Jakarta – Mahkamah Agung Republik Indonesia melalui Kepaniteraan MA bersama Federal Circuit and Family Court of Australia (FCFCoA) menggelar diskusi mengenai pemanfaatan KTP elektronik atau Digital ID dalam sistem penanganan perkara. Kegiatan yang berlangsung pada Selasa (23/09/2025) ini juga difasilitasi oleh Tim Australia Indonesia Partnership for Justice (AIPJ) serta dihadiri Tim Pengembang Aplikasi dari Biro Hukum dan Humas MA.
Hingga kini, KTP elektronik di Indonesia belum dimanfaatkan secara optimal dalam proses peradilan. Identitas kependudukan masih diinput secara manual pada aplikasi peradilan seperti SIPP, e-Court, dan e-Berpadu. Hal ini disampaikan oleh Angel Firstia Kresna, Hakim Yustisial Kepaniteraan MA, yang menekankan pentingnya integrasi data kependudukan dengan sistem informasi penanganan perkara.
“Integrasi data kependudukan dengan Sistem Informasi Penanganan Perkara sangatlah penting. Namun untuk saat ini integrasi tersebut belum terwujud,” ujar Angel.
Baca Juga: Integrasi Core Crimes Dalam KUHP Nasional: Analisis De Minimis Implikasinya
Tim AIPJ2, Cate Sumner menjelaskan masih banyak kendala akibat belum terintegrasinya Digital ID, diantaranya kewajiban pihak berperkara untuk datang ke pengadilan untuk agenda tertentu, belum adanya keterhubungan data kemiskinan dengan SIP, serta belum sinkronnya data perceraian, pengesahan nikah, dan peristiwa hukum lainnya dengan database Kementerian Dalam Negeri.
“Masalah-masalah yang akan dihadapi dalam dunia peradilan akan sangat kompleks apabila sistem informasi pengadilan belum terintegrasi dengan Digital ID”, ujarnya dalam pemaparan.
Hal senada juga disampaikan oleh Leisha Lister, dirinya menyebutkan persoalan serupa juga dihadapi Australia, di mana integrasi data kependudukan dengan sistem pengadilan belum sepenuhnya sempurna.
Hal ini ditegaskan pula oleh Justice Christie, delegasi dari FCFCoA yang mendorong agar Indonesia mempercepat realisasi integrasi tersebut.
“Kami mendorong Mahkamah Agung RI untuk dapat mempercepat integrasi data kependudukan dengan sistem penanganan perkara agar terciptanya peradilan yang cepat dan sederhana”, ujarnya.
Meskipun demikian, Mahkamah Agung sendiri telah melakukan berbagai langkah modernisasi peradilan, seperti implementasi e-Court, e-Berpadu, sidang di luar gedung pengadilan, hingga pemeriksaan saksi secara elektronik. Namun, menurut Ahmad Zainul Anam, Hakim Yustisial Kepaniteraan MA, masih ada pekerjaan rumah dalam integrasi data kependudukan.
“Pimpinan Mahkamah Agung memiliki komitmen tinggi terhadap modernisasi peradilan. Inilah tanggung jawab kita bersama agar integrasi ini segera terwujud demi terciptanya peradilan yang cepat, sederhana, dan berbiaya ringan”, tegasnya.
Sementara dari sisi teknis, integrasi tersebut dipandang sangat memungkinkan. Ikhwanul Dawam Sutawijaya, Tim Pengembang Aplikasi Biro Hukum dan Humas, dalam diskusi tersebut menyebutkan bahwa sistem IT pengadilan siap untuk mendukung integrasi Digital ID dengan aplikasi perkara.
Baca Juga: Integrasi Kesekretariatan Pengadilan di Bawah Ditjen Badan Peradilan
“Secara teknis, integrasi ini sangat mungkin dilakukan dan akan memudahkan pengadilan,” ungkap Dawam.
Diskusi penting ini diharapkan menjadi pijakan awal bagi Mahkamah Agung dalam memanfaatkan Digital ID untuk memperkuat pelayanan hukum yang sederhana, cepat, dan biaya ringan, sejalan dengan agenda besar modernisasi peradilan di Indonesia. (al/ldr)
Untuk Mendapatkan Berita Terbaru Dandapala Follow Channel WhatsApp : Info Badilum MA RI