Marisa - Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Marisa yang dipimpin oleh Regina Monica Andriani dengan anggota Ima Fatimah dan Irhas Hery Rizkatillah berhasil mengupayakan penyelesaian perkara pidana melalui mekanisme keadilan restoratif (restorative justice) dalam perkara Nomor 69/Pid.B/2025/PN Mar pada Selasa (25/112025).
Perkara tersebut menyangkut tindak pidana pembakaran sepeda motor milik Saksi Korban, Iwan Amlia alias Iwan, yang dilakukan oleh Terdakwa Une Kamoli alias Une dan Terdakwa Robinson Salasa alias Incong. Dalam proses pembuktian, Majelis Hakim membuka ruang bagi para pihak untuk menjajaki perdamaian.
“Meskipun telah ada penandatanganan Surat Kesepakatan Perdamaian dan penyerahan sejumlah uang di antara Para Terdakwa dan Saksi Korban yang menjadi tanda bahwa Saksi Korban telah benar-benar memberikan maafnya kepada Para Terdakwa, namun nyatanya perkara ini tidak begitu saja berakhir sampai di sini. Namun dengan adanya pemaafan secara langsung oleh Saksi Korban melalui Surat Kesepakatan Perdamaian akan menjadi bahan dasar pertimbangan bagi Majelis Hakim untuk memberikan/menjatuhkan hukuman yang seringan-ringannya kepada Para Terdakwa.,” ujar Ketua Majelis Hakim Regina Monica.
Baca Juga: Sepeda Listrik dan Persoalan Hukumnya di Indonesia
Para pihak sepakat saling memaafkan dan menandatangani Surat Kesepakatan Perdamaian, yang dibuat dan ditandatangani di hadapan Majelis Hakim serta disaksikan Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Negeri Pohuwato dan penasihat hukum para terdakwa. Salah satu poin utama kesepakatan adalah pemberian ganti rugi oleh Para Terdakwa secara tanggung renteng sejumlah Rp10.500.000,00, yang diserahkan langsung kepada Saksi Korban di ruang sidang.
Saksi Korban Iwan Amlia menegaskan penerimaan maafnya.“Saya menerima perdamaian ini dengan tulus dan bersedia memaafkan para terdakwa,” ujarnya di hadapan majelis.
Meski perdamaian telah tercapai, Majelis Hakim menegaskan bahwa proses pidana tetap berjalan. Namun, kesepakatan tersebut akan menjadi pertimbangan penting.
“Perdamaian ini tidak serta-merta menghapus perkara, tetapi menjadi dasar kuat bagi majelis untuk mempertimbangkan hukuman yang seringan-ringannya,” jelas Regina selaku Hakim Ketua.
Para Terdakwa sebelumnya didakwa melanggar Pasal 187 ke-1 KUHP jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, atau Pasal 406 ayat (1) KUHP jo. Pasal 55 ayat (1) KUHP. jenis tindak pidana tersebut termasuk kategori yang dapat diselesaikan secara restoratif sesuai Pasal 6 ayat (1) PERMA No. 1 Tahun 2024 tentang Pedoman Mengadili Perkara Pidana Berdasarkan Keadilan Restoratif.
Melalui keberhasilan ini, Pengadilan Negeri Marisa menegaskan komitmennya dalam menerapkan paradigma pemidanaan modern.
“Melalui penyelesaian perkara pidana melalui mekanisme Keadilan Restoratif (Restorative Justice) ini, Pengadilan Negeri (PN) Marisa menegaskan komitmennya bahwa sistem pemidanaan saat ini tidak hanya bertumpu pada pemidanaan terhadap Para Terdakwa karena salah satu poin dari Keadilan Restoratif (Restorative Justice) adalah tercapainya pemulihan hubungan antara Korban dan Terdakwa, dan hal tersebut telah tercapai dalam sidang perkara ini,” ujar Hakim Anggota Ima Fatimah. (Muhammad Nurulloh Jarmoko/al/fac)
Baca Juga: Penerapan Keadilan Restoratif Bagi Pelaku Dewasa Melalui Mekanisme Diversi
Untuk Mendapatkan Berita Terbaru Dandapala Follow Channel WhatsApp : Info Badilum MA RI