KORUPSI telah melekat di kehidupan sosial manusia sejak zaman kuno dan terus menerus menjadi masalah besar dunia sampai sekarang. Dari peradaban Mesir kuno hingga dunia modern, praktik penyalahgunaan kekuasaan untuk keuntungan pribadi terus berulang, meski dengan bentuk dan konteks yang berubah dan berbeda-beda.
Ini menunjukkan bahwa korupsi adalah penyakit peradaban yang sulit diberantas, namun juga melahirkan gerakan perlawanan yang semakin kuat dari waktu ke waktu, termasuk lahirnya Hari Anti Korupsi Sedunia (Hakordia).
Salah satu jejak awal praktik korupsi dapat ditelusuri hingga sekitar 3000 SM di dinasti pertama Mesir kuno yang membangun sistem perpajakan untuk menopang pemerintahan. Meskipun sistem perpajakan menjadi instrumen vital pemerintahan Mesir kuno untuk menjaga stabilitas negara dan kehidupan sosial, tetapi juga membuka peluang bagi pejabat untuk melakukan manipulasi. Catatan sejarah menunjukkan adanya praktik penghindaran pajak dan penyalahgunaan wewenang dalam sistem peradilan pada masa pemerintaah raja Mesir kuno atau dikenal pharaoh (Firaun).
Baca Juga: Akuntansi Forensik, Jurus Baru Pemberantasan Korupsi
Tidak seluruh raja atau firaun mesir kuno berperilaku korup. Firaun Horemheb yang berkuasa sekitar 1300 SM justru berusaha menata ulang sistem pemerintahan dan menindak praktik korupsi setelah kekacauan politik era sebelumnya. Ia mencetuskan Edict of Horemheb (Dekrit Horemheb) yaitu salah satu teks paling terkenal dari masa pemerintahannya.
Dekrit ini berisi aturan untuk menghukum pejabat yang menyalahgunakan wewenang, menerima suap, atau menipu rakyat dalam urusan pajak dan hukum. Dekrit ini bisa dianggap sebagai salah satu regulasi anti-korupsi paling awal dalam sejarah manusia.
Pada masa Yunani Kuno, konsep korupsi berkembang dari sekadar persoalan materi dan harta menjadi isu moral dan integritas. Di Romawi, muncul istilah corrumpere yang memaknai korupsi sebagai tindakan merusak hukum melalui pemalsuan dokumen dan penyalahgunaan jabatan demi keuntungan pribadi.
Tokoh seperti Julius Caesar (100–44 SM) terkenal menggunakan kekerasan dan uang untuk meraih konsulat, menyingkirkan senat yang korup, dan membangun Roma baru. Praktik politik semacam itu dianggap wajar pada zamannya, tetapi menurut standar modern jelas merupakan bentuk korupsi, yang menunjukkan betapa eratnya hubungan antara kekuasaan dan uang dalam sejarah.
Memasuki abad pertengahan, korupsi tidak hanya dipandang sebagai pelanggaran sosial, tetapi juga sebagai dosa dalam perspektif keagamaan. Salah satu bentuk korupsi pada abad pertengahan yaitu praktik simoni atau dikenal dengan jual beli jabatan gereja yang mencemari institusi keagamaan dan dianggap sebagai dosa besar. Seiring berkembangnya perdagangan dan kapitalisme awal, korupsi mulai dipahami bukan sekadar pelanggaran moral yang dianggap dosa besar, melainkan sebagai kejahatan modern yang harus ditindak melalui sistem hukum formal.
Di era modern, korupsi menjadi salah satu faktor utama runtuhnya rezim dan pemerintahan. Skandal yang menyeret presiden, menteri, dan elit politik di berbagai negara menunjukkan bahwa korupsi tidak hanya menjadi persoalan individu melainkan ancaman serius bagi stabilitas negara dan kepercayaan publik. Fenomena ini mendorong upaya kolektif masyarakat internasional untuk membangun standar global dalam memerangi korupsi.
Puncak kesadaran global tersebut tercermin dalam adopsi United Nations Convention Against Corruption(UNCAC) oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa pada 31 Oktober 2003. Konvensi ini menjadi tonggak penting kerja sama internasional yang terdiri dari 190 negara peserta berkomitmen untuk melawan korupsi. Sejak itu, setiap tanggal 9 Desember diperingati sebagai Hari Anti Korupsi Sedunia (Hakordia), sebagai pengingat bahwa perang melawan korupsi adalah tanggung jawab bersama umat manusia.
Sejarah panjang dari dekrit Horemheb di Mesir Kuno hingga lahirnya UNCAC menunjukkan bahwa upaya melawan korupsi telah ada sejak ribuan tahun lalu. Hakordia hari ini adalah kelanjutan dari perjuangan itu, menegaskan bahwa meski korupsi setua peradaban, tekad manusia untuk melawannya juga abadi.
Referensi:
Bryson, Karen Margaret. The Reign of Horemheb: History, Historiography, and the Dawn of the Ramesside Era. Disertasi PhD, Johns Hopkins University, 2018.
Kuru, D. (2022). “From Ancient Times to Modern World: Corruptus.” Dalam Corruption – New Insights. IntechOpen. https://doi.org/10.5772/intechopen.107990
United Nations. “International Anti-Corruption Day.” https://www.un.org/en/observances/anti-corruption-day (diakses 8 Desember 2025).
Baca Juga: 15 Tahun Pengadilan Tipikor, Saatnya Bangkit untuk Keadilan Substantif
“Edict of Horemheb.” Wikipedia. https://en.wikipedia.org/wiki/Edict_of_Horemheb (diakses 8 Desember 2025).
National Geographic Indonesia. “Singkap Sistem Perpajakan dan Korupsinya dalam Sejarah Mesir Kuno.” https://nationalgeographic.grid.id/read/134058802/singkap-sistem-perpajakan-dan-korupsinya-dalam-sejarah-mesir-kuno (diakses 8 Desember 2025).
Untuk Mendapatkan Berita Terbaru Dandapala Follow Channel WhatsApp : Info Badilum MA RI