Pematang Siantar, Medan – Pengadilan Negeri (PN) Pematang Siantar menjatuhkan vonis dibawah ketentuan minimum khusus terhadap seorang pembeli narkotika. “Menyatakan Terdakwa Rian Maulana Arisandi terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana tanpa hak atau melawan hukum membeli Narkotika golongan I, Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa pidana penjara salama 3 tahun dan 6 bulan serta denda 1 Milyar rupiah dengan ketentuan apabila tidak dibayar diganti dengan pidana penjara selama 3 bulan,” ucap Majelis Hakim yang diketuai Kristanto Prawiro Josua Siagian, didampingi Johannes Edison Haholongan dan Roni Alexandro Lahagu, dalam sidang yang digelar Kamis, (6/11/2025).
Dalam fakta persidangan penangkapan terhadap terdakwa diawali dari informasi masyarakat mengenai adanya seseorang yang membawa narkotika di kawasan Jalan Narumonda, Kelurahan Karo, Kecamatan Siantar Selatan, Kota Pematang Siantar. Menindaklanjuti laporan tersebut, petugas kepolisian segera melakukan penyelidikan dan menangkap terdakwa yang baru saja memperoleh narkotika jenis sabu sekitar lima menit sebelum penangkapan, tepatnya pada pukul 22.25 WIB. Dari hasil pemeriksaan, diketahui bahwa pada malam yang sama, sekitar pukul 22.00 WIB, terdakwa memesan sabu kepada seseorang bernama Putra melalui pesan aplikasi WhatsApp. Keduanya sepakat untuk bertemu di tepi Jalan Narumonda, tepat di depan sebuah doorsmer. Dalam pertemuan singkat itu, terdakwa menyerahkan uang sebesar Rp250 ribu dan menerima satu paket kecil sabu sebagai gantinya.
Atas perbuatan tersebut, Majelis Hakim berkesimpulan Terdakwa telah membeli Narkotika jenis sabu. Mengenai lamanya pidana Majelis Hakim tidak sependapat dengan penuntut umum. Dalam pertimbangan hukumnya, majelis hakim Pengadilan Negeri Pematang Siantar menyatakan secara tegas bahwa Pasal 114 ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika ditujukan dengan menyasar pelaku peredaran gelap narkotika berupa sindikat/jaringan yang pola pengederannya telah tersistem.
Baca Juga: PT Palembang Perberat Hukuman Bandar Sabu dari 20 Tahun Bui Jadi Vonis Mati!
“Dimana pada sistem tersebut dikehendaki agar narkotika yang telah dibeli kemudian dijual kembali, baik dalam bentuk kemasan yang telah diubah sedemikian rupa (dipecah) maupun dengan harga yang menguntungkan penjualnya layaknya suatu sistem ekonomi pasar, yaitu sistem yang memiliki tahapan produksi dan distribusi yang masif hingga produk tersebut sampai kepada konsumen sebagai tujuan akhir dalam peredaran ini, sehingga dengan menggunakan analisis tersebut diatas, maka pelaku yang telah membeli narkotika dalam pasal ini adalah mereka yang membeli dengan maksud untuk mengedarkan kembali narkotika tersebut ke pihak lain dengan tujuan memperoleh keuntungan,” ujar majelis hakim dalam pertimbangan putusannya.
Dalam pertimbangan hukumnya, dipersidangan Majelis Hakim menegaskan pembelian Narkotika oleh Terdakwa dengan berat bersih 0,23 (nol koma dua tiga) gram adalah untuk dikonsumsi. “Jumlah yang mana menurut Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 4 tahun 2010 juncto SEMA Nomor 3 tahun 2015 juncto SEMA Nomor 1 tahun 2017 tergolong sebagai jumlah untuk pemakaian 1 (satu) hari, sehingga merujuk pada ketentuan SEMA tersebut, terhadap Terdakwa dapat digolongkan sebagai Penyalahguna sepanjang disertai dengan hasil tes urine yang positif,” tambah Majelis Hakim.
Selain itu, Majelis Hakim menyoroti tidak adanya berita acara hasil pemeriksaan urine dalam berkas perkara. “Majelis Hakim menilai ketiadaan hasil pemeriksaan urine merupakan bentuk pengabaian terhadap hak Terdakwa memperoleh kebenaran materiil dari perkara yang didakwakan kepadanya, sehingga tidak disertakannya hasil tes urine haruslah dipandang sebagai kekuranglengkapan dalam penyidikan, dan tidak bisa sekalipun dibebankan kepada Terdakwa yang secara fakta persidangan melakukan pembelian shabu untuk tujuan konsumsi pribadi,” tegas Majelis Hakim.
Majelis hakim juga mempertimbangkan bahwa terdakwa pernah dipidana sebelumnya karena penyalahgunaan narkotika, dan telah mengaku sepuluh kali membeli sabu dari orang yang sama untuk dikonsumsi, tanpa pernah menjual atau terlibat dalam jaringan peredaran.
Dalam pertimbangannya, majelis akhirnya menjatuhkan pidana dengan menyimpangi ketentuan minimum khusus sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Narkotika. ”Dengan mempedomani Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 3 tahun 2023 yang menyebutkan bahwa “dalam hal Terdakwa yang didakwa Pasal 114 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia No. 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika dengan barang bukti sesuai SEMA Nomor 4 tahun 2010 juncto SEMA Nomor 3 tahun 2015 juncto SEMA Nomor 1 tahun 2017, maka Hakim dapat menjatuhkan pidana dengan menyimpangi ancaman pidana penjara minimum khusus,” Tutup Majelis Hakim.
Melalui pertimbangannya, Majelis Hakim juga menilai sejumlah hal yang memberatkan dan meringankan dalam menjatuhkan putusan terhadap terdakwa.
“Perbuatan terdakwa tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan peredaran gelap narkotika, menimbulkan keresahan di masyarakat, serta terdakwa pernah dihukum dalam perkara yang sama,”
ujar majelis hakim mengenai hal-hal yang memberatkan.
Baca Juga: Jalan Keadilan Itu Bernama Harmonisasi Yurisprudensi dan SEMA Perdata
Sementara itu, dalam hal yang meringankan, majelis mempertimbangkan bahwa terdakwa menyesali perbuatannya, masih berusia muda, dan merupakan tulang punggung keluarga.
Atas putusan tersebut, para pihak masih memiliki waktu untuk menempuh upaya hukum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. (zm/ldr)
Untuk Mendapatkan Berita Terbaru Dandapala Follow Channel WhatsApp : Info Badilum MA RI