Cari Berita

Prof. Harkristuti: Pidana Mati dalam KUHP Baru Adalah Ciri Khas Indonesia

Rio Satriawan - Dandapala Contributor 2025-10-09 13:05:14
Dok. Dandapala.

Jakarta – Badan Strategi, Diklat Hukum dan Peradilan (BSDK) Mahkamah Agung RI kembali menggelar Pelatihan Singkat dan Pendalaman Substansi KUHP Nasional Gelombang IV bagi 800 hakim di seluruh Indonesia, pada 6–10 Oktober 2025 secara daring.

Pada Selasa (8/10), pelatihan menghadirkan Guru Besar Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Prof. Harkristuti Harkrisnowo, sebagai narasumber dengan materi “Pemidanaan, Pidana, dan Tindakan dalam KUHP Baru.”

Dalam pemaparannya, Prof. Harkristuti—yang akrab disapa Prof. Tuti—menyoroti pengaturan pidana mati dalam KUHP baru yang dinilai berbeda secara prinsipil dibandingkan KUHP lama.

Baca Juga: Pidana Mati: Melawan Takdir Tuhan atau Menjalankan Takdir Tuhan?

Prof. Tuti menjelaskan, dalam KUHP baru, pidana mati dikategorikan sebagai pidana khusus yang diancamkan secara alternatif, dan dapat dijatuhkan dengan masa percobaan selama 10 tahun. Mekanisme ini memungkinkan adanya ruang bagi terpidana untuk menunjukkan perubahan perilaku sebelum eksekusi dijalankan.

Dalam sesi diskusi, sejumlah peserta mengajukan pertanyaan terkait alasan filosofis di balik pengaturan tersebut, yang dinilai sebagian pihak “setengah hati” dalam menegakkan hukuman mati.

Menjawab hal itu, Prof. Tuti menegaskan bahwa pengaturan tersebut merupakan hasil kompromi dua pandangan besar dalam hukum pidana Indonesia:

  • Mazhab Pretensionis, yang mendukung hukuman mati sebagai bentuk pembalasan yang setimpal terhadap pelaku tindak pidana berat.
  • Mazhab Abolisionis, yang menolak pidana mati dengan alasan hak hidup merupakan hak dasar yang tidak dapat dikurangi oleh siapa pun.

“Perumus KUHP akhirnya mengambil jalan tengah antara dua mahzab tersebut. Ini semacam Indonesia way—ciri khas Indonesia, sebuah win-win solution yang menyeimbangkan keadilan dan kemanusiaan,” jelas Prof. Tuti yang turut terlibat langsung dalam perumusan KUHP baru.

Baca Juga: Dari Tiang Eksekusi ke Meja Refleksi, Evolusi Pidana Mati dalam Reformasi Hukum Pidana

Menurutnya, melalui pendekatan ini, pidana mati tetap diakomodir dalam sistem hukum Indonesia, namun penerapannya dilengkapi dengan syarat-syarat ketat dan ruang penilaian kemanusiaan. Prof. Tuti menilai langkah ini sebagai bentuk evolusi pemidanaan yang mencerminkan karakter hukum nasional: tegas, namun tetap menghormati hak asasi manusia.

Pelatihan BSDK Mahkamah Agung ini menjadi bagian dari upaya berkelanjutan untuk memperkuat pemahaman hakim terhadap filosofi dan penerapan KUHP baru yang telah resmi diberlakukan sebagai hukum pidana nasional. (SNR/LDR)

Untuk Mendapatkan Berita Terbaru Dandapala Follow Channel WhatsApp : Info Badilum MA RI