Cari Berita

Patutkah Anak Dibebani Biaya Atas Perkaranya?

Anisa Lestari-Hakim PN Muara Enim - Dandapala Contributor 2025-09-05 08:05:26
Dok. Ist.

”Menimbang, bahwa oleh karena Anak dijatuhi pidana maka haruslah dibebani pula untuk membayar biaya perkara”, sepintas bunyi pertimbangan hukum terkait pembebanan biaya perkara, yang termuat dalam template penulisan putusan pidana anak sebagaimana SK KMA Nomor : 359/KMA/SK/XII/2022.

Terkait pembebanan biaya perkara terhadap anak yang berkonflik dengan hukum, UU SPPA tidak mengatur secara khusus sehingga landasan hukumnya masih berpedoman kepada ketentuan KUHAP. KUHAP mengatur biaya perkara dibebankan kepada siapapun yang diputus pidana, kecuali dalam hal putusan bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum, atau Terdakwa telah mengajukan permohonan pembebasan biaya perkara yang telah disetujui oleh Pengadilan, maka biaya perkaranya dibebankan kepada negara.

Dari ketentuan tersebut dapat disimpulkan pembebanan biaya perkara akan memunculkan suatu kewajiban bagi orang yang dihukum untuk membayar sejumlah uang yang timbul sebagai akibat dari proses perkara yang sedang dijalaninya, tidak terkecuali terhadap Anak.

Baca Juga: Menelusuri Penerapan Pidana Peringatan Terhadap Anak

Ketentuan ini dirasa bertolak belakang dengan beberapa ketentuan lain yang berkaitan dengan anak. Contoh pada ketentuan penjatuhan pidana denda terhadap anak, meskipun sama-sama menimbulkan kewajiban untuk membayar sejumlah uang, UU SPPA mengatur pidana denda tersebut diganti dengan pelatihan kerja, apabila dalam hukum materiilnya anak diancam pidana kumulatif penjara dan denda. Selain itu, pidana denda juga tidak termasuk sebagai salah satu jenis pemidanaan yang diatur dalam UU SPPA.

Ketentuan lainnya dapat dilihat pada aturan mengenai pembebanan restitusi terhadap anak sebagaimana diatur dalam PP Nomor 43 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan Restitusi bagi Anak yang menjadi Korban Tindak Pidana jo. Perma Nomor 1 Tahun 2022 tentang Tata Cara Penyelesaian Permohonan dan Pemberian Restitusi dan Kompensasi kepada Korban Tindak Pidana, yang menyebutkan dalam hal pelaku tindak pidana adalah anak maka Termohon adalah orang tua/Wali anak, yang juga berkewajiban untuk melaksanakan pemberian restitusi kepada korban.

Beberapa ketentuan tersebut mengalihkan tanggung jawab anak untuk dibebani hukuman maupun kewajiban berupa pembayaran sejumlah uang, baik dengan melimpahkan pembebanannya kepada orang tua/Wali ataupun diganti dengan jenis pemidanaan lainnya.

Menurut Penulis alasan yang melandasinya dikarenakan anak dianggap belum cakap untuk menafkahi dirinya sendiri dan berhak untuk dilindungi hak-haknya, termasuk tumbuh kembangnya. Bila dihubungkan dengan konteks pembebanan biaya perkara terhadap anak, timbul pertanyaan apakah Anak yang berkonflik dengan hukum patut dibebankan kewajiban membayar biaya perkara?

Dasar Hukum Pembebanan Biaya Perkara

Sebelum berlakunya KUHAP, ketentuan mengenai biaya perkara dalam Hukum Acara Pidana diatur dalam Pasal 378 HIR. Pasal ini menyebutkan tiap orang yang dikenakan hukuman, harus pula dihukum membayar biaya perkara.

Hanya jika dibebaskan sama sekali atau dibebaskan dari segala hukuman, maka biaya perkara itu ditanggung oleh negara. Setelah berlakunya KUHAP, ketentuan tersebut dicabut dan diganti dengan Pasal 222 KUHAP yang mengatur bahwa siapapun yang diputus pidana dibebani membayar biaya perkara dan dalam hal putusan bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum, biaya perkara dibebankan pada negara.   

Pengecualian Pembebanan Biaya Perkara

Pengecualian terhadap pembebanan biaya perkara diatur pada Pasal 222 ayat (2) KUHAP, yang menyebutkan apabila Terdakwa sebelumnya telah mengajukan permohonan pembebasan dari pembayaran biaya perkara berdasarkan syarat tertentu dengan persetujuan pengadilan, maka biaya perkara akan dibebankan pada negara.

Pengecualian lain juga diatur dalam SEMA Nomor 1 tahun 2017, pada rumusan kamar pidana yang menyebutkan meskipun bukan merupakan jenis pidana yang dimaksud dalam Pasal 10 KUHP, pembebanan biaya perkara haruslah didasari atas rasa peri kemanusiaan dan keadilan yang bermartabat. Rumusan ini kemudian mendasari diambil alihnya pembebanan biaya perkara kepada negara terhadap Terdakwa yang dijatuhi pidana mati atau pidana penjara seumur hidup.

Pembebanan Biaya Perkara terhadap Anak

Telah disinggung sebelumnya bahwa belum terdapat aturan di dalam UU SPPA yang mengatur secara khusus terkait pembebanan biaya perkara anak, sehingga untuk penjatuhannya masih berpedoman kepada Pasal 222 KUHAP.

Pada prinsipnya, UU Perlindungan Anak mengatur bahwa setiap anak berhak untuk dibesarkan dan diasuh oleh orang tuanya. Undang-undang ini juga mengatur bahwa orang tua mempunyai kewajiban dan tanggungjawab untuk mengasuh, memelihara, dan melindungi anak, serta menjamin tumbuh kembangnya.

Hal mana sebelumnya telah diatur dalam UU Kesejahteraan Anak yang menyebutkan orang tua merupakan pihak yang pertama kali bertanggungjawab untuk mewujudkan kesejahteraan anak baik secara rohani, jasmani maupun sosial.

Didasarkan pada berbagai ketentuan tersebut dapat disimpulkan bahwa orang tua berkewajiban dan bertanggung jawab untuk mengasuh anaknya, termasuk membiayai kebutuhan hidupnya sampai nantinya anak tersebut mencapai usia dewasa.

Terkait konteks ini, apakah orang tua/Wali juga berkewajiban untuk menanggung pembebanan atas biaya perkara anaknya?

Dalam prespektif UU Perlindungan Anak dan UU Kesejahteraan Anak, anak dianggap sebagai individu yang belum mampu untuk membiayai hidupnya sendiri dan masih memerlukan pengasuhan orang tua/Walinya.

Hal ini yang kemudian mendasari adanya aturan atau kebijakan yang sedapat mungkin menghindarkan anak dari hukuman maupun kewajiban bersifat materiil. Salah satunya UU SPPA, pada ketentuan pendahulunya yaitu Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Peradilan Anak, khususnya Pasal 23 ayat (2) mencantumkan pidana denda sebagai jenis pidana pokok yang dapat dijatuhkan kepada anak. Ketentuan ini kemudian diganti dengan Pasal 71 ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 (UU SPPA), yang justru menghilangkan jenis pidana denda bagi anak.

Begitupun dalam hal, anak diancam pidana yang bersifat kumulatif berupa penjara dan denda, Pasal 71 ayat (3) UU SPPA mengatur pidana denda tersebut diganti dengan pelatihan kerja. Selain UU SPPA, ketentuan lain yang juga mengalihkan kewajiban anak atas pembayaran sejumlah uang terdapat dalam ketentuan mengenai restitusi yang dimohonkan terhadap pelaku anak.

Sebagaimana diatur dalam Pasal 21 ayat (2) PP Nomor 43 Tahun 2017 jo Pasal 1 angka 6 Perma Nomor 1 Tahun 2022, yang justru mengalihkannya tanggungjawab pelaksanaan pemberian restitusi dari anak kepada orang tua/Walinya.

Mengacu kepada semangat yang terkandung dalam UU Perlindungan Anak dan UU Kesejahteraan Anak tersebut, maka selayaknya kewajiban pembayaran biaya perkara tidak dibebankan terhadap anak, melainkan sebaiknya dialihkan kepada orang tua/Wali sebagai pihak yang bertanggungjawab untuk mengasuh dan membiayai anak.

Baca Juga: Arsip Pengadilan 1932 : Cikal Bakal Lahirnya Fidusia Di Indonesia

Hal mana selaras dengan asas yang terkandung dalam Sistem Peradilan Pidana Anak yang lebih mengutamakan kepentingan terbaik bagi anak, serta kelangsungan hidup dan tumbuh kembangnya. Namun, tentunya terkait pembebanan biaya perkara ini, perlu untuk diatur secara khusus di dalam ketentuan UU SPPA maupun ketentuan lainnya, sehingga pembebanannya tidak semata-mata hanya didasarkan kepada ketentuan Pasal 222 KUHAP. (ldr)

Untuk Mendapatkan Berita Terbaru Dandapala Follow Channel WhatsApp : Info Badilum MA RI