Cari Berita

MA RI–Australia Kolaborasi Perkuat Akses Keadilan Bagi Perempuan dan Anak

Tim Komang - Dandapala Contributor 2025-09-25 19:10:37
Dok. Ist.

Jakarta - Mahkamah Agung Republik Indonesia (MA RI) bersama Federal Circuit and Family Court of Australia (FCFCOA) menggelar diskusi daring pada Kamis (25/09/2025), membahas perlindungan hak perempuan dan anak serta perkembangan sistem peradilan digital. 

Kegiatan ini difasilitasi oleh Australia Indonesia Partnership for Justice 3 (AIPJ3) sebagai bagian dari kerja sama yudisial bilateral yang telah berlangsung sejak 2004.

Diskusi ini menjadi bagian dari rangkaian kunjungan resmi Justice Christie ke MA RI pada 23–26 September 2025. Dalam kunjungan tersebut, kedua lembaga juga membahas keberlanjutan kerja sama court-to-court, termasuk pertukaran data perkara dan penguatan kapasitas hakim.

Baca Juga: Femisida Dalam Kerangka Hukum Indonesia

Dalam sambutannya, Dirjen Badilum menekankan pentingnya peran nyata kerja sama ini. Ia memaparkan data real-time mengenai perkara perempuan dan anak, termasuk tren dispensasi kawin, perceraian, hingga pemanfaatan layanan e-court. 

“Data ini tidak sekadar angka, tapi cermin kondisi lapangan. Harapannya forum ini melahirkan gagasan baru dari para hakim di PN dan PT, bukan sekadar penyerapan anggaran, melainkan kontribusi nyata bagi kemajuan peradilan Indonesia dan Australia,” ujarnya.

Acara yang dipandu oleh Wahyu Widiana ini mengingatkan kembali bahwa kolaborasi tersebut telah berlangsung selama dua dekade dan memberi manfaat signifikan, antara lain dalam perluasan akses keadilan lewat sidang keliling, posbakum, hingga pendaftaran perkara secara elektronik.

Dalam paparannya, Dirjen menguraikan perkembangan penanganan perkara. Permohonan dispensasi kawin, misalnya, sempat melonjak hingga lebih dari seribu kasus dalam setahun, dengan mayoritas dikabulkan. Namun tren terkini justru menurun, meski ada daerah tertentu yang masih mencatat angka tinggi. Perceraian juga menunjukkan kenaikan konsisten, dengan Denpasar dan Jakarta menempati posisi teratas. Sementara itu, pemanfaatan layanan e-court dan e-litigation sudah mencapai ratusan ribu perkara, meski masih menghadapi tantangan dari sisi kualitas SDM, keterbatasan anggaran, hingga sarana prasarana.

“Jumlah hakim kita memang ribuan, tapi untuk panitera pengganti dan jurusita kebutuhannya masih jauh dari ideal. Inilah tantangan yang harus diatasi, agar digitalisasi benar-benar berdampak pada kualitas pelayanan,” tegas Dirjen.

Usai pemaparan Dirjen, tiba giliran Justice Suzanne Christie menyampaikan refleksi dan arahan ke depan. Ia menyoroti masih rendahnya akses masyarakat terhadap layanan hukum yang layak. Dari ratusan ribu perkara yang masuk ke pengadilan, hampir seluruhnya diajukan tanpa bantuan advokat. 

“Banyak pihak yang bahkan kesulitan datang ke pengadilan hanya untuk memverifikasi identitas. Karena itu, langkah jangka pendek 2025–2026 adalah memungkinkan pendaftaran perkara online dengan KTP. Dalam jangka panjang, MA dan Kemendagri perlu mendorong digital ID agar verifikasi bisa sepenuhnya daring,” jelasnya.

Suzanne juga menyinggung pentingnya integrasi data antar kementerian. Saat ini, pembaruan status sipil seperti pernikahan atau perceraian belum otomatis terhubung dengan catatan kependudukan. Dalam salah satu paparan materinya dijelaskan “data exchange between ministries is not integrated to update civil status records”.

“Bayangkan jika putusan pengadilan langsung terkirim ke Dukcapil secara elektronik, itu akan memangkas birokrasi dan memberi kepastian hukum lebih cepat,” tambahnya.

Hal lain yang tak kalah penting adalah penegakan pemberian tunjangan anak. Menurutnya, banyak putusan pengadilan sudah memuat perintah tunjangan, tetapi tidak seragam dan sulit dieksekusi. 

“Harus jelas kapan dibayar, kepada siapa, berapa kenaikan setiap tahun, dan sampai kapan. Semua ini harus tertuang tegas dalam amar putusan,” tegasnya.

Baca Juga: Perempuan di Balik Palu: Perjuangan Hakim Perempuan dalam Dunia Patriarki

Kerja sama lintas negara ini menegaskan bahwa MA RI dan FCFCOA tidak berhenti pada wacana, melainkan benar-benar berkomitmen memperjuangkan perlindungan hak perempuan dan anak melalui berbagai inovasi dan kolaborasi.

Kegiatan ini diikuti oleh para Ketua dan Hakim Pengadilan Tinggi maupun Negeri dari seluruh Indonesia, bersama pejabat MA RI dan tim AIPJ3. Sesi ditutup dengan refleksi dari FCFCOA dan AIPJ3 yang menekankan pentingnya memperkuat reformasi akses keadilan serta perlindungan hak perempuan dan anak. (Anandy Satrio/Bintoro Wisnu Prasojo/Fadillah Usman/Gillang Pamungkas/Urif Syarifudin/Ria Permata Sukmaal/ldr)

Untuk Mendapatkan Berita Terbaru Dandapala Follow Channel WhatsApp : Info Badilum MA RI