Dalam pembuktian suatu perkara korupsi, batas antara motif dan mens rea kerap kali kabur serta memantik perdebatan, baik dalam ranah teori maupun praktik peradilan. Padahal, dalam sistem hukum pidana modern, relevansi antara motif dan mens rea tidak hanya dapat dianalisis melalui ilmu hukum saja, tetapi juga dianalisis melalui pendekatan interdisipliner yang melibatkan ilmu lain di luar hukum, yaitu psikologi forensik.
Meskipun
motif tidak termasuk unsur delik dan karenanya tidak wajib dibuktikan dalam
proses pembuktian perkara pidana, namun dalam konteks hukum pidana modern,
keberadaannya tetap penting karena membantu memahami kondisi mental serta
dorongan psikologis pelaku, bahkan dalam praktik sering memengaruhi penilaian
hakim terhadap tingkat kesalahan dan berat-ringannya pidana.
Berbeda dengan mens rea, yang dalam praktek peradilan wajib dibuktikan, sebab tidak
hanya berimplikasi pada teknik judicial semata, akan tetapi juga berakibat pada
apakah suatu perbuatan dapat dikualifikasikan sebagai tindak pidana yang
sempurna dalam konteks pertanggungjawaban pidana. Mens Rea yang secara harfiah diartikan sebagai “niat jahat” berasal
dari sebuah adagium Latin yang merujuk pada unsur mental dari kejahatan: actus non facit reum nisi mens sit rea.
Baca Juga: Mens Rea: Pengertian, Kedudukan dan Penerapan Praktik Peradilan
Awal mula konsep ini berkembang pada akhir
abad ke-12 yang dipengaruhi hukum romawi dan hukum kanonik, dimana dalam
perspektif hukum kanonik terkait pertimbangan mengenai dosa melibatkan unsur
mental yang hampir sama dengan tindakan fisik.
Mens rea berhubungan dengan asas “Keine Strafe onhe Schuld, tak ada pidana jika orang tak bersalah. Di Indonesia dan negara-negara barat umumnya asas ini merupakan asas hukum yang tidak tertulis. Di Inggris dan Amerika Serikat mengenal asas tak tertulis an act does not make a person guilty unless his mind is guilty.
Mens rea atau
mental element di Inggris, Australia,
Selandia Baru, serta Amerika Serikat, oleh pandangan monistik terhadap delik
disebut unsur subjektif, yang kalau unsur-unsurnya terbukti adanya, maka
berarti terbuktinya pertanggungjawaban pembuat delik. Unsur-unsurnya adalah
kemampuan bertanggungjawab, kesalahan dalam arti luas (dolus dan culpa lata),
tak adanya dasar pemaaf (veronstschuldingsgrond)
yang semuanya melahirkan Schuldhaftigkeit
uber den Tater, yaitu hal dapat dipidananya pembuat delik. (Zainal Abidin
Farid, 2007:53-58).
Dimensi
Motif dan Mens Rea;
Sebagaimana telah dijelaskan diatas, irisan
antara motif dan mens rea tertaut
dalam kacamata psikologi forensik, dimana motif pada prinsipnya dapat
digolongkan menjadi motif emosional dan motif instrumental. Ahli psikologi
forensik, Reza Indra Giri menyebutkan bahwa dalam setiap perilaku jahat manusia
hanya ada dua kemungkinan motif yaitu:
Pertama,
Motif Emosional, yang pada dasarnya setiap
orang melakukan pelanggaran pidana dikarenakan adanya perasaan-perasaan negatif
tertentu misalnya marah, dendam, benci, sakit hati, frustasi, putus asa.
Kedua,
Motif Instrumental, yang pada
dasarnya tidak berkaitan dengan suasana hati manusia, akan tetapi yang terpikir
oleh pelaku adalah akan mendapatkan sesuatu, misalnya mendapatkan cinta,
popularitas, harta atau lainnya.
Sementara, mens rea berbicara mengenai level kesadaran dibalik sebuah
perbuatan yaitu:
1. Planned, yang
merupakan mens rea level tertinggi, dimana
seseorang melakukan pelanggaran hukum secara terencana. Elemen target,
insentif, sumber daya atau instrumen, dan resikonya sudah dipertimbangkan dan
dipersiapkan matang-matang sebelum melakukan aksi kejahatannya.
2. Knowing,
dimana pelaku kejahatan mengetahui bahwa
perbuatannya salah atau melawan hukum akan tetapi tidak ada perencanaan sebelum
melakukan kejahatan.
3. Recklessness,
dimana pelaku secara sengaja dan secara sadar
mengabaikan pemikiran-pemikiran tentang konsekuensi buruk yang akan muncul
akibat perbuatannya.
4. Negligence,
dimana Pelaku secara sengaja melakukan perbuatan melawan hukum, tetapi tidak
menyadari bahwa tindakannya menimbulkan risiko; dengan kata lain, ia sadar atas
perbuatannya, namun tidak cukup mampu memperkirakan akibat yang akan timbul.
Pelajaran dari Praktik Peradilan;
Di Inggris, kasus Fowler v. Padget (1798) dianggap sebagai salah satu putusan penting dalam perkembangan hukum pidana, di mana Lord Kenyon menegaskan bahwa mens rea merupakan unsur esensial dalam terbentuknya tindak pidana. Dalam perkara tersebut, Padget (terdakwa) membuat pernyataan yang secara moral keliru, namun tidak terbukti memiliki niat untuk menipu.
Oleh karena itu,
pengadilan menyatakan bahwa sekadar membuat pernyataan salah tidaklah cukup;
harus ada bukti adanya niat menipu. Prinsip ini menegaskan bahwa niat jahat (mens rea) dan perbuatan terlarang (actus reus) merupakan dua unsur yang
tidak dapat dipisahkan dalam pembentukan tindak pidana.
Di Indonesia, terdapat beberapa putusan
pengadilan yang menggambarkan yang menyorot perspektif motif dan mens rea, khususnya dalam perkara
korupsi, seperti pada putusan Mahkamah Agung Nomor 980 K/Pid.Sus/2015 tanggal
20 Januari 2016 yang dalam pertimbangan hukumnya menyatakan bahwa Terdakwa
tidak memiliki mens rea karena hanya
diperalat oleh atasan/Pimpinan Terdakwa untuk melakukan korupsi.
Selain itu, putusan Mahkamah Agung Nomor
6418 K/Pid.Sus/2025 tanggal 15 Juli 2025, menegaskan bahwa Terdakwa selaku
Direktur RSUD dan selaku Pengguna Anggaran, tidak memiliki mens rea untuk melakukan tindak pidana yang merugikan keuangan
negara.
Terdapat pula pertimbangan Mahkamah Agung
dalam putusan Nomor 1254 PK/Pid.Sus/2024 tanggal 11 September 2024 yang
prinsipnya bahwa meskipun terbukti Terdakwa memotong pembayaran kepada pegawai
negeri atau penyelenggara Negara atau kas umum, namun perbuatan tersebut justru
menguntungkan masyarakat sehingga hilang sifat melawan hukum materiil dalam
fungsinya yang negatif.
Referensi
Eugene J. Chesney, “Concept of Mens Rea in the Criminal
Law”, Journal of
Criminal Law and Criminology, Volume
29, Issue 5 January, 1939.
Baca Juga: MA Tolak Kasasi Selebgram Rea Wiradinata di Kasus Pailit
Zainal Abidin Farid, “Hukum
Pidana I”, Bumi Aksara, Jakarta, Cetakan ke-2, 2007.
Untuk Mendapatkan Berita Terbaru Dandapala Follow Channel WhatsApp : Info Badilum MA RI