Cari Berita

Reformasi Acara Pidana: Mengembalikan Pengadilan ke Pusat Kontrol Keadilan

Gillang Pamungkas - Dandapala Contributor 2025-09-25 11:45:39
Dok. Ist.

Jakarta – Dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) terbuka bersama Komisi III DPR RI, Selasa (23/9/2025), Ombudsman Republik Indonesia menyampaikan sejumlah catatan krusial terhadap Rancangan Undang-Undang Kitab Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP). 

Di tengah sorotan publik pada penyidik dan penuntut, Ombudsman menekankan pentingnya menegaskan peran pengadilan dan hakim sebagai jangkar kepastian hukum dan kontrol institusional yang tak tergantikan.

Ketua Ombudsman RI, Ahmad Novindri Aji Sukma, mengungkap bahwa laporan masyarakat terhadap pengadilan, meski menurun secara kuantitatif, masih didominasi keluhan soal eksekusi putusan yang tertunda.

Baca Juga: Sebuah Harapan kepada Ketua PN Jakpus yang Baru

“Sudah inkrah sampai kasasi, bahkan PK, tapi eksekusinya tidak ada kepastian waktu pelaksanaannya. Penundaan berlarut ini merupakan bentuk maladministrasi yang merusak kepercayaan publik terhadap sistem peradilan,” tegasnya.

Ombudsman juga menyoroti pengaturan RUU KUHAP tentang penyitaan dan penggeledahan yang mewajibkan izin Ketua Pengadilan Negeri. Namun, rancangan tersebut justru membatasi objek praperadilan hanya pada tindakan tanpa izin hakim. Padahal, putusan Mahkamah Konstitusi telah memperluas objek praperadilan, termasuk pada tindakan yang telah mendapat izin pengadilan.

“Ini perlu direviu lagi, apakah semua yang telah diputus oleh MK dapat menjadi objek praperadilan,” ujar Ahmad Novindri.

Dalam sesi pendalaman, muncul kembali usulan untuk menghidupkan peran hakim pemeriksa pendahuluan. Fungsi ini dipandang penting untuk menilai kecukupan bukti sebelum status tersangka ditetapkan, sehingga dapat mencegah kriminalisasi dan memperkuat prinsip due process of law.

“Sebelum status tersangka sah, pengadilan menerima notifikasi dan memverifikasi bukti permulaan,” jelas salah satu narasumber dari Indonesia Millenials Center.

Ombudsman juga menyatakan dukungan penuh terhadap implementasi Sistem Peradilan Pidana Terpadu Berbasis Teknologi Informasi (SPPTI), yang memungkinkan pengadilan, kejaksaan, kepolisian, dan lembaga pemasyarakatan terhubung dalam satu platform digital.

“Dengan SPPTI, masyarakat bisa memantau proses hukum secara real-time, termasuk jadwal sidang dan status eksekusi,” kata Ahmad Novindri.

Baca Juga: Mengenal Pengadilan Landreform: Dibentuk Soekarno, Dibubarkan Soeharto

Melalui berbagai masukan tersebut, Ombudsman menegaskan bahwa penyusunan KUHAP baru harus berpijak pada semangat memperkuat pengawasan yudisial dan perlindungan hak warga negara. 

Pembaharuan hukum acara pidana tidak cukup dengan memperluas kewenangan aparat, melainkan harus menjamin peran pengadilan sebagai pengawas utama jalannya keadilan. (al)

Untuk Mendapatkan Berita Terbaru Dandapala Follow Channel WhatsApp : Info Badilum MA RI

Tag