Kuantan Singingi, Riau – Pengadilan Negeri (PN) Teluk Kuantan menerapkan keadilan restoratif (Restorative Justice/RJ) dalam penanganan perkara pidana. Meskipun kasus yang ditangani secara formal tidak termasuk dalam kriteria tindak pidana berdasarkan Pasal 6 Perma No. 1/2024 tentang Pedoman Mengadili Perkara Pidana Berdasarkan Keadilan Restoratif.
Hal ini terlihat dalam 2 putusan perkara pencurian dengan pemberatan yang dijatuhkan pada Senin (27/10/2025) terhadap Terdakwa Nopi Rianto Als Rian Bin Miswadi (Alm) (Putusan No. 201/Pid.B/2025/PN Tlk) dan Putra Beni Als Putra Bin Suhardi (Putusan No. 202/Pid.B/2025/PN Tlk).
Kronologis kejadian bermula saat Para Terdakwa pada tanggal 24 - 25 Juni 2025, mendatangi rumah Korban kemudian dengan cara memanjat pagar rumah Korban, Para Terdakwa masuk tanpa izin ke rumah Korban. Para Terdakwa kemudian mengambil 1 (satu) unit AC merk LG, 1 (satu) unit kulkas, 1 (satu) unit mesin cuci, 1 (satu) kompos gas, 1 (satu) tabung gas, 2 (dua) unit lemari plastik, 1 (satu) buah tikar, 1 (satu) buah kursi panjang, 1 (satu) mesin air, 2 (dua) buah kipas angin.
Baca Juga: Perlindungan Korban Kekerasan Seksual dalam Rumah Tangga Atas Viktimisasi Berganda
Akibat perbuatan Terdakwa, telah mengakibatkan kerugian materiil sekitar Rp14 juta kepada Korban.
Keduanya terbukti bersalah melakukan pencurian dengan pemberatan sebagaimana diatur dalam Pasal 363 Ayat (1) ke-3, ke-4, dan ke-5 KUHP, yaitu pencurian yang dilakukan pada malam hari di dalam rumah, oleh 2 orang atau lebih secara bersekutu, serta dengan cara memanjat pagar.
Dalam pertimbangannya, majelis hakim menyatakan bahwa penerapan RJ tidak dimaksudkan untuk menghapus pertanggungjawaban pidana, melainkan untuk memulihkan ketidakseimbangan akibat tindak pidana, memperbaiki hubungan antara pelaku dan korban, serta memberikan keadilan substantif yang lebih bermakna.
“Majelis Hakim memilih untuk tidak membatasi penerapan keadilan restoratif hanya pada tindak pidana yang memenuhi kualifikasi formal dalam Perma 1/2024,” demikian kutipan pertimbangan hukum dalam kedua putusan.
Proses restoratif terwujud melalui kesepakatan perdamaian yang dicapai di persidangan pada 16 Oktober 2025. Dalam kesepakatan tersebut, kedua terdakwa didampingi keluarganya secara sukarela meminta maaf kepada korban dan membayar ganti rugi sebesar Rp4 juta rupiah secara tunai. Korban menerima permintaan maaf tersebut dan menyatakan memaafkan kedua terdakwa.
Baca Juga: Implementasi Pasal 14 c KUHP dalam Putusan Mahkamah Agung
Atas dasar perdamaian dan pertanggungjawaban tersebut, Majelis Hakim menjatuhkan pidana 11 bulan penjara kepada masing-masing terdakwa—lebih ringan dari tuntutan jaksa penuntut umum yang meminta hukuman 1 tahun 6 bulan. Masa tahanan yang telah dijalani sejak 8 Juli 2025 diperhitungkan sepenuhnya sebagai bagian dari pidana.
Setelah dibacakan putusan tersebut, Para Terdakwa maupun Penuntut Umum masih memiliki kesempatan untuk menolak maupun menerima sampai dengan batas waktu yang ditetapkan berdasarkan undang-undang. (zm/fac)
Untuk Mendapatkan Berita Terbaru Dandapala Follow Channel WhatsApp : Info Badilum MA RI