Palembang- Pengadilan Negeri (PN) Palembang, Sumatera Selatan (Sumsel) menjatuhkan hukuman 18 bulan penjara kepada Kartika (57). Ia terbukti memberikan sejumlah uang kepad pehawai BPN dalam mengurus sertifikat.
Disebutkan dalam dakwaan, warga Lorok Pakjo, Ilir Barat Palembang itu didakwa bersama-sama Asna Ifah melkukan perbuatan itu di Kantor BPN Kota Palembang pada Desember 2019. Ia memberikan sejumlah hadiah kepada sejumlah pejabat BPN Palembang, yang pejabat itu telah diadili dalam perkara lain.
“Menyatakan Terdakwa tersebut di atas, terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama sebagaimana dalam dakwaan Kesatu melanggar Pasal 5 Ayat (1) Huruf a UU Tipikor Jo Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHPidana,” putus majelis PN Palembang yang diketuai Masriati sebagaimana DANDAPALA kutip dari webiste Mahkamah Agung (MA), Sabtu (12/5/2025).
Baca Juga: Ini Penjelasan MA Soal Eksekusi Rumah di Cikarang yang Viral
Sedangkan anggota majelis yaitu Khoiri Akhmadi dan Iskandar Harun. Keduanya merupakan hakim ad hoc tipikor.
“Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara selama 1 tahun dan 6 bulan serta pidana denda sejumlah Rp 50 juta dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar, maka diganti dengan pidana kurungan selama 6 bulan,” urai majelis.
Berikut pertimbangan majelis menjatuhkan hukuman tersebut yang diketok pada 10 April 2025 itu:
Menimbang bahwa permohonan Terdakwa yang pada pokoknya menyatakan permohonan maaf kepada keluarga dan penyesalan atas perbuatannya dan selama ini menjadi tulang punggung ekonomi keluarganya, serta orang tuanya meninggal setelah mengetahui Terdakwa masuk tahanan karena kasus ini. Untuk itu Terdakwa memohon Majelis Hakim untuk menerima permintaan maaf dan kalaupun dihukum dengan hukuman yang seringan-ringannya.
Menimbang bahwa terhadap Pembelaan Penasehat Hukum dan barang bukti lainnya yang diajukan Penasehat Hukum Terdakwa untuk selebihnya, menurut Majelis Hakim tidak sependapat dengan Penasehat Hukum Terdakwa dengan alasan sebagaimana telah dipertimbangkan tersebut di atas.
Menimbang bahwa untuk dapat menjatuhkan pidana kepada seseorang atau terhadap subyek hukum atas suatu tindak pidana yang didakwakan kepadanya, selain harus memenuhi syarat obyektif yaitu adanya perbuatan pidana masih terdapat syarat subyektif yaitu adanya pertanggungjawaban pidana pada diri Terdakwa sesuai syarat subyektif yang melekat pada diri Terdakwa yaitu tentang adanya pertanggungjawaban pidana atau adanya unsur kesalahan sesuai asas yang berlaku yaitu “tiada pidana tanpa kesalahan”.
Menimbang bahwa tujuan pemidanaan bukan hanya pembalasan atas kesalahan yang dilakukan, tetapi dimaksudkan agar Terdakwa dapat memperbaiki diri sehingga tidak terjadi kesalahan yang sama di kemudian hari, sehingga pada akhirnya ketenteraman dan rasa keadilan dalam masyarakat akan tercipta.
Menimbang bahwa selain itu tujuan dari pemidanaan tersebut, disamping bersifat represif, juga bersifat preventif dan edukatif, di mana kedua hal tersebut juga harus ditanamkan dalam hal pemidanaan, sehingga dengan demikian maka penjatuhan pidana tersebut haruslah sebanding dengan manfaat, kebergunaan dan keadilan.
Menimbang bahwa sesuai dengan filsafat pemidanaan yang bersifat integrative, putusan Hakim tidak semata-mata bertumpu atau bertitik tolak dan hanya mempertimbangkan aspek yuridis (formal legalistic) semata, karena apabila bertitik tolak pada aspek yuridis semata, maka putusan tersebut kurang mencerminkan nilai keadilan yang seharusnya diwujudkan oleh peradilan pidana;
Menimbang bahwa Putusan Majelis Hakim harus memuat penegakan hukum yang berkeadilan. Hal ini sesuai dengan Pasal 28D ayat (1) Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa "Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.
Baca Juga: Respon Dugaan Pemerasan Lina Mukherjee, PN Palembang Tegaskan Komitmen Integritas
Menimbang bahwa Penegakan hukum yang berkeadilan berarti bahwa hukum ditegakkan secara adil dan tidak diskriminatif. Penegakan hukum yang berkeadilan juga berarti bahwa hukum ditegakkan secara objektif dan tidak dipengaruhi oleh kepentingan pribadi atau kelompok tertentu, melainkan terbentukya putusan Majelis Hakim yang berkeadilan, mengandung kepastian hukum serta demi keadilan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Menimbang bahwa oleh karena itu menurut Majelis Hakim pengadilan Tindak Pidana Korupsi yang dijatuhkan terhadap Terdakwa sebagaimana yang diputuskan dalam musyawarah Majelis Hakim dan tertuang dalam amar putusan perkara ini dipandang sudah tepat dan adil. (asp/asp).
Untuk Mendapatkan Berita Terbaru Dandapala Follow Channel WhatsApp Ganis Badilum MA RI: Ganis Badilum