Keuangan negara pada hakikatnya mencakup seluruh hak dan kewajiban yang dapat dinilai dengan uang, serta semua bentuk kekayaan negara baik berupa barang maupun uang yang berkaitan langsung dengan pelaksanaan kewajiban dan hak negara.
Peran keuangan negara sangat fundamental, yakni sebagai instrumen utama dalam penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan, pelayanan publik, serta penjagaan kedaulatan.
Melalui pengelolaan yang baik,
negara dapat membiayai sektor pendidikan, kesehatan, infrastruktur, hingga
program sosial, demi meningkatkan kesejahteraan rakyat, menciptakan lapangan
kerja, menjaga stabilitas ekonomi, dan mengurangi kesenjangan antardaerah
maupun kelompok sosial.
Baca Juga: Jalan Keadilan Itu Bernama Harmonisasi Yurisprudensi dan SEMA Perdata
Selain itu, pengelolaan keuangan negara juga berfungsi memperkuat akuntabilitas dan transparansi pemerintahan. Hal ini penting untuk mencegah penyimpangan dan tindak pidana korupsi. Namun dalam praktiknya, pengelolaan keuangan negara kerap menghadapi berbagai bentuk pelanggaran, mulai dari kelalaian hingga penyalahgunaan, yang berpotensi menimbulkan kerugian negara.
Penentuan adanya kerugian keuangan negara harus didasarkan pada data
resmi dari lembaga yang berwenang agar hasilnya sah dan akuntabel.
Kerugian keuangan negara tidak hanya berdampak pada kas negara, tetapi juga merugikan masyarakat luas karena berkurangnya dana pembangunan dan pelayanan publik.
Oleh sebab itu, penilaian atas kerugian
negara harus dilakukan secara cermat, objektif, dan berbasis mekanisme hukum
yang jelas. Pertanyaan utama kemudian adalah: siapa yang berwenang menyatakan
adanya kerugian negara?
SEMA No. 4 Tahun 2016: BPK sebagai Pemegang Wewenang
Mahkamah Agung melalui Pleno Kamar 2016 mengeluarkan SEMA No. 4 Tahun 2016 yang menegaskan bahwa lembaga yang berwenang menyatakan adanya kerugian negara hanyalah Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Lembaga lain
seperti BPKP, Inspektorat, atau SKPD hanya berwenang melakukan audit
pengelolaan keuangan, tanpa bisa menyatakan adanya kerugian negara. Dalam
keadaan tertentu, hakim dapat menilai keberadaan serta besaran kerugian
berdasarkan fakta persidangan.
Meski demikian, ketentuan ini menimbulkan perdebatan.
Banyak pihak mempertanyakan apakah hasil audit BPKP maupun Inspektorat tidak
cukup kuat dijadikan dasar penilaian kerugian negara. Persoalan ini semakin
kompleks setelah hadir Putusan Mahkamah Konstitusi No. 25/PUU-XIV/2016 yang
menegaskan bahwa tindak pidana korupsi merupakan delik materil. Artinya, harus
dibuktikan kerugian nyata (actual loss) yang dapat dihitung secara pasti, bukan
sekadar potensi kerugian.
Keterkaitan antara SEMA No. 4 Tahun 2016 dengan
Putusan MK menimbulkan pemahaman seolah-olah tanpa pernyataan BPK, keberadaan
kerugian negara belum sah secara hukum. Hal ini bahkan kerap dijadikan dasar
dalam permohonan praperadilan.
Kelemahan SEMA No. 4 Tahun 2016
SEMA No. 4 Tahun 2016 memiliki beberapa kelemahan.
Pertama, aturan ini tidak memberi ruang bagi akuntan publik bersertifikat atau
lembaga audit non-pemerintah yang sejatinya memiliki kompetensi profesional.
Padahal, keterlibatan lembaga swasta kredibel dapat mempercepat proses audit
mengingat banyaknya perkara kerugian negara.
Kedua, frasa “dalam kondisi tertentu” terkait
kewenangan hakim menimbulkan multitafsir. Tidak jelas kondisi apa yang
dimaksud, sehingga menimbulkan ketidakpastian hukum.
Ketiga, ketentuan ini menjadikan hasil audit lembaga
lain selain BPK kurang diperhitungkan. Padahal, secara faktual, BPK tidak
selalu dapat menangani seluruh kasus dengan cepat karena keterbatasan sumber
daya.
SEMA No. 2 Tahun 2024: Penyempurnaan Baru
Untuk menjawab kelemahan tersebut, Mahkamah Agung pada
2024 mengeluarkan SEMA No. 2 Tahun 2024. Aturan ini menjadi penyempurnaan
sekaligus pedoman yang lebih jelas bagi aparat penegak hukum.
Rumusan SEMA baru menyebutkan:
- BPK
tetap menjadi lembaga konstitusional yang berwenang menyatakan adanya kerugian
negara.
- Instansi
lain seperti BPKP, Inspektorat, SKPD, dan akuntan publik bersertifikat tetap
berwenang melakukan audit. Hasil audit mereka dapat dijadikan dasar untuk
menentukan ada tidaknya kerugian negara.
- Hakim
secara tegas diberi kewenangan menilai kerugian negara beserta besarannya
berdasarkan fakta persidangan, tanpa lagi dibatasi dengan frasa “dalam kondisi
tertentu.”
Perubahan Penting dalam SEMA No. 2 Tahun 2024
Beberapa perubahan substansial yang dibawa SEMA No. 2
Tahun 2024 antara lain:
- Pengakuan
peran akuntan publik bersertifikat.
Kini, lembaga swasta profesional diakui sah dalam
melakukan audit. Hal ini memperluas sumber pembuktian, mempercepat pemeriksaan,
serta mendukung transparansi.
- Penguatan
kedudukan hasil audit lembaga lain.
Jika sebelumnya hanya BPK yang dianggap berwenang,
kini hasil audit BPKP, Inspektorat, atau akuntan publik dapat dijadikan dasar
penilaian kerugian negara. Dengan demikian, proses hukum lebih sederhana,
cepat, dan tidak lagi bergantung pada satu lembaga.
- Pemberian
kewenangan penuh kepada hakim.
Frasa multitafsir “dalam hal tertentu” dihapus. Hakim
berwenang menilai ada tidaknya kerugian negara serta menentukan jumlahnya
berdasarkan fakta persidangan. Ini memperkuat kepastian hukum sekaligus
mengurangi ambiguitas.
Implikasi Positif
SEMA No. 2 Tahun 2024 merupakan langkah maju yang
patut diapresiasi. Pedoman baru ini memperjelas mekanisme pembuktian kerugian
negara sekaligus memperluas ruang lingkup audit. Dengan adanya pengakuan
akuntan publik bersertifikat, pemeriksaan dapat dilakukan lebih cepat, efektif,
dan transparan.
Selain itu, penguatan kewenangan hakim memberi jaminan
kepastian hukum. Hakim tidak lagi terikat pada batasan multitafsir, sehingga
putusan pengadilan lebih konsisten, adil, dan responsif terhadap rasa keadilan
masyarakat.
SEMA ini juga berfungsi sebagai instrumen penting
dalam mencegah serta memberantas praktik penyalahgunaan keuangan negara.
Melalui audit yang lebih terbuka dan kewenangan hakim yang diperluas, peradilan
diharapkan lebih efektif, efisien, dan akuntabel.
Penutup
Lahirnya SEMA No. 2 Tahun 2024 sebagai pembaruan atas
SEMA No. 4 Tahun 2016 menunjukkan komitmen Mahkamah Agung dalam memperbaiki
sistem hukum, khususnya terkait penentuan kerugian negara. Aturan ini
menegaskan bahwa BPK tetap memegang peran utama, tetapi lembaga lain termasuk
akuntan publik bersertifikat juga diberi ruang untuk memperkuat mekanisme
audit.
Pada saat yang sama, hakim memperoleh kewenangan penuh
dalam menilai kerugian negara berdasarkan fakta persidangan. Hal ini memberikan
kepastian hukum lebih kuat sekaligus meningkatkan konsistensi putusan
pengadilan.
Dengan adanya kepastian mengenai lembaga audit dan
kewenangan hakim, praktik peradilan di Indonesia diharapkan mampu berjalan
lebih efektif, efisien, dan responsif terhadap kebutuhan keadilan masyarakat.
Keuangan negara sebagai instrumen vital pembangunan pun dapat lebih
terlindungi, sehingga tujuan kemanfaatan dan keadilan hukum benar-benar
tercapai.
Refrensi
Peraturan Perundang-undangan dan Putusan Pengadilan:
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003
tentang Keuangan Negara.
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004
tentang Perbendaharaan Negara.
Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004
tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara.
Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006
tentang Badan Pemeriksa Keuangan.
Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA)
No. 4 Tahun 2016 tentang Pemberlakuan Rumusan Hasil Rapat Pleno Kamar sebagai
Pedoman Pelaksanaan Tugas Pengadilan.
Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA)
No. 2 Tahun 2024 tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Pengadilan.
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor
25/PUU-XIV/2016 tentang Uji Materiil Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 Undang-Undang
Tindak Pidana Korupsi.
Buku dan Literatur Akademik:
Mardiasmo. Akuntansi Sektor Publik.
Yogyakarta: Andi, 2021.
Budi Santoso. Hukum Keuangan
Negara. Jakarta: Kencana, 2020.
Artikel Jurnal dan Publikasi:
Baca Juga: Akuntansi Forensik, Jurus Baru Pemberantasan Korupsi
Nurhayati, Sri. “Peran BPK dalam
Penegakan Hukum Tindak Pidana Korupsi di Indonesia.” Jurnal Hukum dan
Pembangunan, Vol. 49, No. 3, 2019.
Susanto, Eko. “Kewenangan Badan
Pemeriksa Keuangan dalam Penetapan Kerugian Negara.” Jurnal Konstitusi, Vol.
14, No. 4, 2017.
Untuk Mendapatkan Berita Terbaru Dandapala Follow Channel WhatsApp : Info Badilum MA RI