Cari Berita

Vexatious Litigation: Penyalahgunaan Hak Gugat dengan Prinsip Itikad Tidak Baik

Murdian-Hakim PN Rangkasbitung - Dandapala Contributor 2025-09-14 07:05:56
Dok. Penulis.

Sebagai negara hukum, Indonesia memiliki kewajiban untuk menjamin kepastian hukum serta perlindungan terhadap hak-hak perdata warga negaranya. Prinsip ini tidak hanya mencakup penghormatan dan pemenuhan hak, tetapi juga akses terhadap keadilan yang efektif dan efisien melalui sistem peradilan.

Salah satu prinsip mendasar dalam sistem peradilan di Indonesia adalah asas peradilan yang cepat, sederhana, dan berbiaya ringan. Asas ini dimaksudkan agar proses penyelesaian sengketa tidak menjadi berbelit-belit, memakan waktu, atau membebani para pencari keadilan.

Namun, dalam praktiknya, sistem hukum kerap dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu secara tidak bertanggung jawab. Salah satu modus yang kini menjadi sorotan adalah pengajuan gugatan dengan itikad tidak baik atau dikenal dengan istilah vexatious litigation.

Baca Juga: Tips Memilih Klasifikasi Perkara Lingkungan Hidup di SIPP

Praktik ini merujuk pada pengajuan gugatan ke pengadilan bukan untuk mencari keadilan, melainkan untuk menyulitkan pihak lawan atau sekadar memberikan tekanan psikologis.

Fenomena tersebut kerap terjadi dalam proses konsinyasi dalam pengadaan tanah untuk kepentingan umum. Dalam kondisi di mana terdapat perbedaan pendapat antara pemilik tanah dan instansi pemerintah mengenai besaran ganti rugi, pihak ketiga sering melayangkan gugatan terhadap penerima konsinyasi tanpa dasar hukum dan fakta yang jelas. Tujuannya semata-mata untuk menunda atau menghalangi pencairan ganti rugi.


Lebih memprihatinkan, gugatan dengan motif demikian sering diajukan oleh pihak yang memiliki kekuatan finansial dan posisi hukum lebih kuat, seperti korporasi, terhadap individu atau masyarakat dengan pengetahuan hukum dan kemampuan ekonomi terbatas.

Secara konseptual, vexatious litigation merupakan tindakan hukum yang dilakukan tanpa dasar hukum yang sah dan tidak didukung oleh fakta yang layak, semata untuk mengganggu atau merugikan pihak lawan. Meskipun istilah ini lebih dikenal dalam sistem hukum common law, praktik serupa juga muncul dalam yurisdiksi civil law seperti Indonesia.

Meski belum terdapat pengaturan eksplisit mengenai vexatious litigation dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia, sejumlah putusan pengadilan telah mengakui keberadaan prinsip itikad baik dalam pengajuan gugatan.

Salah satu contohnya dapat ditemukan dalam Putusan Mahkamah Agung No. 769 K/Pdt/2015. Dalam pertimbangannya menyatakan bahwa gugatan yang diajukan oleh penggugat telah dilakukan tanpa itikad baik karena memanfaatkan kebijakan tergugat yang telah menunjukkan iktikad baik dalam menyelesaikan sengketa.

Amar putusan tersebut menyatakan menolak gugatan penggugat seluruhnya, sekaligus membatalkan putusan pengadilan tingkat pertama. Putusan ini menegaskan pentingnya prinsip kejujuran dan itikad baik dalam proses litigasi perdata.

Dengan demikian, meskipun tidak secara langsung diatur dalam undang-undang, praktik peradilan di Indonesia telah menunjukkan bahwa gugatan yang diajukan tanpa itikad baik dapat ditolak. Putusan-putusan semacam ini dapat menjadi yurisprudensi atau rujukan bagi Hakim dan praktisi hukum dalam menilai motif di balik suatu gugatan.

Baca Juga: Urgensi Prinsip Solvabilitas Bagi Hakim di Kasus Kepailitan

Prinsip itikad baik dalam pengajuan gugatan menjadi sangat krusial dalam rangka menjaga integritas lembaga peradilan serta memastikan bahwa proses hukum digunakan sebagaimana mestinya bukan sebagai alat untuk menekan atau merugikan pihak lain secara tidak sah. (ldr)

Untuk Mendapatkan Berita Terbaru Dandapala Follow Channel WhatsApp : Info Badilum MA RI