Bajawa, Nusa Tenggara Timur. Seorang petani berusia 27 tahun bernama Wenslaus Geo alias Owen asal Niomutu, Kabupaten Nagekeo didakwa melakukan tindak pidana penganiayaan dan dituntut pidana penjara selama 5 bulan.
Berdasarkan rilis yang diterima Tim DANDAPALA, kasus tersebut bermula pada malam 23 Desember 2024, sekitar pukul 19.30 WITA, korban Fransisko Bose Barut alias Cae diundang oleh Boy untuk minum moke bersama. Mereka ditemani oleh beberapa rekan, termasuk terdakwa Wenslaus Geo alias Owen. Acara minum moke berlangsung hingga larut malam. Setelah beberapa botol habis, sekitar pukul 23.00 WITA, Juliano Kevin Nebo alias Kevin datang dan ikut bergabung. Ketegangan mulai muncul ketika korban merasa ia diberi porsi minum lebih banyak dibanding yang lain. Perselisihan pun pecah antara korban dan Kevin, disertai kata-kata bernada tinggi dan ancaman melempar ponsel.
Situasi memanas hingga korban mengayunkan HP ke arah Kevin namun tidak mengenai. Kevin lari, diikuti korban yang hendak mengejar, namun dicegah oleh tuan rumah. Boy kemudian meminta korban pulang karena sudah mabuk. Korban pun pergi dengan emosi masih membara, lanjut rilis tersebut.
Baca Juga: Penerapan Keadilan Restoratif Bagi Pelaku Dewasa Melalui Mekanisme Diversi
Namun, sesaat setelah tiba di lorong menuju rumahnya, korban diserang dari arah belakang oleh terdakwa Owen, yang memukul kepala korban dua kali dengan sebatang kayu yang terdapat paku berkarat di ujungnya. Korban terjatuh hingga mengalami luka terbuka pada daerah kepala sebelah kiri.
Menyikapi kejadian tersebut, bagaimana sikap majelis hakim?
Jumat (16/5) Majelis hakim Pengadilan Negeri Bajawa menjatuhkan pidana 5 bulan penjara dengan masa percobaan 9 bulan, yang artinya pidana tidak dijalani kecuali jika terdakwa melakukan tindak pidana lain selama masa percobaan. Hakim juga memerintahkan Terdakwa dibebaskan dari tahanan segera setelah putusan ini diucapkan dan untuk barang bukti berupa bilah bambu dipakai memukul korban dimusnahkan, serta membebankan biaya perkara sebesar 5 ribu rupiah.
Dalam persidangan, Majelis Hakim yang diketuai oleh Yossius Reinando Siagian dengan anggota hakim I Kadek Apdila Wirawan dan Yoseph Soa Seda, menyatakan bahwa unsur pidana penganiayaan dalam Pasal 351 ayat (1) KUHP telah terbukti secara sah dan meyakinkan.
Meski demikian, hakim telah mempertimbangkan secara komprehensif terutama sejumlah fakta bahwa Terdakwa menyesali perbuatannya dan telah meminta maaf, Terdakwa merupakan tulang punggung keluarga, sementara orang tuanya dalam kondisi sakit dan telah terjadi perdamaian dengan korban berdasarkan mekanisme keadilan restoratif (restorative justice) sesuai Perma No. 1 Tahun 2024.
Baca Juga: Wujudkan Peradilan Inklusif, PN Bajawa Berkolaborasi Dengan SLB Negeri Bajawa
"Majelis Hakim telah berhasil melaksanakan upaya keadilan restoratif sebagaimana ketentuan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2024 tentang Pedoman Mengadili Perkara Pidana berdasarkan Keadilan Restoratif sehingga Korban Fransisko Bose Barut alias Cae dan Terdakwa sudah saling memaafkan di persidangan dan telah mengajukan kesepakatan perdamaian berupa Surat Perdamaian tanggal 10 April 2025," bunyi salah satu pertimbangan Majelis Hakim.
"Majelis Hakim berpendapat tindak pidana yang dilakukan oleh Terdakwa haruslah dipidana yang sesuai dengan tujuan pemidanaan yang mana tujuan pemidanaan bukanlah semata-mata merupakan tindakan pembalasan atau balas dendam maupun penjeraan melainkan pemidanaan kepada Terdakwa sebagai usaha preventif dan represif agar Terdakwa dapat merenungkan perbuatan selanjutnya dikemudian hari, lebih tegas pidana yang dijatuhkan ini bukan untuk menurunkan derajat Terdakwa sebagai manusia, akan tetapi lebih bersifat edukatif dan motivatif agar Terdakwa tidak akan mengulangi untuk melakukan perbuatan tersebut lagi," tutup I Kadek Apdila Wirawan dalam rilis tersebut. (IKAW/LDR)
Untuk Mendapatkan Berita Terbaru Dandapala Follow Channel WhatsApp : Info Badilum MA RI