Cari Berita

Meluruskan Vonis Korupsi Giovanni Bintang Rahardjo yang Disalahpahami Publik

Gillang Pamungkas - Dandapala Contributor 2025-12-21 18:45:27
Dok. Ist.

Bandung – Sejumlah pemberitaan media terkait perkara korupsi yang menjerat eks Direktur Utama PD Petrogas Persada Karawang, Giovanni Bintang Rahardjo, memicu kesalahpahaman di tengah masyarakat. 

Sorotan tajam diarahkan pada vonis 2 tahun penjara yang dinilai tidak sebanding dengan kerugian negara lebih dari Rp5 miliar. Akibatnya, ruang komentar publik dipenuhi anggapan bahwa pelaku korupsi “cukup dipenjara sebentar lalu bebas”.

Masalahnya, narasi tersebut lahir dari informasi yang tidak disampaikan secara utuh.

Baca Juga: Persimpangan Jalan Antara Keadilan Prosedural & Substantif: 3 Tahun Pasca Putusan MK

Bahkan pada aspek administratif, masih ditemukan kekeliruan. Sejumlah media menyebut perkara ini bernomor 77/Pid.Sus/2025/PN Bandung. Padahal, nomor perkara yang benar adalah 77/Pid.Sus-TPK/2025/PN Bdg dan telah diputus pada Rabu (17/12/2025).

Kesalahan mendasar dalam penulisan nomor perkara, tanggal putusan, dan status hukum perkara menunjukkan kurangnya verifikasi dan potensi penyesatan informasi publik.

Lebih substansial lagi, amar putusan terhadap Giovanni tidak berhenti pada pidana penjara 2 tahun. Majelis hakim juga menjatuhkan pidana tambahan berupa uang pengganti sebesar Rp5.145.224.363,00, jumlah yang merepresentasikan kerugian negara dalam perkara tersebut.

Dalam praktik pidana korupsi, pidana uang pengganti memiliki konsekuensi serius. Jika tidak dibayarkan, harta benda terpidana akan disita dan dilelang oleh jaksa untuk menutup kerugian negara. 

“Jika tidak membayar maka harta bendanya disita dan dilelang oleh Jaksa untuk menutupi uang pengganti tersebut dengan ketentuan apabila Terpidana tidak mempunyai harta benda yang mencukupi maka dipidana dengan pidana penjara selama 1 (satu) tahun”, demikian tercantum dalam amar putusan.

Artinya, pidana penjara 2 tahun bukanlah satu-satunya penghukuman yang dijatuhkan oleh Majelis Hakim dalam perkara ini. Selain ancaman kehilangan kebebasan, terpidana juga berhadapan dengan risiko kehilangan seluruh harta pribadinya demi memulihkan kerugian negara.

Dalam pertimbangan hukumnya, majelis hakim merujuk pada Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) Nomor 1 Tahun 2020 tentang Pedoman Pemidanaan. Berdasarkan pedoman tersebut, sisa kerugian negara sebesar Rp5,145 miliar diklasifikasikan dalam kategori sedang.

Baca Juga: 15 Tahun Pengadilan Tipikor, Saatnya Bangkit untuk Keadilan Substantif

Dengan demikian, vonis yang dijatuhkan merupakan hasil penerapan pedoman resmi pemidanaan yang dirancang untuk menjaga konsistensi dan proporsionalitas dalam perkara korupsi. Anggapan publik bahwa hukuman ini “terlalu ringan” umumnya muncul karena penilaian hanya bertumpu pada lamanya pidana penjara, padahal pemidanaan korupsi juga bertujuan memulihkan kerugian negara.

Karena itu, media semestinya menyajikan judul dan narasi secara utuh agar tidak menyesatkan dan memicu kemarahan publik. Melalui Dandapala, fakta putusan dapat ditelusuri secara lengkap sehingga masyarakat memahami bahwa pidana korupsi tidak dapat dilihat dari penjara semata, tetapi juga dari kewajiban pembayaran uang pengganti sebagai upaya pemulihan kerugian negara. (Gillang Pamungkas/al/ldr)

Untuk Mendapatkan Berita Terbaru Dandapala Follow Channel WhatsApp : Info Badilum MA RI

Memuat komentar…