

Lembaga lain seperti BPKP, Inspektorat, atau SKPD hanya berwenang melakukan audit pengelolaan keuangan, tanpa bisa menyatakan adanya kerugian negara. Dalam keadaan tertentu, hakim dapat menilai keberadaan serta besaran kerugian berdasarkan fakta persidangan.

Meski demikian, ketentuan ini menimbulkan perdebatan. Banyak pihak mempertanyakan apakah hasil audit BPKP maupun Inspektorat tidak cukup kuat dijadikan dasar penilaian kerugian negara. Persoalan ini semakin kompleks setelah hadir Putusan Mahkamah Konstitusi No. 25/PUU-XIV/2016 yang menegaskan bahwa tindak pidana korupsi merupakan delik materil. Artinya, harus dibuktikan kerugian nyata (actual loss) yang dapat dihitung secara pasti, bukan sekadar potensi kerugian.

Keterkaitan antara SEMA No. 4 Tahun 2016 dengan Putusan MK menimbulkan pemahaman seolah-olah tanpa pernyataan BPK, keberadaan kerugian negara belum sah secara hukum. Hal ini bahkan kerap dijadikan dasar dalam permohonan praperadilan.

Kelemahan SEMA No. 4 Tahun 2016

SEMA No. 4 Tahun 2016 memiliki beberapa kelemahan. Pertama, aturan ini tidak memberi ruang bagi akuntan publik bersertifikat atau lembaga audit non-pemerintah yang sejatinya memiliki kompetensi profesional. Padahal, keterlibatan lembaga swasta kredibel dapat mempercepat proses audit mengingat banyaknya perkara kerugian negara.

Kedua, frasa “dalam kondisi tertentu” terkait kewenangan hakim menimbulkan multitafsir. Tidak jelas kondisi apa yang dimaksud, sehingga menimbulkan ketidakpastian hukum.

Ketiga, ketentuan ini menjadikan hasil audit lembaga lain selain BPK kurang diperhitungkan. Padahal, secara faktual, BPK tidak selalu dapat menangani seluruh kasus dengan cepat karena keterbatasan sumber daya.

SEMA No. 2 Tahun 2024: Penyempurnaan Baru

Untuk menjawab kelemahan tersebut, Mahkamah Agung pada 2024 mengeluarkan SEMA No. 2 Tahun 2024. Aturan ini menjadi penyempurnaan sekaligus pedoman yang lebih jelas bagi aparat penegak hukum.

Rumusan SEMA baru menyebutkan:

  • BPK tetap menjadi lembaga konstitusional yang berwenang menyatakan adanya kerugian negara.
  • Instansi lain seperti BPKP, Inspektorat, SKPD, dan akuntan publik bersertifikat tetap berwenang melakukan audit. Hasil audit mereka dapat dijadikan dasar untuk menentukan ada tidaknya kerugian negara.
  • Hakim secara tegas diberi kewenangan menilai kerugian negara beserta besarannya berdasarkan fakta persidangan, tanpa lagi dibatasi dengan frasa “dalam kondisi tertentu.”

Perubahan Penting dalam SEMA No. 2 Tahun 2024

Beberapa perubahan substansial yang dibawa SEMA No. 2 Tahun 2024 antara lain:

  • Pengakuan peran akuntan publik bersertifikat.

Kini, lembaga swasta profesional diakui sah dalam melakukan audit. Hal ini memperluas sumber pembuktian, mempercepat pemeriksaan, serta mendukung transparansi.

  • Penguatan kedudukan hasil audit lembaga lain.

Jika sebelumnya hanya BPK yang dianggap berwenang, kini hasil audit BPKP, Inspektorat, atau akuntan publik dapat dijadikan dasar penilaian kerugian negara. Dengan demikian, proses hukum lebih sederhana, cepat, dan tidak lagi bergantung pada satu lembaga.

  • Pemberian kewenangan penuh kepada hakim.

Frasa multitafsir “dalam hal tertentu” dihapus. Hakim berwenang menilai ada tidaknya kerugian negara serta menentukan jumlahnya berdasarkan fakta persidangan. Ini memperkuat kepastian hukum sekaligus mengurangi ambiguitas.

Implikasi Positif

SEMA No. 2 Tahun 2024 merupakan langkah maju yang patut diapresiasi. Pedoman baru ini memperjelas mekanisme pembuktian kerugian negara sekaligus memperluas ruang lingkup audit. Dengan adanya pengakuan akuntan publik bersertifikat, pemeriksaan dapat dilakukan lebih cepat, efektif, dan transparan.

Selain itu, penguatan kewenangan hakim memberi jaminan kepastian hukum. Hakim tidak lagi terikat pada batasan multitafsir, sehingga putusan pengadilan lebih konsisten, adil, dan responsif terhadap rasa keadilan masyarakat.

SEMA ini juga berfungsi sebagai instrumen penting dalam mencegah serta memberantas praktik penyalahgunaan keuangan negara. Melalui audit yang lebih terbuka dan kewenangan hakim yang diperluas, peradilan diharapkan lebih efektif, efisien, dan akuntabel.

Penutup

Lahirnya SEMA No. 2 Tahun 2024 sebagai pembaruan atas SEMA No. 4 Tahun 2016 menunjukkan komitmen Mahkamah Agung dalam memperbaiki sistem hukum, khususnya terkait penentuan kerugian negara. Aturan ini menegaskan bahwa BPK tetap memegang peran utama, tetapi lembaga lain termasuk akuntan publik bersertifikat juga diberi ruang untuk memperkuat mekanisme audit.

Pada saat yang sama, hakim memperoleh kewenangan penuh dalam menilai kerugian negara berdasarkan fakta persidangan. Hal ini memberikan kepastian hukum lebih kuat sekaligus meningkatkan konsistensi putusan pengadilan.

Dengan adanya kepastian mengenai lembaga audit dan kewenangan hakim, praktik peradilan di Indonesia diharapkan mampu berjalan lebih efektif, efisien, dan responsif terhadap kebutuhan keadilan masyarakat. Keuangan negara sebagai instrumen vital pembangunan pun dapat lebih terlindungi, sehingga tujuan kemanfaatan dan keadilan hukum benar-benar tercapai.  (ldr)

Refrensi

Peraturan Perundang-undangan dan Putusan Pengadilan:

Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara.

Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara.

Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan.

Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) No. 4 Tahun 2016 tentang Pemberlakuan Rumusan Hasil Rapat Pleno Kamar sebagai Pedoman Pelaksanaan Tugas Pengadilan.

Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) No. 2 Tahun 2024 tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Pengadilan.

Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 25/PUU-XIV/2016 tentang Uji Materiil Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi.

Buku dan Literatur Akademik:

Mardiasmo. Akuntansi Sektor Publik. Yogyakarta: Andi, 2021.

Budi Santoso. Hukum Keuangan Negara. Jakarta: Kencana, 2020.

Artikel Jurnal dan Publikasi:

Baca Juga: Akuntansi Forensik, Jurus Baru Pemberantasan Korupsi

Nurhayati, Sri. “Peran BPK dalam Penegakan Hukum Tindak Pidana Korupsi di Indonesia.” Jurnal Hukum dan Pembangunan, Vol. 49, No. 3, 2019.

Susanto, Eko. “Kewenangan Badan Pemeriksa Keuangan dalam Penetapan Kerugian Negara.” Jurnal Konstitusi, Vol. 14, No. 4, 2017.

Kurniawan, Ade. “Kepastian Hukum Penentuan Kerugian Keuangan Negara dalam Perkara Korupsi.” Jurnal Yudisial, Vol. 12, No. 1, 2019.

Untuk Mendapatkan Berita Terbaru Dandapala Follow Channel WhatsApp : Info Badilum MA RI