Bogor - Badan Strategi Kebijakan dan Diklat Hukum dan Peradilan (BSDK) Mahkamah Agung (MA) menggelar Pelatihan Singkat Pendalaman Substansi dan Kebaruan Hukum Pidana Nasional bagi 275 hakim pidana tingkat banding dan tingkat pertama seluruh Indonesia. Kegiatan Gelombang 6 ini berlangsung pada 24–28 November 2025 melalui mekanisme blended learning.
Pelatihan diselenggarakan untuk memperkuat pemahaman hakim terhadap ketentuan baru dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang KUHP, sekaligus memastikan standar profesionalitas sesuai kewajiban etik dan kebijakan revitalisasi pendidikan berkelanjutan di lingkungan peradilan.
Kepala BSDK Kumdil MA RI, Dr. H. Syamsul Arief, dalam laporan pembukaan menyampaikan bahwa pelatihan ini dirancang menggunakan sistem hibrida untuk memastikan pemerataan akses dan efektivitas pembelajaran teknis yustisial.
Baca Juga: Pimpinan MA dan Pakar Hukum Berkumpul Susun Kurikulum Pelatihan KUHP Baru
“Pelaksanaan pelatihan ini dilakukan secara hibrid sebagai bagian dari komitmen Mahkamah Agung dalam memperkuat kapasitas peradilan melalui metode pembelajaran yang adaptif dan terukur,” ujar Syamsul Arief. Ia menjelaskan bahwa peserta diwajibkan mengunggah surat tugas dan foto melalui portal registrasi, menyelesaikan pretest dan e-learning pada tahap pertama, serta mengikuti penyampaian materi, kuis, dan post-test pada tahap kedua melalui Zoom Meeting.
Syamsul Arief menegaskan bahwa pelatihan tersebut bukan sekadar kegiatan administratif, melainkan bagian dari agenda strategis pembinaan hakim.
“Program ini memiliki tujuan mendorong keseragaman pemahaman terhadap KUHP baru serta meningkatkan kemampuan teknis hakim dalam menjalankan kewenangan secara profesional,” ujarnya. Ia menambahkan bahwa pelaksanaan blended learning memungkinkan pengawasan dan evaluasi kinerja peserta secara berjenjang oleh penyelenggara.
Dalam sambutan pembukaan, Hakim Agung Kamar Pidana Mahkamah Agung RI, Sutarjo, menekankan pentingnya kesiapan aparatur peradilan menghadapi perubahan hukum pidana nasional.
“Tahun 2026 menjadi momen penting dalam sejarah hukum pidana di Indonesia, karena penerapan KUHP baru merupakan adaptasi terhadap perubahan dan perkembangan zaman,” kata Sutarjo. Ia menyampaikan bahwa keberlakuan KUHP 2023 mengakomodasi dinamika sosial dan fenomena yang berkembang dalam kehidupan masyarakat.
Sutarjo menyatakan bahwa peningkatan kompetensi hakim merupakan keharusan etik dan profesional.
“Pelatihan ini bertujuan agar hakim memahami substansi dan pembaruan KUHP sekaligus meningkatkan profesionalitas sesuai kewajiban etika hakim,” ujarnya.
Ia mengingatkan bahwa pelaksanaan kebijakan revitalisasi diklat merupakan mandat internal Mahkamah Agung sebagaimana tertuang dalam Memorandum Kamar Pembinaan. Menurutnya, sikap abai terhadap kewajiban mengikuti pelatihan dapat berimplikasi etik. “Peserta yang menolak tanpa alasan sah dianggap melanggar kode etik profesi,” tegasnya.
Lebih lanjut, Sutarjo menjelaskan bahwa substansi KUHP baru bukan hanya perubahan struktural, tetapi juga menuntut penyesuaian paradigma penegakan hukum.
“KUHP Baru mengakomodir fenomena dalam tata kehidupan masyarakat saat ini, sehingga dibutuhkan keseragaman tafsir agar tidak terjadi disparitas dalam putusan,” ujarnya.
Baca Juga: BSDK MA-RI Usung Tema “BSDK Bisa Kelas Dunia” dalam Pameran Kampung Hukum 2025
Ia mengapresiasi partisipasi hakim dari peradilan umum, termasuk Ad Hoc Tipikor, Ad Hoc HAM, dan Ad Hoc Perikanan, yang mengikuti pelatihan sebagai bentuk kesiapan institusi menghadapi masa transisi regulasi pidana nasional.
Melalui pelatihan ini, Mahkamah Agung RI menegaskan langkah penguatan kapasitas hakim dalam menyongsong penerapan KUHP baru pada 2026. Dengan mekanisme blended learning dan kewajiban partisipasi seluruh peserta, pelatihan Gelombang 6 menjadi bagian dari upaya memastikan profesionalitas peradilan serta keseragaman pemahaman terhadap hukum pidana nasional di seluruh Indonesia. IKAW/WI
Untuk Mendapatkan Berita Terbaru Dandapala Follow Channel WhatsApp : Info Badilum MA RI