Meureudu, Aceh. Pengadilan Negeri (PN) Meureudu, Aceh berhasil
menerapkan Restorative Justice (RJ) atau keadilan restoratif dalam perkara
pidana penadahan.
”Menyatakan terdakwa terbukti bersalah dan menjatuhkan
pidana penjara selama enam bulan. Namun, pidana tersebut ditetapkan tidak perlu
dijalani oleh terdakwa, kecuali apabila di kemudian hari dengan suatu putusan
hakim ditentukan lain atas dasar terpidana melakukan tindak pidana sebelum berakhirnya
masa percobaan selama satu tahun,” bunyi putusan yang diucapkan terbuka untuk
umum oleh Ketua Majelis Hakim Mukhtaruddin Ammar, dengan anggota Wigati Taberi
Asih dan Laila Almira, Rabu 3/9.
Dengan ketentuan ini, terdakwa diberikan kesempatan untuk
memperbaiki diri, sekaligus menjadi peringatan agar tidak mengulangi perbuatan
serupa di masa mendatang.
Baca Juga: Top! PT Banda Aceh Raih Indeks Persepsi Anti Korupsi 98,5 Persen
“Pendekatan ini menjadi bagian dari upaya memperbaiki
sistem peradilan pidana yang berorientasi pada rehabilitasi pelaku serta
pemulihan keadaan korban dan masyarakat, dengan menitikberatkan pada
kesepakatan antara pelaku dan korban sepanjang tidak bertentangan dengan hukum,
ketertiban umum, dan hak asasi manusia,” kutip DANDAPALA dari rilis yang
diterima, Kamis 4/9.
RJ diterapkan dalam perkara penadahan dengan terdakwa Maimun bin M. Ali yang didakwa membeli dan menjual empat unit baterai kering hasil curian milik Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Aceh Besar.
Kasus ini bermula pada April 2025 ketika terdakwa membeli
empat unit baterai kering dari dua rekannya seharga Rp1,2 juta. Sebagian
baterai kemudian dijual ke pengepul barang bekas untuk melunasi utang, sehingga
BMKG mengalami kerugian sekitar Rp20 juta. Atas perbuatannya, terdakwa dijerat
Pasal 480 KUHP tentang penadahan.
Terdakwa bersama saksi Ferizal dan saksi Muhammad sepakat
berdamai dengan pihak BMKG yang diwakili Andi Azhar Rusdin.
”Kesepakatan tersebut meliputi pengakuan kesalahan,
pembayaran ganti rugi masing-masing Rp2 juta (total Rp6 juta) yang diserahkan
melalui saksi M. Jafar, serta pengembalian satu unit baterai. Tiga baterai
lainnya akan dikembalikan kepada BMKG setelah selesai menjadi barang bukti di
persidangan,” lanjut rilis tersebut.
Rilis tersebut menyampaikan selain mempertimbangkan aspek hukum formal, majelis hakim
juga menekankan pentingnya penyelesaian secara damai dan pemberdayaan terhadap
pelaku.
”Dengan demikian,
putusan yang dijatuhkan tidak hanya dipahami sebagai hukuman, melainkan juga
diarahkan untuk memulihkan hubungan sosial, mengurangi dampak negatif bagi
korban, serta mencegah terulangnya tindak pidana di masa mendatang,” tegas
rilis tersebut.
Majelis hakim menegaskan
bahwa putusan dalam perkara ini harus dimaknai sebagai bagian dari proses
pemulihan. Dengan merujuk pada Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2024 tentang
pedoman mengadili perkara pidana berdasarkan keadilan restoratif, hakim menilai
bahwa kesepakatan damai yang ditempuh para pihak telah memenuhi tujuan hukum.
Baca Juga: Mengusung Kolaborasi, PN Banda Aceh Gelar Buka Puasa Bersama Forkompimda
Ketua PN Meureudu,
Samsul Maidi, mengapresiasi langkah ini sebagai bentuk keadilan yang
mengedepankan kemanusiaan. Keberhasilan ini menjadi tonggak hukum yang lebih
humanis dan memberi ruang pemulihan serta perdamaian bagi semua pihak.
”Penerapan keadilan restoratif dalam perkara ini juga menunjukkan komitmen PN Meureudu untuk menghadirkan keadilan yang berorientasi pada pemulihan dan pembangunan sosial berkelanjutan. Keberhasilan penyelesaian perkara melalui jalur damai diharapkan semakin memperkuat integritas peradilan dan meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap sistem hukum,” tutup Samsul Maidi dalam rilis tersebut. (ldr)
Untuk Mendapatkan Berita Terbaru Dandapala Follow Channel WhatsApp : Info Badilum MA RI