Cari Berita

Uji Publik RUU Pelaksanaan Pidana Mati, Tuaka Pidana MA Bahas Peran Peradilan

Sri Septiany Arista Yufeny - Dandapala Contributor 2025-10-08 13:00:36
Dok. Istimewa

Jakarta– Ketua Kamar Pidana Mahkamah Agung Republik Indonesia (MA RI), Prim Haryadi, menjadi salah satu pembicara utama dalam Webinar Uji Publik Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Tata Cara Pelaksanaan Pidana Mati, Rabu (8/10). Kegiatan ini juga menghadirkan Wakil Menteri Hukum dan HAM Eddy O.S. Hiariej, Jampidum Kejagung Asep Mulyana, Ahli Hukum Pidana Harkristuti Harkrisnowo, Kapolda Bangka Belitung Viktor Sihombing, dan Dirjen Peraturan Perundang-undangan Dhahana Putra.

Dalam paparannya, Prim Haryadi menekankan bahwa RUU tentang Tata Cara Pelaksanaan Pidana Mati merupakan tindak lanjut dari amanat Pasal 102 KUHP Nasional yang mewajibkan pengaturan tata cara pelaksanaan pidana mati dalam undang-undang. Ia juga mengingatkan bahwa Pasal 99 ayat (3) KUHP 2023 masih membuka peluang bentuk pelaksanaan pidana mati selain dengan cara menembak.

“Perlu dilakukan penelitian mendalam untuk mencari bentuk eksekusi pidana mati yang paling manusiawi,” ujar Prim Haryadi.

Baca Juga: Pidana Mati: Melawan Takdir Tuhan atau Menjalankan Takdir Tuhan?

Prim Haryadi menjelaskan, KUHP Nasional mempertegas bahwa jika grasi terpidana mati ditolak dan pidana tersebut tidak dilaksanakan selama 10 tahun bukan karena pelarian terpidana, maka pidana mati dapat diubah menjadi pidana penjara seumur hidup melalui Keputusan Presiden.

Lebih lanjut, Prim Haryadi memaparkan tiga peran penting Mahkamah Agung dalam pelaksanaan pidana mati, yakni peran MA, Hakim, dan Pengadilan.

  • Peran Mahkamah Agung, sebagaimana diatur dalam Pasal 12 ayat (1) RUU tentang Tata Cara Pelaksanaan Pidana Mati, yakni menerima surat keputusan pemberitahuan pelaksanaan pidana mati.
  • Peran Hakim, meliputi kewenangan menjatuhkan pidana mati dengan masa percobaan 10 tahun sebagaimana Pasal 100 KUHP 2023, Hakim Pengawas dan Pengamat (Wasmat) menghadiri pelaksanaan pidana mati sesuai pasal 24 ayat (1) RUU tentang Tata Cara Pelaksanaan Pidana Mati, dan menjalankan fungsi Hakim Wasmat sesuai Pasal 320 RUU KUHAP.
  • Peran Pengadilan, yakni Pengadian menerima tembusan berita acara pelaksanaan putusan pengadilan lalu panitera mencatat dalam register pengawasan dan pengamatan, sebagaimana diatur dalam Pasal 321 RUU KUHAP.

Dalam webinar tersebut, Prim Haryadi juga mengapresiasi substansi RUU yang dinilai telah menempatkan pidana mati sebagai pidana khusus (ultimum remedium) yang menjunjung tinggi nilai kemanusiaan.

“RUU ini tidak hanya menegaskan bahwa pidana mati bukan lagi pidana pokok, tetapi juga menjamin hak-hak terpidana, seperti larangan penyiksaan, hak atas layanan kesehatan, serta hak advokat. Bahkan ada mekanisme masa percobaan 10 tahun yang memungkinkan perubahan hukuman mati menjadi seumur hidup,” ungkapnya.

Baca Juga: Pengaturan Penahanan dalam RUU KUHAP: Perbandingan dengan KUHAP Belanda

RUU ini juga dinilai memperkuat akuntabilitas pelaksanaan pidana mati, antara lain melalui keterlibatan Komnas HAM dalam pengawasan dan pengaduan, serta kewajiban publikasi pelaksanaan pidana mati melalui laman Kejaksaan Agung, dengan tetap menjaga privasi dan martabat terpidana.

Webinar kemudian ditutup dengan sesi diskusi interaktif antara narasumber dan peserta dari berbagai kalangan, yang menyoroti perlunya keseimbangan antara penegakan hukum, penghormatan HAM, dan kepastian hukum dalam pelaksanaan pidana mati di Indonesia. IKAW/FAC

Untuk Mendapatkan Berita Terbaru Dandapala Follow Channel WhatsApp : Info Badilum MA RI