PADA awal abad ke 20 di suatu daerah bernama Maycomb County yang terletak di selatan Amerika Serikat tersebar berita dugaan pemerkosaan dan pemukulan kepada seorang perempuan kulit putih bernama Mayella Ewell oleh seorang kulit hitam bernama Tom Robinson. Di masa ketika sentimen antar ras terasa sangat kental, berita itu sontak membuat gempar masyarakat. Tom Robinson ditangkap dan dibawa ke persidangan untuk diadili.
Di persidangan, setelah melalui serangkaian pemeriksaan oleh para penegak hukum, terkuaklah fakta bahwa semua tuduhan yang diarahkan kepada Tom tidak terbukti. Semua orang yang hadir dan menyaksikan persidangan itu tahu, Tom tidak bersalah. Meski demikian, para juri (semuanya kulit putih) tetap memutuskan bahwa Tom bersalah dan layak dihukum mati. Orang-orang dewasa yang menyaksikan hanya dapat terdiam, meski dalam hati mereka terasa ada kejanggalan, mereka tampak tidak terkejut. Di sisi lain, tiga anak kecil yang menyelinap menyaksikan peristiwa tersebut itu sepakat bahwa ada yang salah dengan apa yang baru saja terjadi. Seorang anak menangis, seorang lagi mengeram marah, dan satu orang lagi tidak mampu berkata-kata.
Di daerah yang sama, selang beberapa waktu kemudian, ditemukan seorang kulit putih bernama Bob Ewell tewas bersimbah darah dengan pisau dapur menancap di salah satu bagian tubuhnya. Setelah dilakukan penyelidikan oleh penegak hukum, akhirnya kasus kematian itu ditutup dan dianggap hanya sebagai kasus kecelakaan yang mengakibatkan kematian diri sendiri sehingga tidak diperlukan proses hukum lebih lanjut.
Dua kasus di atas adalah fiksi yang terdapat dalam sebuah novel berjudul To Kill a Mockingbird karya Harper Lee yang berhasil memenangkan penghargaan bergengsi Pulitzer. Novel yang berhasil memancing perdebatan di kalangan para lawyers selama bertahun-tahun sejak diterbitkan ini sukses mengajak para pembacanya untuk memikirkan ulang hukum dari berbagai dimensi. Dari hasil refleksi dan retrospeksi setelah membaca novel ini, ada hal tersirat dari novel ini yang penulis soroti dan kira cukup penting. Hal ini menyangkut tentang begitu pentingnya partisipasi aktif para penegak hukum dalam mendorong penyelesaian 'beberapa' masalah hukum di luar pengadilan.
Bagi mereka yang telah membaca novel ini, tentu tahu bahwa Bob Ewell sebenarnya tewas ditikam 'seseorang'. Para pembaca juga pasti tahu, fakta bahwa sebelum tewas, Bob Ewell tertangkap basah oleh orang yang menikamnya, sedang melakukan kekerasan terhadap dua anak kecil pada di malam hari. Namun demikian, setiap orang yang telah membaca buku ini akan setuju pula bahwa langkah dari penegak hukum (setelah melakukan penyelidikan) untuk tidak melanjutkan kasus ini ke persidangan sudah tepat. Bahkan terasa sangat adil terlebih jika kasus kematian ini dibandingkan pada kasus yang dialami Tom Robinson yang berakhir dengan begitu obscure sekalipun kasusnya diselesaikan dalam forum resmi tempat keadilan bersemayam (pengadilan).
Hal inilah yang barangkali dapat menjadi pengingat bagi kita semua. Bahwa keadilan tidak hanya berada di satu tempat. Keadilan ada di mana-mana. Dan dalam 'beberapa' masalah hukum, keadilan hadir dengan wujudnya yang lebih kasual. Di luar pengadilan. Keadilan yang informal.
Referensi:
Harper Lee, 2015, To Kill a Mockingbird, Penerbit Qanita.
Di persidangan, setelah melalui serangkaian pemeriksaan oleh para penegak hukum, terkuaklah fakta bahwa semua tuduhan yang diarahkan kepada Tom tidak terbukti. Semua orang yang hadir dan menyaksikan persidangan itu tahu, Tom tidak bersalah. Meski demikian, para juri (semuanya kulit putih) tetap memutuskan bahwa Tom bersalah dan layak dihukum mati. Orang-orang dewasa yang menyaksikan hanya dapat terdiam, meski dalam hati mereka terasa ada kejanggalan, mereka tampak tidak terkejut. Di sisi lain, tiga anak kecil yang menyelinap menyaksikan peristiwa tersebut itu sepakat bahwa ada yang salah dengan apa yang baru saja terjadi. Seorang anak menangis, seorang lagi mengeram marah, dan satu orang lagi tidak mampu berkata-kata.
Di daerah yang sama, selang beberapa waktu kemudian, ditemukan seorang kulit putih bernama Bob Ewell tewas bersimbah darah dengan pisau dapur menancap di salah satu bagian tubuhnya. Setelah dilakukan penyelidikan oleh penegak hukum, akhirnya kasus kematian itu ditutup dan dianggap hanya sebagai kasus kecelakaan yang mengakibatkan kematian diri sendiri sehingga tidak diperlukan proses hukum lebih lanjut.
Dua kasus di atas adalah fiksi yang terdapat dalam sebuah novel berjudul To Kill a Mockingbird karya Harper Lee yang berhasil memenangkan penghargaan bergengsi Pulitzer. Novel yang berhasil memancing perdebatan di kalangan para lawyers selama bertahun-tahun sejak diterbitkan ini sukses mengajak para pembacanya untuk memikirkan ulang hukum dari berbagai dimensi. Dari hasil refleksi dan retrospeksi setelah membaca novel ini, ada hal tersirat dari novel ini yang penulis soroti dan kira cukup penting. Hal ini menyangkut tentang begitu pentingnya partisipasi aktif para penegak hukum dalam mendorong penyelesaian 'beberapa' masalah hukum di luar pengadilan.
Bagi mereka yang telah membaca novel ini, tentu tahu bahwa Bob Ewell sebenarnya tewas ditikam 'seseorang'. Para pembaca juga pasti tahu, fakta bahwa sebelum tewas, Bob Ewell tertangkap basah oleh orang yang menikamnya, sedang melakukan kekerasan terhadap dua anak kecil pada di malam hari. Namun demikian, setiap orang yang telah membaca buku ini akan setuju pula bahwa langkah dari penegak hukum (setelah melakukan penyelidikan) untuk tidak melanjutkan kasus ini ke persidangan sudah tepat. Bahkan terasa sangat adil terlebih jika kasus kematian ini dibandingkan pada kasus yang dialami Tom Robinson yang berakhir dengan begitu obscure sekalipun kasusnya diselesaikan dalam forum resmi tempat keadilan bersemayam (pengadilan).
Hal inilah yang barangkali dapat menjadi pengingat bagi kita semua. Bahwa keadilan tidak hanya berada di satu tempat. Keadilan ada di mana-mana. Dan dalam 'beberapa' masalah hukum, keadilan hadir dengan wujudnya yang lebih kasual. Di luar pengadilan. Keadilan yang informal.
Referensi:
Harper Lee, 2015, To Kill a Mockingbird, Penerbit Qanita.
Untuk Mendapatkan Berita Terbaru Dandapala Follow Channel WhatsApp Ganis Badilum MA RI: Ganis Badilum