Cari Berita

Tok! MA Naikkan 3 Kali Lipat Vonis Pegawai Honorer yang Korupsi Dana KONI

article | Berita | 2025-09-16 11:15:36

Jakarta- Mahkamah Agung (MA) memperberat hukuman pegawai honorer Bani Purwoko dari 2 tahun penjara menjadi 6 tahun penjara. Staf pada Bagian Perencanaan Komite Olahraga Indonesia (KONI) Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah (Kalteng) itu terbukti korupsi lebih dari Rp 7 miliar.Hal itu tertuang dalam putusan kasasi yang dikutip DANDAPALA, Selasa (16/9/2025). Disebutkan kasus itu terjadi pada tahun anggaran 2021-2023. Pada tahun 2023, Bani Purwoko diangkat sebagai Bendahara.  “(Terdakwa) telah melakukan penyimpangan penggunaan dana hibah KONI Kabupaten Kotawirin Timur Tahun Anggaran 2021-2023,” demikian pertimbangan majelis hakim.Perbuatan tersebut dilakukan Saksi Ahyar dengan memerintahkan Bani Purwoko untuk melaksanakan tugas dan wewenang Bendahara. Seperti melakukan penarikan dana hibah, pembayaran dan membuat LPJ tanpa didasari Surat Penunjukan/Surat Kuasa yang sah dari Ketua dan Bendahara KONI Kabupaten Kotawaringin Timur, menyetujui pencairan dana hibah operasional dan cabor yang tidak sesuai dengan RAB, memerintahkan untuk melakukan pemotongan anggaran cabor, memerintahkan untuk mentransfer dana hibah kepada pengurus cabor Provinsi Kalteng, memerintahkan untuk melakukan mark up harga atas pengadaan medali PORPROV Kalteng XII tahun 2023, memerintahkan untuk melakukan mark up harga atas pengadaan Maskot PORPROV Kalteng XII tahun 2023, memerintahkan untuk membuat LPJ fiktif cabor atas pembelian sarana dan prasarana yang pembeliannya dilakukan oleh KONI Kabupaten Kotawaringin Timur.“Bahwa sementara Terdakwa tidak membuat rencana kerja organisasi KONI jangka panjang dan jangka pendek, tidak melaksanakan program perencanaan dan anggaran sebagaimana mestinya, tidak melakukan monitoring atas pelaksanaan program dan anggaran yang telah ditetapkan, melaksanakan tugas dan wewenang bendahara seperti melakukan penarikan dana hibah, melakukan pembayaran dan membuat Laporan Pertanggungjawaban tanpa didasari Surat Penunjukan/Surat Kuasa yang sah dari Ketua dan Bendahara KONI Kabupaten Kotawaringin Timur, selaku Bendahara, melakukan pembayaran atas pencairan Dana Hibah operasional dan cabang olahraga yang tidak sesuai dengan Rencana Anggaran Belanja (RAB),” bebernya Akibat perbuatan yang dilakukan oleh Terdakwa bersama-sama dengan Saksi Ahyar telah menimbulkan total kerugian keuangan negara sejumlah Rp 7.909.898.203.MA menyatakan Bani selaku staf dan bendahara KONI Kabupaten  Kotawaringin Timur mempunyai kewenangan antara lain melaksanakan kebijakan umum serta kebijakan Ketua Umum dalam urusan keuangan,perbendaharaan keuangan dan anggaran berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku, bertanggung jawab terhadap pembukuan, verifikasi, dan pengeluaran sesuai dengan peraturan yang berlaku serta bertanggung jawab terhadap penyusunan laporan keuangan secara periodik. “Akan tetapi Terdakwa malah melakukan penyimpangan dalam bentuk penyalahgunaan kewenangan. Keadaan ini mengakibatkan penggunaan dana hibah KONI Kabupaten Kotawaringin Timur TA 2021-2023 tidak sesuai sehingga mengakibatkan adanya kerugian keuangan Negara sebagai akibat obyektif dari rangkaian perbuatan Saksi Ahyar dan Terdakwa,” tegas majelis kasasi.Awalnya, Bani dihukum 1 tahun penjara di tingkat pertama. Lalu dinaikkan menjadi 2 tahun penjara oleh majelis tinggi. Oleh MA, hukuman Bani diperberat atas pertimbangan di atas tersebut.“Memperbaiki putusa mengenai pidana yang dijatuhkan kepada Terdakwa menjadi pidana penjara selama 6 tahun dan denda Rp 300 juta dengan ketentuan apabila pidana denda tidak dibayar maka diganti pidana kurungan selama 3 bulan,” demikian bunyi amar putusan yang diketok ketua majelis Yohanes Priyana dengan anggota Arizon Mega Jaya dan Noor Edi Yono.

Korupsi, Oh Korupsi: Dari Gerobak Bakso hingga Barang Bukti

article | Sidang | 2025-09-13 18:15:03

Jakarta- Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) menjadi salah satu ladang pembuktian bila korupsi di Indonesia menjadi titik akut. Korupsi itu telah menjalar di segala lini kehidupan masyarakat.Terkini, anggaran Kementerian Perdagangan (Kemendag) juga jadi ladang bancakan. Yaitu proyek gerobak UMKM seperti gerobak bakso, gerobak gorengan, gerobak kerajinan dan sebagainya. Proyek ini menggunakan APBN 2018-2019 dengan target pembuatan 7.200 gerobak. Nantinya akan disebar ke berbagai daerah di Indonesia. Nilai proyek lebih dari Rp 50 miliar. Ternyata, proyek ini bocor di sana-sini. Sejumlah orang diadili.  Berikut sejumlah nama yang terseret kasus itu:1.    Bambang WidiantoBambang adalah vendor proyek. Ia dihukum 9 tahun penjara dan pidana denda sebesar Rp 500 juta subsidair 6 bulan kurungan. Mashur juga dihukum membayar Uang Pengganti sebesar Rp 10,6 miliar. Hukuman ini di atas tuntutan jaksa yang menuntut Bambang dihukum 8 tahun penjara. Putusan itu diketok oleh ketua majelis Sunoto dengan anggota Eryusman dan Mulyono Dwi Purwanto pada Selasa (9/9/2025).  2.    MashurMashur adalah orang kepercayaan Bambang.  Ia akhirnya dihukum 7 tahun penjara. 3.    Putu Indra WijayaPutu adalah Kepala Bagian Keuangan Sekretaris Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan. Bukannya mengelola APBN dengan penung tanggung jawab, ia malah menjadi otak kebocoran anggaran. Akhirnya, Mahkamah Agung (MA) menghukum Putu selama 10 tahun penjara, sebelumnya Putu dihukum 9 tahun penjara. Putu dinilai terbukti bersalah dalam kasus korupsi pengadaan gerobak UMKM yang merugikan keuangan negara sejumlah Rp17 miliar dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Tak hanya itu, Putu juga dihukum untuk membayar uang pengganti sejumlah Rp17.135.000.000 (Rp17,1 miliar) dikompensasikan dengan barang bukti nomor 64.1, nomor 64.2, nomor 67.1 dan nomor 67.2."Sehingga sisa uang pengganti Rp16.935.000.000,00 (Rp16,9 miliar) subsider lima tahun penjara," ungkap ketua majelis kasasi, hakim agung Surya Jaya dengan anggota Ansori dan Ainal Mardhiah. Panitera Pengganti Syaeful Imam. Putusan tersebut diketok pada Senin, 9 Desember 2024.Selain itu, polah korupsi juga tidak hanya dihulu, tapi dihilir. Yaitu putusan pengadilan yang seharusnya dieksekusi dengan selurus-lurusnya, malah dibengkokan oleh jaksa eksekutor. Seperti dilakukan jaksa Akhmad Akhsya (33). Sebagai jaksa eksekutor, Azam harusnya mengembalikan barang bukti puluhan miliar ke korban investasi bodong sebagai mana putusan pengadilan.Namun dalam proses eksekusi, jaksa Azam malah main mata dengan pengacara korban sehingga Rp 11 miliar lebih bukannya kembali ke korban, tapi malah masu ke kantong jaksa Azam. Akhirnya, jaksa Azam diproses dan dituntut temannya sendiri selama 4 tahun penjara. Hakim PN Jakpus tidak sependapat dengan lamanya tuntutan dan memilih menjatuhkan hukuman 7 tahun penjara kepada jaksa Azam. Putusan itu kemudian diperberat di tingkat banding menjadi 9 tahun penjara.“Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Azam Akhmad Akhsya SH MH berupa pidan apenjara selama 9 tahun dikurangi selama terdakwa berada dalam tahanan dan pidana densa sebesar Rp 500 juta subsidair 5 bulan kurungan,” demikian bunyi putusan PT Jakarta yang dikutip DANDAPALA.Putusan itu diketok oleh ketua majelis Teguh Harianto dengan majelis Budi Susilo dan Hotma Maya Marbun. Putusan itu diketok siang ini. Sebelumnya, Azam dihukum 7 tahun penjara oleh Pengadilan Tipikor pada PN Jakpus.“Membebankan kepada terdakwa Azam Akhmad Akhsya SH MH untuk membayar uang pengganti sejumlah Rp 11,7 miliar,” ucap majelis.Jika tidak membayar uang pengganti selama 1 bulan maka harta bendanya dilelang. Bila tidak cukup menutup maka diganti penjara selama 5 tahun. Lalu apa alasan majelis hakim memperberat hukuman Azam?“Terdakwa Azam sebagai jaksa yang diberi kewenangan sebagai Jaksa Penuntut Umum dalam perkara investasi bodong dan setelah putusan perkara berkekuatan hukum tetap terdakwa ditunjuk jadi jaksa eksekutor. Dalam pelaksanan tuganys tersebut, terdakwa terbukti telah menguntungkan diri sendiri secara melawan hukum dengan menyalahgunakan kekuasannya sebagai JPU dan jaksa eksekutor pelaksanaan putusan dengan cara meminta ‘uang pengertian’ kepasa para kkuasa hukum korban sebesar Rp 11,7 milar,” ucap majelis.Vonis di atas memperbanyak daftar korupsi di berbagai lini di Indonesia. Sebelumnya korupsi juga terbukti di sektor timah, maskapai penerbangan Garuda, Pertamina, Antam, sektor militer, pajak, perbankan, suap legislator, proyek e-KTP, proyek Alquran, proyek gedung ibadah, proyek pasar, proyek perumahan, hingga anggaran desa yang ditilep Kades.

PN Pekanbaru Vonis Eks Pj Walkot 5,5 Tahun Bui di Kasus Korupsi APBD

article | Sidang | 2025-09-11 10:45:43

Pekanbaru - Pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru menjatuhkan hukuman kepada mantan Penjabat Wali Kota Pekanbaru, Riau, Risnandar Mahiwa selama 5,5 tahun penjara. Risnandar terbukti bersalah melakukan korupsi APBD 2024. "Menjatuhkan pidana kepada terdakwa Risnandar Mahiwa tersebut, oleh karena itu dengan pidana penjara 5 tahun dan 6 bulan," demikian bunyi amar putusan yang dikutip dari SIPP PN Pekanbaru, Kamis (11/9/2025)/Vonis dibacakan langsung ketua majelis hakim Delta Tamtama, dalam sidang yang digelar pada Rabu (10/9) kemarin. Hakim Delta menyatakan Risnandar Mahiwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara berlanjut dan berdiri sendiri, sebagaimana dakwaan kumulatif pertama dan kedua penuntut umum.Hakim juga menghukum Risnandar untuk membayar denda Rp 300 juta. Dengan ketentuan apabila tidak dibayar diganti pidana kurungan selama 4 bulan.Kemudian, hakim turut menjatuhkan pidana tambahan kepada terdakwa Risnandar Mahiwa untuk membayar uang pengganti Rp 3,8 miliar lebih. Namun, hakim juga memperhitungkan soal penyitaan yang telah dilakukan baik dari diri terdakwa Risnandar dan juga istrinya, sebesar Rp 3,6 miliar lebih. Artinya, Risnandar hanya perlu membayar sisa uang pengganti sekitar Rp 200 jutaan saja.  “Jika sisa uang pengganti tak dibayar paling lama 1 bulan setelah putusan inkrah atau berkekuatan hukum tetap, maka harta bendanya dapat disita jaksa untuk dilelang guna menutupi uang pengganti tersebut. Jika terpidana tidak memiliki harta benda untuk membayar sisa uang pengganti, maka dapat dipidana dengan pidana penjara selama 1 tahun,”ujarnya.

PN Jakpus Vonis Vendor 9 Tahun Penjara Gegara Korupsi Gerobak UMKM

article | Sidang | 2025-09-10 10:45:24

Jakarta- Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) menjatuhkan vonis 9 tahun penjara kepada Bambang Widianto. Adapun Mashur dihukum 7 tahun penjara. Keduanya merupakan vendor gerobak UMKM Kementerian Perdagangan (Kemendag).Kasus bermula saat Kemandag membuat proyek pengadaan gerobak UMKM tahun anggaran 2018-2019. Seperti gerobak bakso, gerobak gorengan dan lain sebagainya. Nantinya akan disebar ke berbagai daerah di Indonesia. Nilai proyek lebih dari Rp 50 miliar. Ternyata, proyek ini bocor di sana-sini. Sejumlah orang diadili. Salah satunya Bambang dan Mashur selaku vendor yang membuat gerobak itu. Akhirnya Bambang-Mashur divonis bersalah.“Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa BAMBANG WIDIANTO dengan pidana penjara selama 9 (sembilan) tahun dan pidana denda sebesar Rp 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah) dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar maka diganti dengan pidana kurungan selama 6 (enam) bulan,” demikian bunyi putusan PN Jakpus yang dikutip dari SIPP PN Jakpus, Rabu (10/9/2025).Putusan itu diketok oleh ketua majelis Sunoto dengan anggota Eryusman dan Mulyono Dwi Purwanto pada Selasa (9/9) kemarin. Majelis menilai terdakwa bersalah melanggar pasal 2 ayat 1 UU Tipikor. Majelis juga menghukum Bambang membayar uang pengganti sebesar yang dikorupsinya.“Menjatuhkan pidana tambahan kepada Terdakwa untuk membayar uang pengganti sebesar Rp 10.661.395.300 dengan ketentuan jika Terpidana tidak membayar uang pengganti paling lama dalam waktu 1 bulan sesudah putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, maka harta bendanya dapat disita oleh Jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut, dalam hal Terpidana tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti, maka dipidana dengan pidana penjara selama 4 tahun,” bebernya.

PN Jakpus Tolak Eksepsi Susy-Jimmy Masrin di Kasus Korupsi LPEI

article | Sidang | 2025-09-02 14:25:15

Jakarta- Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN) Jakpus) menolak eksepsi Susu Mira Dewi Sugiarto dan Jimmy Masrin. PN Jakpus menilai materi eksepsi sudah memasuki pokok perkara.“Menyatakan keberatan Penasihat Hukum Terdakwa II Susi Mira Dewi Sugiarta dan Terdakwa III Jimmy Masrin tersebut tidak dapat diterima. Memerintahkan kepada Penuntut Umum untuk melanjutkan pemeriksaan perkara pidana Nomor 69/Pid.Sus-Tpk/2025/PN Jkt.Pst atas nama para Terdakwa tersebut,” demikian bunyi putusan sela yang dikutip DANDAPALA, Selasa (2/9/2025).Adapun terdakwa I yang dimaksud adalah Newin Nugroho tetapi tidak mengajukan eksepsi. Putusan sela itu diketok oleh ketua majelis Brelly Yuniar Dien Wardi Haskori dengan anggota I Wayan Yasa, Edward Agus, Nofalinda Arianti dan Hiashinta F Manalu.Berikut sebagian pertimbangan putusan sela itu:Majelis Hakim berpendapat untuk menentukan siapa yang lebih dulu harus dimintai pertanggungjawabannya, apakah Terdakwa I, Terdakwa II dan Terdakwa III Jimmy Masrin (cluster swasta), atau Dwi Wahyudi dan Arif Setiawan (cluster penyelenggara negara atau LPEI) yang penuntutannya dilakukan secara terpisah, adalah merupakan kewenangan diskresional Penuntut Umum, namun demikian Surat Dakwaan Penuntut Umum dalam perkara a quo secara gamblang telah menyebutkan perbuatan para Terdakwa adalah dilakukan bersama-sama dengan Dwi Wahyudi selaku Direktur Pelaksana I LPEI dan Arif Setiawan selaku Direktur Pelaksana IV LPEI yang dilakukan penuntutan secara terpisah, demikian juga di dalam Tanggapan/Pendapat Penuntut Umum yang menyebutkan terhadap pihak LPEI (Dwi Wahyudi selaku Direktur Pelaksana I LPEI danArif Setiawan selaku Direktur Pelaksana IV LPEI) telah dilakukan Penyidikan.  Artinya pertanggungjawaban pidana atas perkara a quo juga dibebankan oleh Penuntut Umum kepada oknum pelaku dari pihak LPEI;Menimbang bahwa dengan demikian tidak ada perlakuan diskriminatif atau ketimpangan perlakuan penuntutan antara para Terdakwa dengan oknum pelaku yang berasal dari organ LPEI yaitu Dwi Wahyudi dan Arif Setiawan yang saat ini juga sedang dalam proses penyidikan. Lebih dahulu atau belakangan hanya berkenaan dengan waktu, bukan berhubungan dengan adanya perlakuan Istimewa yang didapat oleh pihak-pihak tertentu yang dapat menimbulkan rasa tidak adil;Menimbang bahwa berdasarkan uraian pertimbangan tersebut di atas, Majelis Hakim berpendapat materi Nota Pembelaan/Eksepsi Penasihat hukum Terdakwa III tersebut tidak beralasan dan tidak bersifat eksepsional, sehingga tidak diterima dan keberadaannya haruslah dikesampingkan;Sebagaimana diketahui, Newin adalah Presdir PT Petro Energy, Susu adalah Direktur PT Petro Energy dan Jimmy adalah Direktur PT Caturkarsa Megatunggal/Komut PT Petro Energy. Mereka didakwa Bersama-sama melakukan tindak pidana korupsi Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) dengan kerugian negara mencapai Rp 900 miliar lebih.

Ketua PT Jateng Dukung Optimalisasi Follow the Money-Follow the Asset

article | Berita | 2025-08-28 20:00:38

Semarang- Ketua Pengadilan Tinggi Jawa Tengah (PT Jateng) M Hatta menyatakan perlu langkah lebih efektif dalam pemberantasan tindak pidana korupsi. Yaitu dengan melakukan pendekatan Follow The Asset and Follow The Money.“Pendekatan tradisional dianggap belum efektif memulihkan kerugian negara, sehingga muncul metode seperti Follow the Money dan Follow the Asset yang menekankan pelacakan aliran dana maupun aset hasil kejahatan,” kata M Hatta, Kamis (28/8/2025).Hal itu disampaikan saat menjadi narasumber di Seminar Nasional HUT Kejaksaan RI ‘Optimalisasi Pendekatan Follow The Asset Dan Follow The Money Melalui Deferred Prosecution Agreement Dalam Penanganan Perkara Pidana’. Menurut M Hatta, Deferred Prosecution Agreement (DPA) sebagai mekanisme alternatif dalam penanganan tindak pidana korporasi di Indonesia. “Latar belakangnya adalah perkembangan kejahatan modern seperti korupsi, pencucian uang, dan pelanggaran regulasi keuangan yang menuntut pendekatan baru dalam sistem peradilan pidana,” ujarnya.DPA hadir untuk memungkinkan penyelesaian perkara secara lebih cepat, efisien, dan dengan melibatkan kerja sama korporasi, sambil tetap menjamin kepatuhan hukum dan pemulihan kerugian akibat tindak pidana.“DPA dalam RUU KUHAP diatur sebagai perjanjian penundaan penuntutan yang hanya berlaku bagi tindak pidana oleh korporasi,” ujarnya.Peran pengadilan sangat penting karena bertindak sebagai pengawas dan penguji agar proses DPA transparan dan akuntabel. Hakim diberi kewenangan menilai kesesuaian syarat perjanjian dengan peraturan perundang-undangan, proporsionalitas sanksi, dampak terhadap korban dan masyarakat, serta kemampuan korporasi dalam memenuhi kewajiban. “Jika perjanjian dipenuhi, perkara dapat dihentikan tanpa penuntutan lebih lanjut, namun jika gagal, penuntutan berlanjut. DPA dipandang sebagai terobosan hukum yang tidak hanya fokus pada penghukuman, tetapi juga pada pemulihan aset, kepastian hukum, serta perubahan budaya kepatuhan dalam internal korporasi,” pungkasnya. 

Peras Pengusaha Rp 2 M, Eks Kepala BPOM Bandung Dibui 4 Tahun

article | Sidang | 2025-08-26 08:40:53

Jakarta- Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarat Pusat (PN Jakpus) menjatuhkan hukuman 4 tahun penjara kepada mantan Kepala BPOM Bandung, Sukriadi Darma (46). Ia terbukti memeras pengusaha miliaran rupiah.“Menyatakan Terdakwa SUKRIADI DARMA secara sah dan meyakinkan terbukti bersalah melakukan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana dalam Dakwaan Kesatu Penuntut Umum, melanggar pasal 12 huruf e Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Menjatuhkan pidana kepada terdakwa SUKRIADI DARMAdengan pidana penjara selama 4 (empat) Tahun,” demikian amar putusan Pengadilan Tipikor pada PN Jakpus sebagaimana dikutip dari SIPP PN Jakpus, Selasa (26/8/2025).Putusan itu diketok oleh ketua majelis Eryusman dengan anggota Rios Rahmanto dan Dr Ida Ayu Mustikawati.Majelis menilai keadaan yang memberatkan yaitu Terdakwa tidak mendukung program pemerintah dalam rangka Penyelenggaraan Negara Yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN). Adapun keadaan yang meringankan  yaitu Terdakwa bersikap sopan, Terdakwa mempunyai tanggungan keluarga, dan Terdakwa dalam keadaan sakit autoimun yang memerlukan pengobatan intensif.“Terdakwa sudah mengembalikan uang kepada FICTOR KUSUMAREJA,” ucap majelis. Berikut pertimbangan majelis: 1. Bahwa pada tahun 2019 FICTOR KUSUMAREJA melakukan pengurusan izin PT. AOBI Tangerang kepada terdakwa SUKRIADI DARMA sebagai Kepala Balai Besar Pengawasan Obat dan Makanan Serang yang masuk dalam catchment Area BPOM Serang, selanjutnya berdasarkan Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan RI Nomor KP.06.01.1.2.03.22.104 tanggal 8 Maret 2022 terdakwa SUKRIADI DARMA pindah tugas  sebagai Kepala Balai Besar Pengawasan Obat dan Makanan Bandung;2. Bahwa pada bulan Desember 2022 terdakwa SUKRIADI DARMA menghubungi FICTOR KUSUMAREJA untuk bertemu di Rumah Makan Pagi Sore Pantai Indak Kapuk, Jakarta Utara, pada saat itu terdakwa SUKRIADI DARMA meminta uang kepada FICTOR KUSUMAREJA sebanyak Rp. 2.500.000.000 untuk mengurus permasalahan pribadinya agar tidak terkena hukuman disiplin, akan tetapi FICTOR KUSUMAREJA menyampaikan tidak mempunyai uang, namun terdakwa SUKRIADI DARMA tetap meminta FICTOR KUSUMAREJA untuk mencicil sebesar Rp1.500.000.000 namun FICTOR KUSUMAREJA tidak mau. Setelah pertemuan tersebut terdakwa  SUKRIADI DARMA masih tetap terus menerus menghubungi FICTOR KUSUMAREJA dan meminta uang tersebut dan FICTOR KUSUMAREJA tidak menyanggupinya;3. Bahwa pada awal Januari 2023 terdakwa SUKRIADI DARMA kembali menghubungi FICTOR KUSUMAREJA dan kembali meminta uang Rp 1.000.000.000 dengan mengatakan kepada FICTOR KUSUMAREJA "SUDAH ADA BELUM? SAKSI BUTUH CEPAT DAN SUDAH JANJI SAMA ORANG" dan pada saat itu FICTOR KUSUMAREJA menjawab tidak ada;4.  Bahwa selanjutnya pada tanggal 01 Februari 2023 terdakwa SUKRIADI DARMA kembali menghubungi FICTOR KUSUMAREJA, YANG sedang berada di kantor di PT. AOBI Kec. Jatiuwung Kota Tangerang Prop. Banten, selanjutnya terdakwa SUKRIADI DARMA kembali meminta uang sebanyak Rp 1.000.000.000 kepada FICTOR KUSUMAREJA, dan atas telpon terdakwa SUKRIADI DARMA yang secara terus-menerus meminta uang kepada FICTOR KUSUMAREJA mengakibatkan FICTOR KUSUMAREJA menjadi tertekan dan takut kepada terdakwa SUKRIADI DARMA sehingga FICTOR KUSUMAREJA yang merasa tertekan dan takut kemudian pada hari itu mentrasfer uang Rp1.000.000.000 kepada terdakwa SUKRIADI DARMA.5.  Bahwa terdakwa SUKRIADI DARMA setelah menerima uang trasferan sebesar Rp1.000.000.000  dari FICTOR KUSUMAREJA tetap kembali menghubungi FICTOR KUSUMAREJA dan kembali meminta uang sebesar Rp500.000.000.- namun FICTOR KUSUMAREJA tidak menyanggupi permintaan tersebut. 6. Bahwa atas telpon terdakwa SUKRIADI DARMA yang terus meminta uang tersebut, membuat FICTOR KUSUMAREJA takut dan tertekan sehingga  menceritakan kepada SETYA DWI HARYANTO, dan selanjutnya pada bulan Maret 2023 FICTOR KUSUMAREJA melaporkan terdakwa SUKRIADI DARMA yang meminta uang sebesar Rp1.000.000.000 kepada Inspektur Il BPOM RI YUDIANTO.7.  Bahwa atas laporan dari FICTOR KUSUMAREJA terkait permintaan uang sebesar Rp1.000.000.000  oleh terdakwa SUKRIADI DARMA tersebut, kemudian pada bulan April 2023 Tim Inspektorat BPOM melakukan konfirmasi kepada FICTOR KUSUMAREJA di Kantor PT. AOBI Tangerang;8.  Bahwa setelah mengetahui adanya permintaan keterangan oleh Tim Inspektorat BPOM kepada FICTOR KUSMAREJA, terdakwa SUKRIADI pada tanggal 14 April 2023 menghubungi FICTOR KUSUMAREJA dan meminta bukti transfer sebesar Rp1.000.000.000  dan mengatakan kepada FICTOR KUSUMAREJA untuk menyamarkan pemberian uang Rp1.000.000.000 seolah-olah untuk pembelian rumah terdakwa SUKRIADI DARMA di Manado yang senyatanya tidak ada transaksi tersebut serta utang piutang .9.  Bahwa terdakwa SUKRIADI DARMA pada saat menjabat sebagai kepala BPOM selain meminta uang sebesar Rp 1.000.000.000 kepada FICTOR KUSUMAREJA telah dan sering melakukan permintaan uang kepada FICTOR KUSUMAREJA.10. Bahwa terdakwa tidak melaporkan penerimaan uang-uang terebut yang berasal dari FICTOR KUSUMAREJA kepada KPK karena merupakan uang pinjaman terdakwa11. Bahwa pada April 2024 pada saat telah adanya pemeriksaan dari Kepolisian selanjutnya terdakwa ada mengembalikan uang pinjaman Rp 2.000.000.000.- kepada FICTOR KUSUMAREJA.

Utamakan Kepentingan Negara, PN Jakpus Tolak Gugatan Artha Graha di Kasus Timah

article | Sidang | 2025-07-14 19:55:51

Jakarta- Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) menolak permohonan keberatan PT Bank Artha Graha Internasional Tbk terhadap penyitaan aset PT Refined Bangka Tin (RBT) yang dilakukan Kejaksaan. Penyitaan itu terkait kasus korupsi timah.”Dalam pokok perkara. Menolak permohonan keberatan dari Pemohon Keberatan  untuk seluruhnya,” kata ketua majelis hakim Sunoto, S.H.,M.H. dalam sidang di Gedung PN Jakpus, Jalan Bungur Raya, Jakpus, Senin (14/7/2025).Permohonan keberatan itu tercatat dengan Nomor 2/Keberatan-Pid.Sus.TPK/2025/PN.Jkt.Pst. Adapun anggota majelis yaitu Purwanto Abdullah, S.H., M.H., dan hakim ad hoc Novalinda Arianti, S.H., M.H. Majelie menyatakan bahwa Bank Artha Graha tidak memiliki kedudukan hukum (legal standing) sebagai pihak ketiga yang beritikad baik. Dalam permohonannya, Artha Graha mengklaim mendapat kerugian akibat penyitaan itu sebesar Rp 223 miliar dan USD 11 juta. Kasus ini bermula dari dugaan korupsi tata niaga timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk periode 2015-2022. Direktur Utama PT RBT, Suparta, didakwa menerima aliran dana sebesar Rp 4,57 triliun dari skema korupsi yang merugikan negara hingga Rp 300 triliun.Skema korupsi dilakukan dengan cara membeli bijih timah dari penambang ilegal melalui perusahaan boneka, kemudian menjualnya kepada PT Timah Tbk menggunakan cek kosong. Suparta bersama Harvey Moeis (perwakilan PT RBT) dan Reza Andriansyah (Direktur Pengembangan Usaha PT RBT) membentuk jaringan perusahaan untuk menyamarkan transaksi ilegal tersebut.Mengapa Bank Artha Graha Menjadi Pihak?Bank Artha Graha memberikan fasilitas kredit kepada PT RBT sejak 2016 dengan total pinjaman Rp 137 miliar dan USD 11 juta. Sebagai jaminan, PT RBT menyerahkan fidusia atas seluruh mesin, peralatan, dan aset produksi kepada bank.Yang menarik perhatian adalah waktu pemberian kredit. Pengalihan kepemilikan PT RBT kepada Suparta terjadi pada 8 Agustus 2016, sementara perjanjian jaminan fidusia baru dibuat pada 21 Oktober 2016, atau hanya selang 2 bulan 13 hari.Dalam persidangan, kuasa hukum Bank Artha Graha, Dr. Hamdan Zoelva (mantan Ketua Mahkamah Konstitusi), bersama tim advokat dari ZOELVA & PARTNERS berpendapat bahwa aset yang disita seharusnya diserahkan kepada bank sebagai pemegang jaminan fidusia, bukan dirampas untuk negara.Tiga Alasan Hakim Menolak Permohonan Artha Graha1. Artha Graha Bukan Pemilik Sah AsetMajelis hakim menegaskan bahwa Bank Artha Graha hanya pemegang jaminan fidusia, bukan pemilik aset. Berdasarkan UU Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, kepemilikan barang tetap berada pada pemberi fidusia (PT RBT), sedangkan penerima fidusia hanya memiliki hak jaminan. "Pengertian dari 'barang pihak ketiga' dalam Pasal 19 UU Pemberantasan Korupsi adalah barang milik pihak ketiga selaku pemilik langsung," kata majelis hakim dalam pertimbangannya.2. Melanggar Prinsip Kehati-hatian BankPengadilan menilai Bank Artha Graha telah melanggar prinsip kehati-hatian (prudential banking principle) yang diatur dalam UU Perbankan. Bank dinilai gagal melakukan pemeriksaan yang teliti sebelum memberikan kredit kepada PT RBT. Empat kesalahan yang dilakukan bank:- Tidak melakukan pemeriksaan mendalam (due diligence) terhadap legalitas operasi PT RBT- Tidak memverifikasi RKAB (Rencana Kerja dan Anggaran Biaya) yang wajib ada dalam sektor pertambangan- Memberikan kredit besar dalam waktu singkat setelah perubahan kepemilikan perusahaan- Tidak mengawasi penggunaan kredit dengan baik“Saksi dari Bank Artha Graha, Hendi Juhendi, mengakui bahwa pihak bank tidak melakukan pengecekan terhadap RKAB, padahal dokumen ini sangat penting dalam industri pertambangan,” urai majelis.3. Terkait dengan Tindak Pidana Korupsi Meskipun Bank Artha Graha tidak didakwa dalam kasus korupsi, majelis hakim menilai bank memiliki keterkaitan faktual dengan tindak pidana yang dilakukan Suparta. Keterkaitan ini terlihat dari: - Pemberian fasilitas kredit yang melegitimasi operasi ilegal PT RBT- Kelalaian mengawasi aset jaminan yang digunakan untuk kegiatan melawan hukum- Menerima keuntungan berupa bunga dari hasil yang sebagian berasal dari korupsiDalam putusan ini, majelis hakim menerapkan asas ‘lex specialis systematis’ dengan mengutamakan UU Pemberantasan Korupsi atas UU Jaminan Fidusia. Pengadilan menggunakan tiga prinsip hukum:1.     Lex Specialis Derogat Legi Generali: UU Pemberantasan Korupsi yang khusus mengalahkan UU Jaminan Fidusia yang umum.2.     Lex Posterior Derogat Legi Priori: UU Pemberantasan Korupsi (diubah 2001) lebih baru daripada UU Jaminan Fidusia (1999).3.     Asas Kepentingan Umum: Kepentingan pemulihan kerugian negara lebih penting daripada kepentingan bank sebagai kreditor.“Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 25/PUU-XIV/2016 yang menyatakan bahwa pemberantasan korupsi memiliki nilai konstitusional penting, sehingga pemulihan kerugian negara harus diutamakan,” beber majelis.Salah satu pertimbangan penting majelis hakim adalah perbedaan yang sangat besar antara kerugian negara dengan klaim bank. Kerugian negara mencapai Rp 4,57 triliun, atau lebih dari 20 kali lipat dari total klaim Bank Artha Graha sebesar Rp 223 miliar plus USD 11 juta."Terdapat ketidakseimbangan yang signifikan antara kepentingan pemohon dengan kepentingan negara," tulis majelis hakim dalam pertimbangan putusan.Selain itu, putusan ini memberikan pelajaran penting bagi industri perbankan Indonesia. Bank tidak bisa lagi hanya mengandalkan jaminan fidusia tanpa memastikan legalitas operasi debitur.“Terutama untuk sektor berisiko tinggi seperti pertambangan,” urai majelis,Selain itu, majelis hakim juga menyatakan bank wajib melakukan pemeriksaan menyeluruh (enhanced due diligence) yang mencakup:- Verifikasi dokumen izin operasional sektor tertentu- Pemeriksaan latar belakang pemilik dan manajemen- Pengawasan berkelanjutan terhadap kegiatan debitur- Analisis risiko reputasi dan hukumUntuk kredit di sektor pertambangan, kehutanan, dan infrastruktur, bank harus lebih berhati-hati. Jaminan fidusia tidak otomatis melindungi bank jika aset tersebut terlibat dalam kegiatan melawan hukum.Berdasarkan putusan, aset PT RBT yang tetap disita dan dirampas untuk negara meliputi:Kendaraan:- 1 unit Toyota Alphard (B 2748 SID)- 1 unit Mitsubishi Pajero Sport (BN 1 RBT)- 1 unit sepeda motor Kawasaki Tracker (BN 4026 QF)- 1 unit sepeda motor Vario 150 (BN 2064 QH)Produk Timah:- Balok timah kualitas ekspor- 82 logam timah kasar dari berbagai tanur produksi- 11 Jumbo Bag dan 5 balok Crude Tin (total 13.850 kg)- 15 Bundle balok aluminium (total 15.111 kg)- 11 Jumbo Bag scrap aluminium (total 2.385 kg)Kompleks Pabrik:Seluruh smelter PT RBT di Jelitik, Bangka, termasuk 29 unit peralatan produksi (tanur listrik, pompa, crane, forklift) dan 26 kendaraan operasional pabrik.   “Menyatakan Penyitaan dan Perampasan Barang Bukti Obyek Keberatan sebagaimana tercantum di dalam Putusan Tingkat Banding perkara tindak pidana korupsi Nomor 4/Pid.Sus-TPK/2025/PT DKI tanggal 13 Februari 2025 Jo Putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 72/Pid.Sus-TPK/2024/PN Jkt Pst tanggal 23 Desember 2025, adalah sah menurut hukum,” putus majelis dengan suara bulat. (asp/asp)

Korupsi dan Kekuasaan

article | Opini | 2025-06-26 09:05:58

SEJAWARAN Inggris, Lord Acton pada abad ke-19 melontarkan pernyataan masyhur yang dicatat hingga sekarang yaitu ‘kekuasaan cenderung korup’ atau lengkapnya ‘power tends to corrupt, and absolute power corrupts absolutely’. Di mana pada era itu, Inggris berada dalam zaman kegelapan korupsi. Untuk mencegahnya, maka kekuasaan itu kemudian dibatasi. Seperti lewat election, birokrasi, hukum administrasi, hingga delik pidana. Irisan antara korupsi dan kekuasaan seperti keping uang logam, yaitu kekuasaan adalah uang logam tersebut. Satu muka keping adalah keping kemanfaatan, dan satu muka lainnya adalah keping korupsi. Keping kekuasaan itu tidak hanya menyimpan sisi terang, juga sisi suram nan gelap. Sekali keping kekuasaan itu disalahgunakan, maka yang terlihat adalah sisi korupsi. Tapi bila keping kekuasaan itu bersih, maka yang muncul adalah muka keping kemanfaatan bagi masyarakat. Kegelisahan akan kekuasaan yang cenderung melahirkan korupsi sudah muncul jauh sebelum Lord Acton menyatakan hal tersebut di atas. Pada era Yunani dan Romawi kuno, korupsi didefinisikan tidak hanya untuk tindakan suap belaka. Tapi juga sudah didefinisikan sebagai perbuatan pejabat publik yang hidup foya-foya, kolusi, hingga kemerosotan moral. Yunani kuno yang menginisiasi demokrasi perwakilan juga terjangkit korupsi elektoral akut. Akhirnya korupsi merusak sendi-sendi negara dan peradaban Yunani - Romawi kuno runtuh.Belakangan, Max Webar mengerucutkan definisi korupsi yaitu dari kemerosotan moral menjadi korupsi adalah penyelewengan mandat. Dan mandat yang dimaksud adalah mandat rakyat yang diserahkan kepada negara.Di era modern, kekuasaan itu bisa terjelma dalam lembaga publik atau lembaga privat yang berasal dari hak publik. Lembaga publik secara sederhana tersalurkan dalam lembaga yudikatif, eksekutif, dan legislatif. Sedangkan kekuasaan lembaga privat yang berasal dari hak publik terjelma dalam BUMN.Seiring waktu, kekuasaan itu melahirkan modus dan tindakan korupsi yang semakin rapi. Locus delicti juga lintas negara. Korupsi ‘beli putus’ kini menjadi modus yang kuno. Korupsi kini dirancang sedemikian rupa oleh agen-agen kekuasaan dengan melibatkan berbagai institusi kelembagaan yang melahirkan korupsi kekuasaan: kekuasaan eksekutif, kekuasaan legislatif hingga kekuasaan yudikatif. Dari hulu ke hilir, dari perencanaan hingga eksekusi. Hukum pidana yang membatasi diri pada ‘unsur delik’ akhirnya harus berkejar-kejaran dengan korupsi yang dibalut kekuasaan. Artdijo Alkostar menyebut dalam berbagai putusannnya sebagai kejahatan 'korupsi politik', yaitu perbuatan yang dilakukan pejabat publik yang memegang kekuasaan politik tetapi kekuasaan politik itu digunakan sebagai alat kejahatan.Kekuasaan publik di sektor ekonomi juga diakali dengan dibalut kedok keperdataan. Bermodal secarik kertas perjanjian/kontrak, kekayaan alam Indonesia ramai-ramai dirampok oleh korporasi yang berkelindan dengan pejabat publik.  Padahal, Pasal 33 UUD 1945 menyatakan bahwa bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan digunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Jangan sampai negara hanya menjadi penonton saat rumahnya digarong.Oleh sebab itu, lahirlah berbagai peraturan pemberantasan korupsi yang sengaja dilahirkan untuk membunuh nafsu kekuasaan yang korup. Bahkan, ketika delik kekuasaan korup itu belum sempurna pun, yaitu baru bermufakat jahat saja, sudah bisa dikenakan delik korupsi.Maka sudah tepat dengan 7 jenis tindak pidana korupsi saat ini yang berlaku dalam UU Tipikor. Yaitu penyalahgunaan wewenang, suap, penggelapan dalam jabatan, pemerasan, perbuatan curang, benturan kepentingan dalam pengadaan, dan gratifikasi. Bila diperas lagi menjadi dua pohon besar korupsi yaitu penyahgunaanwewenang dan bribery. Serta sejumlah perbuatan lain yang disamakan dengan korupsi. Pemberantasan korupsi itu pada akhirnya berujung di Pengadilan Tipikor berupa putusan hakim yang berkepastian hukum, berkeadilan hukum dan berkemanfaatan hukum dengan bertujuan guna mengontrol jalannya kekuasaan agar tidak korup, baik di lavel nasional atau pun di daerah. Oleh sebab itu, sudah selayaknya hakim/hakim ad hoc dan aparatur Pengadilan Tipikor mendapatkan hak-hak yang sepadan dalam menjalankan tugasnya yang sangat berat tersebut.Apalagi, palu hakim/hakim adhoc tipikor lah yang menentukan pengembalian kerugian keuangan negara ribuan triliun Rupiah hasil korupsi kekuasaan tersebut. Selain itu, penentu akhir silang pendapat antar lembaga audit soal kerugian negara kini di tangan hakim. Yaitu sesuai Perma Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 4 Tahun 2016 tentang Pemberlakuan Rumusan Hasil Rapat Pleno Kamar Mahkamah Agung Tahun 2016. Tertulis yaitu:“Instansi yang berwenang menyatakan ada tidaknya kerugian keuangan Negara adalah Badan Pemeriksa Keuangan yang memiliki kewenangan konstitusional sedangkan instansi lainnya seperti Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan/Inspektorat/Satuan Kerja Perangkat Daerah tetap berwenang melakukan pemeriksaan dan audit pengelolaan keuangan negara namun tidak berwenang menyatakan atau men-declare adanya kerugian keuangan negara. Dalam hal tertentu Hakim berdasarkan fakta persidangan dapat menilai adanya kerugian negara dan besarnya kerugian negara”.Oleh sebab itu, selain membuat efek jera dengan memberikan hukuman pidana badan secara maksimal, mengembalikan kerugian keuangan/perekonomian negara dengan maksimal juga merupakan salah satu cara agar kekuasaan yang dikorup kembali ke jalan yang benar yaitu mandat rakyat. Sebagai penutup, menarik menyitir kembali tulisan sastrawan Prancis, Voltaire dalam novelnya, Candide (1759):"Di negeri ini lebih baik membunuh seorang laksamana dari waktu ke waktu untuk memotivasi laksamana-laksamana lain (dans ce pays-ci, il est nom de tuer de temps en temps un amiral pour encourager les autres) ," (asp)

Pengadilan Tipikor Jakarta, Antara Beban Kerja Vs Efektivitas Penegakan Hukum

article | Opini | 2025-06-03 10:00:58

Jakarta- Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) tengah menghadapi dilema serius yang mengancam efektivitas penegakan hukum anti-korupsi di Indonesia. Kasus penundaan sidang mantan Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong pada 6 Februari 2025 bukanlah sekadar insiden biasa. Melainkan cerminan dari krisis struktural yang lebih mendalam: ketidakseimbangan antara beban kerja hakim dengan kapasitas yang tersedia.Gambaran konkret tentang tekanan yang akan dihadapi Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat dapat dilihat dari berbagai alur perkara yang sedang dan akan berjalan. Selain kasus impor gula yang kompleks, data April-Mei 2025 menunjukkan tsunami perkara yang akan menghantam PN Jakarta Pusat: Kasus-kasus besar yang sedang/akan ditangani:- Kasus Impor Gula: 11 terdakwa (Tom Lembong, Charles Sitorus, plus 9 tersangka baru)- Kasus PDNS Kominfo: 5 tersangka termasuk eks Dirjen Aptika dengan kerugian negara ratusan miliar rupiah- Kasus Pertamina: Dugaan korupsi tata kelola minyak mentah periode 2018-2023 dengan kerugian Rp 193,7 triliun- Kasus LPEI: 5 tersangka dengan potensi kerugian Rp 11,7 triliun yang sedang ditangani KPK- Kasus Bank Jatim: Dugaan korupsi pemberian kredit yang ditangani Kejati JakartaBelum lagi ratusan kasus korupsi lainnya yang sedang dalam tahap penyelidikan dan penyidikan.  Dengan komposisi 18 hakim yang akan bertambah menjadi 23 hakim, beban kerja per hakim tetap akan sangat tinggi, mengingat kompleksitas masing-masing perkara yang melibatkan ratusan saksi, ribuan dokumen, dan analisis hukum yang mendalam.Profesionalisme dan dedikasi para hakim tipikor di PN Jakarta Pusat—baik hakim karir, ad hoc, maupun detasering—di tengah keterbatasan sumber daya dan ketimpangan kompensasi patut diapresiasi. Namun, apresiasi verbal tidaklah cukup. Kita membutuhkan reformasi struktural yang komprehensif untuk membangun sistem peradilan anti-korupsi yang efektif, berkeadilan, dan berkelanjutan.Keberadaan hakim yang masih harus bekerja hingga larut malam menunjukkan bahwa permasalahan beban kerja lebih kompleks dari sekadar jumlah personel. Dibutuhkan pendekatan holistik yang mencakup reformasi manajemen perkara, sistem kompensasi, dan dukungan teknis untuk memastikan bahwa pengadilan tipikor dapat menjalankan fungsinya secara optimal.Ketika kita menuntut integritas dan kinerja optimal dari para hakim tipikor, kita juga harus memastikan bahwa sistem memberikan dukungan, perlindungan, dan kompensasi yang proporsional. Tanpa pendekatan holistik ini, pemberantasan korupsi hanya akan menjadi ‘proyek heroik’ yang bertumpu pada pengorbanan individu-individu berintegritas, bukan sistem yang kuat dan berkelanjutan.Reformasi sistem peradilan tipikor bukan semata demi kesejahteraan para hakim, melainkan demi tegaknya keadilan substantif dan efektivitas pemberantasan korupsi jangka panjang. Dalam upaya menegakkan keadilan, sistem peradilan kita sendiri harus terlebih dahulu menjadi cerminan keadilan bagi para penegaknya.Sunoto,S.H.,M.,H.(Hakim PN Jakpus/Pengadilan Tipikor Jakarta) 

Kenalkan Gilbert Hutauruk, Fisikawan yang Dilantik Jadi Hakim Ad Hoc Tipikor

article | Berita | 2025-05-23 14:20:10

Palu- Ketua Pengadilan Negeri (PN) Palu, Sulawesi Tengah (Sulteng) Chairil Anwar melantik Gilbert Hutauruk menjadi Hakim Ad Hoc Tipikor. Dengan bergabungnya Gilbert menjadi bagian Korps Cakra itu, semakin beragam hakim ad hoc yang baru dilantik itu. “Semoga bapak bisa menjaga integritas, menjaga marwah MA, dan PN Palu atau PN mana pun tempat di mana ditugaskan, dan agar tetap hidup dengan gaya hidup sederhana,” kata PN Palu Chairil Anwar berpesan usai melantik Gilbert, Jumat (23/5/2025).Rekam Jejak Gilbert HutaurukGilbert menyelesaikan pendidikan hukum di Fakultas Hukum UI. Tidak hanya itu, Gilbert Hutauruk menyelesaikan S2 nya dalam ilmu yang bertolakbelakang dari Fakultas Hukum yaitu Pasca Sarjana di Jurusan Fisika ITB. Tak cukup di situ, Gilbert juga menyelesaikan Pendidikan S2 dari Program Pascasarjana Psikologi Industri dan Organisasi di Pascasarjana FPsi UI. Bidang keahlian Fisikanya tersebut banyak dimanfaatkan ketika bekerja di sebuah perusahaan migas besar.Selama bekerja di perusahaan migas, Gilbert Hutauruk banyak mengerjakan berbagai aktivitas perminyakan seperti menghitung potensi produksi blok-blok migas, menghitung lossess di kilang minyak dan dalam pengapalan termasuk bila terjadi down-grade, kebutuhan logistic yang optimal dalam suatu proses pengilangan (refinery). Meski sudah agak lama ditinggalkan, hingga saat ini masih mampu memprediksi apakah suatu blok migas masih potensial atau hanya tinggal air dan angin saja di dalamnya. Kelemahan tentang hal ini sering mengakibatkan rugi bagi perusahaan migas yang membeli blok migas. Terlepas dari apakah itu rugi murni atau rugi yang sengaja diabaikan.Gilbert mengawali karirnya sebagai Scientific Programmer dan kelak berada pada tugas-tugas managerial.Selain kenyang pengalaman di bidang migas, ia juga pernah sekian tahun bekerja di rumah sakit besar di Jakarta membawahi bidang IT. Bahkan ketika terjadi heboh 1 Januari 2000 atau yang dikenal dengan Y2K, Gilbert Hutauruk lah penanggung jawabnya ketika itu. Mungkin satu-satunya praktisi IT yang tidak terpengaruh dengan berbagai berita negatif dan menakutkan tentang 1 Januari 2000 tersebut. Sebelumnya banyak berita bermunculan bahwa pesawat akan jatuh, uang di bank akan hilang dan sebagainya. Malah ada kekhawatiran bahwa pada 9 September 1999 akan terjadi petaka besar karena kode 999 digunakan sebagai end-of-data. Meski pun demikian, pria asal Bandung ini tidak khawatir karena tahu betul posisi 999 itu berada di posisi mana. Sehingga tidak berakibat end of data yang akan menghentikan semua proses. Karena demikian banyaknya berita-berita negative yang muncul ketika itu, Gilbert Hutauruk menuliskannya dalam artikel opini di Media Indonesia pada 1998 dengan judul “Milllenium Bug Begitu Menakutkan kah?”.Gilbert memang senang menulis. Ketika terjadi kasus atau sengketa bayi tertukar di sebuah RSUD di Jakarta pada 1996, Ia memberi solusi dengan menulis artikel di Koran Kompas dengan judul “Menentukan Anak Kandung Dengan Uji Mitokondria”. Selain itu untuk yang terkait bidang fisika, dia juga pernah menulis artikel “Antara PLTN dan SSC” di Kompas pada 1996 yang lalu. Tulisan ini bercerita tentang mudarat dan kerugian serta potensi korupsi di PLTN.Dalam bidang hukum, Gilbert banyak menangani sengketa perbankan, lelang dan berbagai hal terkait. Selain itu banyak juga diminta membantu rekan-rekannya di bidang kepailitan, maritim, arbitrase, kontrak-kontrak bisnis, sengketa lingkungan hidup, dan pertanahan. Gilbert menambah banyak latar belakang profesi yang dilantik sebagai hakim ad hoc tipikor. Sebelumnya ada yang memiliki background ASN, akuntan, ekonomi hingga jurnalis. Ada juga yang memiliki Sarjana Teknik, selain Sarjana Hukum. (asp/asp)

Panitera Pengganti PN Semarang Kiki Dilantik Jadi Hakim Ad Hoc Tipikor

article | Berita | 2025-05-20 11:40:26

Palangka Raya- Pagi ini menjadi sesuatu yang baru bagi Fransisca Kiki Damayanti. Bila sebelumnya ia duduk di belakang meja hakim mencatat jalannya persidangannya sebagai panitera penngganti, maka kini ia resmi duduk di meja hakim.Hal itu seiring dirinya dilantik menjadi Hakim Ad Hoc Tipikor pada Pengadilan Negeri Palangka Raya, Kalimantan Tengah (Kalteng), Selasa (20/5) pukul 09.00 waktu setempat. Ia dilantik oleh Ketua PN Palangka Raya, Ricky Ferdinand. Sebelum dilantik, Kiki merupakan Panitera Pengganti Pengadilan Negeri (PN) Semarang. “Harapan saya dengan menjadi hakim ad hoc tipikor maka bisa memberantas korupsi dan berpartisipasi membangun negeri,” kata Kiki kepada DANDAPALA, Selasa (20/5/2025).Proses menjadi hakim ad hoc bukan proses yang mudah. Sejumlah ujian dilalui Kiki, baik tertulis, wawancara hingga assessment. Saat ujian itu, ia lulus dengan peringkat pertama untuk ujian 2024 periode kedua.Selain itu, ikut dilantik juga di tempat yang sama Iryana Margahayu sebagai hakim ad hoc tipikor. Sebelum dilantik, Iryana adalah Direktur di sebuah lembaga negara di Jakarta. Iryana menjadi hakim ad hoc setelah melalui proses ujian yang sangat menantang pada 2024 periode pertama.Dengan dilantiknya Kiki dan Iryana, maka menambah keragaman latar belakang hakim ad hoc tipikor. Tercatat ada 3 mantan anggota milter yang dilantik dan diambil sumpahnya. Yaitu Kolonel (Purn) Estiningsih yang disumpah menjadi hakim ad hoc tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Makassar pada Rabu (30/4) kemarin. Saat berdinas di militer, Estiningsih adalah seorang oditur (jaksa) militer. Ada juga Kolonel Laut (Purn) Lutfi Adin Affandi yang disumpah menjadi hakim ad hoc tipikor dan bertugas di PN Denpasar. Sebelumnya ia adalah Polisi Militer Angkatan Laut (Pomal) dengan jabatan terakhir Direktur Pembinaan Penyelidikan Kriminal dan Pengamanan Fisik Pusat Polisi Militer Angkatan Laut. Selain itu, Lutfi yang menyandang gelar Doktor itu juga sebagai dosen di Universitas Pertahanan. Yang ketiga adalah Kolonel Khairul Rizal yang  disumpah sebagia hakim ad hoc pada Jumat (2/5) dan ditempatkan di PN Pangkalpinang. Sebelumnya, Khairul Rizal adalah hakim Pengadilan Militer.Selain itu, ada juga hakim ad hoc tipikor yang berlatar belakang ASN. Di antaranya adalah Yefni Delfitri yang menjadi hakim ad hoc tipikor di PN Bengkulu. Sebelumnya, Yefni adalah ASN di lingkungan Mahkamah Agung (MA) dengan jabatan terakhir Sekretaris Pengadilan Tinggi (PT) Bandung. “Saya harap kepada yang dilantik untuk senantiasa menjunjung tinggi nilai integritas dan profesionalitas dalam menjalankan tugas sebagai Hakim Ad Hoc Tipikor,” kata Ketua PN Bengkulu, Agus Hamzah di Aula PN Bengkulu saat melantik Yefni, Jumat (2/5).Keberagaman lain terlihat dengan disumpahnya Yusuf Gutomo yang memiliki latar belakang notaris. Ia diambil sumpah sebagai hakim ad hoc tipikor pada PN Tanjung Pinang pada Rabu (30/4) kemarin. Sebelum menjadi hakim ad hoc tipikor, alumnus Universitas Brawijaya, Malang, itu merupakan notaris di Batam.Nama Muhammad  Ibnu Mazjah juga memiliki latar belakang yang berbeda dengan yang lainnya. Tercatat ia pernah menjadi anggota Komisi Kejaksaan RI periode 2019-2024. Selain itu, pemegang gelar Doktor itu juga masih aktif sebagai dosen dan mengajar di sejumlah perguruan tinggi. Pada Rabu (30/4) lalu, Muhammad  Ibnu Mazjah secara resmi menjadi hakim ad hoc tipikor usai disumpah oleh Ketua PN Manado, Achmad Peten Sili.Profesi dengan latar belakang  hukum lainnya yang disumpah menjadi hakim yaitu dari kalangan advokat. Tercatat sejumlah nama yaitu Abdul Hadi Muchlis yang menjadi hakim ad hoc tipikor di PN Makassar, Herman Sjafridjadi yang menjadi hakim ad hoc tipikor di PN Pangkalpinang dan Risa Sylvia yang ditempatkan di PN Samarinda. Tercatat juga dua mantan advokat dari Aceh yaitu Arif Hamdani dan Zul Azmi yang ditempatkan di tanah kelahiannya yaitu di Pengadilan Tipikor pada PN Banda Acah. Adapun mantan advokat dari Padang, Imra Leri Wahyuli diambil sumpah dan dilantik menjadi hakim ad hoc tipikor di PN Pangkalpinang bersama Khairul Rizal.Adapun Abdur Rachman Iswanto diambil sumpah dan ditempatkan di PN Palangkaraya pada Jumat (2/5) kemarin. Abdur Rachman Iswanto sebelumnya adalah advokat yang memiliki kantor di Jakarta. Sedangkan mantan advokat Supraptiningsih diambil sumpah dan bertugas di PN Kupang bersama Bibik Nuruddja. Nah, Bibik selain berlatar belakang sebagai advokat, ia juga seorang aktivis perempuan dan anak.Dua orang hakim ad hoc tipikor yang ditempatkan di PN Ternate, Edy Syapran dan Teguh Suroso juga sama-sama memiliki latar belakang sebagai advokat. Selain itu, Teguh juga tercatat pernah menjadi Ketua Cabang Asosiasi Advokat Surakarta dan Ketua Pusbakum AAI Surakarta. Ada juga Mas Muanam yang dilantik sebagai hakim ad hoc tipikor pada PN Bengkulu. Sebelumya, pria pemegang gelar doktor itu adalah hakim ad hoc Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) pada PN Jakpus selama dua periode. Adapun Andi Saputra bisa jadi memiliki latar belakang paling berbeda dari yang lainnya yaitu seorang jurnalis hukum. Tercatat ia sudah melakukan kerja-kerja jurnalistik dan menulis berbagai isu hukum, khususnya isu-isu pengadilan, di sebuah media online di Jakarta sejak 2006 silam. Selain itu, Andi Saputra juga ikut menginisiasi lahirnya Ikatan Wartawan Hukum (Iwakum) yang kini sudah berbadan hukum dan terdaftar di Kementerian Hukum. Andi Saputra diambil sumpah oleh Ketua PN Jakpus, Hendri Tobing pada Rabu (30/4) lalu dan ditugaskan pengadilan yang kantor yang beralamat di Jalan Bungur Raya, Jakpus itu. (asp/asp)

Lantik 2 Hakim Ad Hoc Tipikor, Ketua PN Bengkulu Tekankan Integritas

article | Berita | 2025-05-02 17:20:30

Bengkulu-Ketua Pengadilan Negeri (PN) Bengkulu, Agus Hamzah menekankan integritas dalam menjalankan tugas. Hal itu disampaikan saat melantik dua hakim ad hoc Tipikor, Yefni Delfitri dan Mas Muanam.“Saya harap kepada yang dilantik untuk senantiasa menjunjung tinggi nilai integritas dan profesionalitas dalam menjalankan tugas sebagai Hakim Ad Hoc Tipikor.,” kata Agus Hamzah di Aula PN Bengkulu Kelas IA, Jumat (2/5/2025).Pelantikan itu dihadiri oleh Wakil Ketua PN Bengkulu, seluruh hakim, Aparatur Sipil Negara (ASN), Pegawai Pemerintah Non Pegawai Negeri (PPNPN), serta tamu undangan lainnya. Agus Hamzah juga menekankan pentingnya menjaga kepercayaan publik terhadap lembaga peradilan.“Melalui sikap yang jujur, adil, dan bertanggung jawab,” ungkapnya.Dengan jabatan baru itu, Yefni Delfitri- Mas Muanam akan mengadili perkara khusus tindak pidana korupsi.  Acara berlangsung khidmat dan lancar. Acara kemudian ditutup dengan pemberian ucapan selamat oleh seluruh hadirin dan sesi foto bersama.Untuk diketahui, hakim ad hoc tipikor Yefni Delfitri berlatar belakang ASN di lingkungan Mahkamah Agung (MA). Jabatan terakhir yaitu sebagai Sekretaris Pengadilan Tinggi (PT) Bandung. Sedangkan Mas Muanam sebelumnya adalah hakim ad hoc Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus). Mas Muanam menjadi hakim ad hoc PHI tersebut selama dua periode (10 tahun). Baik Yefni Delfitri dan Mas Muanam merupakan dua dari 24 hakim ad hoc yang lolos seleksi tahun 2024.  Mereka berhasil bersaing dengan ratusan pelamar yang berlatar belakang profesi beragam. Dari advokat, mantan jaksa, ASN, pegawai pengadilan, hingga dosen.(asp/asp)

Korupsi Berjamaah, Kades & 7 Aparat Desa di Jatim Ini Ramai-ramai Masuk Penjara

article | Sidang | 2025-04-28 12:00:18

Surabaya- Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Jawa Timur (Jatim) menjatuhkan hukuman penjara Kades Sawoo, Ponorogo, dan sejumlanh pamong desanya. Pangkalnya, mereka menarik uang segel dari warga dengan dalih untuk memperlancar proses pembuatan SHM.Mereka yang duduk di kursi pesakitan adalah:Kades Sawoo SarionoSekdes Sawoo, SuyitnoKasi Pemerintahan Desa Sawoo, SujadiKamituwo Dukuh Sawoo Krajan, Djoko SiswantoKamituwo Dukuh Kleso, MudjionoKamituwo Dukuh Kacangan, Fadjar SusenoKamituwo Dukuh Ngemplak, Purwo WidodoKamituwo Dukuh Kocor, Djemuri“Dalam kurun waktu tahun 2021 dan tahun 2022, perangkat Desa Sawoo mengajak masyarakat Desa Sawoo Kecamatan Sawoo melalui kamituwo di lima dukuh untuk membuat segel tanah,” demikian bunyi pertimbangan putusan PN Surabaya yang dikutip DANDAPALA, Senin (28/4/2025).Pungutan itu dengan dalih segel tanah tersebut nantinya akan digunakan sebagai salah satu syarat pengajuan program PTSL untuk pembuatan sertifikat masal/PTSL. Sehingga masyarakat berbondong-bondong untuk membuat segel terhadap tanah miliknya.“Baik itu untuk tanah yang didapat dari hibah, jual beli atau waris dan untuk mengetahui persyaratan dalam pembuatan segel tersebut masyarakat desa menghubungi para kamituwo setempat,” ungkap majelis.Menimbang, bahwa setelah berkas pemohonan segel terkumpul maka Suyitno selaku Sekretaris Desa Sawo melakukan cek kelengkapannya dan meneliti persyaratan permohonan apakah sudah benar atau belum. Nilai sudah benar sesuai ketentuan maka surat segel tersebut dibuat sekaligus diberi nomor register. Lalu diproses untuk disidangkan.“Dalam acara sidang segel tersebut, Kepala Desa membacakan hasil ketikan surat segel. Sebelumnya masyarakat yang akan mengurus segel telah menyiapkan uang yang dimasukkan dalam amplop dengan jumlah bervariasi,” beber majelis.Di persidangan, masing-masing  terdakwa mengakui telah menerima uang dari masyarakat Desa Sawoo yang mengajukan permohonan segel dengan jumlah nominal yang berbeda. Yaitu berkisar Rp 300 ribu sampai Rp 500 ribu.“Pemberian uang dari masyarakat pemohon segel di Desa Sawoo tersebut atas inisiatif dari masyarakat dan tidak ada paksaan dari pihak Perangkat Desa Sawoo karena masyarakat beranggapan dan menyadari benar bahwa pemberian tersebut karena ada hubungannya dengan jabatan Perangkat Desa Sawoo termasuk Para Terdakwa selaku Kamituwo dan Staff Kamituwo, dan pemberian tersebut sudah menjadi kebiasaan Masyarakat Desa Sawoo yang menganggap setiap mengajukan segel atau surat yang lain harus memberikan sejumlah uang kepada perangkat desa agar permohonannya dapat diproses,” urai majelis.Atas perbuatan itu, mereka dinyatakan melanggar pasal 11 UU Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Akhirnya mereka dijatuhi hukuman selama:Kades Sawoo Sariono dihukum 3 tahun penjara dengan denda Rp 50 juta subsidair 2 bulan kurungan.Sekdes Sawoo, Suyitno dihukum 2,5 tahun penjara dengan denda Rp 50 juta subsidair 2 bulan kurungan.Kasi Pemerintahan Desa Sawoo, Sujadi dihukum 2 tahun penjara dengan denda Rp 50 juta subsidair 2 bulan kurungan.Kamituwo Dukuh Sawoo Krajan, Djoko Siswanto dihukum 2 tahun penjara dengan denda Rp 50 juta subsidair 2 bulan kurungan.Kamituwo Dukuh Kleso, Mudjiono dihukum 2 tahun penjara dengan denda Rp 50 juta subsidair 2 bulan kurungan.Kamituwo Dukuh Kacangan, Fadjar Suseno dihukum 2 tahun penjara dengan denda Rp 50 juta subsidair 2 bulan kurungan.Kamituwo Dukuh Ngemplak, Purwo Widodo dihukum 2 tahun penjara dengan denda Rp 50 juta subsidair 2 bulan kurungan.Kamituwo Dukuh Kocor, Djemuri dihukum 2 tahun penjara dengan denda Rp 50 juta subsidair 2 bulan kurungan.Untuk lima terdakwa terakhir, diadili oleh ketua majelis Darwanto dengan anggota Fiktor Panjaitan dan Alex Cahyono. Adapun panitera pengganti Sikan. (asp/asp)

Robohnya Dinding Pagar PN Pagaralam

photo | Berita | 2025-02-26 09:05:16

Pagaralam - Hujan deras yang melanda wilayah Kota Pagaralam menyebabkan dinding pagar kantor PN Pagaralam roboh pada Selasa (25/2/2025).  “Sekitar 10 meter pagar dinding samping dan belakang roboh, “ jelas Andi Wilham, Ketua PN Pagaralam.Bangunan yang terletak di Komplek Perkantoran Gunung Gere Kota Pagaralam, Sumsel merupakan perbukitan yang rawan longsor. “Pelayanan tidak terganggu, tanaman warga yang tertimpa runtuhan pagar telah terselesaikan, dan mitigasi resiko kami tingkatan,” jelas Ketua yang sudah tiga tahun berdinas di PN Pagaralam. (SEG)

PN Semarang Batalkan Dakwaan Jaksa di Kasus Korupsi KSP

article | Sidang | 2024-12-19 20:05:41

Semarang - Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Semarang membatalkan dakwaan jaksa penuntut umum (JPU) dalam kasus korupsi dengan terdakwa Rasmidi. Putusan itu dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi (PT) Semarang.Kasus bermula saat Kejaksaan Negeri (Kejari) Banjarnegara mendakwa Rasmidi dalam dugaan kasus Koperasi Simpan Pinjam (KSP) terkait dana bantuan dari Kementerian Keuangan. Terdakwa didakwa dengan dakwaan campuran, yaitu:Primair:Perbuatan Terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18  UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.Subsidair:Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 3 jo Pasal 18 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.AtauKedua :Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 8 Jo Pasal 18 UU Pemberantasan Tindak Pidana KorupsiAtauKetiga :Perbuatan Terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 9 jo Pasal 18 UU Pemberantasan Tindak Pidana KorupsiAtauKeempat:Perbuatan Terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 10 jo Pasal 18 UU Pemberantasan Tindak Pidana KorupsiAtas dakwaan itu, penasihat hukum terdakwa mengajukan keberatan/eksepsi. Gayung bersambut. Ekspesi dikabulkan majelis Pengadilan Tipikor pada PN Semarang. Berikut putusan sela yang dibacakan PN Semarang pada 13 November 2024:Menyatakan keberatan dari Penasihat Hukum Terdakwa Ramsidi Bin Kartamiarji (Alm) tersebut diterima; Menyatakan surat dakwaan Penuntut Umum Nomor Register Perkara: PDS-02/BNA/Ft.1/10/2024 tanggal 3 Oktober 2024 batal    demi hukum;Mengembalikan berkas perkara ini kepada Penuntut Umum;Memerintahkan Terdakwa dibebaskan dari tahanan seketika setelah putusan ini diucapkan;Membebankan biaya perkara kepada negara.
Atas putusan itu, JPU mengajukan perlawanan. Tapi majelis tinggi bergeming.“Memutuskan. Menyatakan perlawanan Penuntut Umum tidak dapat diterima,” demikian bunyi putusan PT Semarang yang dikutip dandapala dari direktori putusan MA, Kamis (19/12/2024).Putusan itu diketok pagi ini oleh ketua majelis Sugeng Hiyanto. Sedangkan hakim anggota yaitu Muhammad Djundan dan Suryanti.“Menguatkan Putusan Sela Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Semarang Nomor 79/Pid.Sus-TPK/2024/PN Smg tanggal 13 November 2024 yang diajukan perlawanan tersebut. Membebankan biaya perkara kepada negara,” demikian bunyi amar banding tersebut. (ASP/WI)