Cari Berita

Pembaharuan KUHP Nasional dan Pengaruhnya Terhadap Keberadaan Hukum Pidana Adat

Mazmur Ferdinandta Sinulingga - Dandapala Contributor 2025-10-01 13:05:18
Dok. Ist.

C.S.T Kansil membagi hukum dalam beberapa bentuk dimana salah satunya adalah menurut sumbernya, maka hukum terbagi yaitu: undang-undang, kebiasaan (adat), traktat, dan yurisrudensi (Neni Sri Imaniyati dan Panji Adam, 2018:63).

Sebagai masyarakat Indonesia bahkan tidak jarang kita mendengar peribahasa “dimana bumi dipijak, di situ langit dijunjung”, menggambarkan bahwa terdapat tatanan aturan-aturan yang tumbuh, dan berlaku yang dapat dikatakan sebagai hukum kebiasaan/adat di daerah tersebut.

Pasal 1 ayat (1) KUHP dikatakan: “Suatu perbuatan tidak dapat dipidana, kecuali berdasarkan kekuatan ketentuan perundang-undangan pidana yang telah ada” yang mana secara umum disebut dengan asas legalitas. Prof. Dr. Wirjono Prodjodikoro, S.H. dalam Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia, 2009, berpendapat hukum pidana hanya terdiri dari hukum tertulis yaitu apa yang termuat dalam peraturan undang-undang, sehingga tidak ada hukum adat dalam rangkaian hukum pidana.

Baca Juga: Interpretasi Pengadilan Atas Hak Tradisional Masyarakat Adat Timor Tengah Selatan

Sementara itu, ketika Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana atau yang dikenal dengan KUHP Nasional disahkan, maka pembaharuan di dalamnya membedakan dengan KUHP lama yang merupakan peninggalan Belanda. Salah satu pembaharuan itu terdapat dalam Buku I KUHP Nasional.

Pasal 2 ayat (1) UU Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana mengatur: “Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (l) tidak mengurangi berlakunya hukum yang hidup dalam masyarakat yang menentukan bahwa seseorang patut dipidana walaupun perbuatan tersebut tidak diatur dalam Undang-Undang ini.” Di satu sisi terdapat asas legalitas, namun disisi lain tidak tertutup kemungkinan penegakan hukum juga dapat diterapkan dengan menerapkan hukum yang hidup dalam masyarakat.

Untuk melihat pengaruh pembaharuan KUHP Nasional dan keberadaan hukum pidana adat, maka tulisan ini “Pembaharuan KUHP Nasional dan pengaruhnya terhadap Keberadaan Hukum Pidana Adat” akan membahas dan menjawab mengenai bagaimana pengaruh KUHP Nasional terhadap Hukum Pidana Adat di Indonesia?

Pengaruh KUHP Nasional Terhadap Hukum Pidana Adat di Indonesia

B. H. Rahman, dalam jurnalnya “Eksistensi Hukum Pidana Adat Melayu Jambi Dalam Sistem Peradilan Pidana Indonesia,” J. Yuridis Unaja, vol. 1, no. 1, 2018, mengatakan di awal-awal kemerdekaan, peradilan-peradilan adat masih tetap eksis, UUDS 1950 dan UU Darurat Nomor 1 Tahun 1951 dianggap mengukuhkan keberadaan peradilan adat tersebut dimana peradilan adat ini menjadikan hukum adat dan hukum yang hidup dalam masyarakat sebagai dasar untuk menuntut dan menghukum seseorang, sehingga dengan kata lain, seseorang yang dianggap melanggar hukum adat (pidana adat) dapat diajukan ke pengadilan dan diberi hukuman.

Setelah disahkannya KUHP Nasional, maka keberadaan hukum yang hidup di tengah masyarakat kembali berlaku dan diakui dalam sistem hukum nasional. Munculnya aturan mengenai hal itu pertama sekali pada Pasal 2 KUHP Nasional. Terdapatnya asas legalitas tidak mengurangi berlakunya hukum yang hidup dalam masyarakat sebagaimana termuat di dalam Pasal 2 ayat (1) KUHP Nasional.

Mengenai apa itu hukum yang hidup dalam masyarakat dalam Penjelasan Pasal 2 ayat (1) KUHP Nasional disebutkan “Yang dimaksud dengan "hukum yang hidup dalam masyarakat adalah hukum adat yang menentukan bahwa seseorang yang melakukan perbuatan tertentu patut dipidana.

Hukum yang hidup di dalam masyarakat dalam pasal ini berkaitan dengan hukum tidak tertulis yang masih berlaku dan berkembang dalam kehidupan masyarakat di Indonesia. Untuk memperkuat keberlakuan hukum yang hidup dalam masyarakat tersebut, Peraturan Daerah mengatur mengenai Tindak Pidana adat tersebut.”

Berbicara soal penegakan hukum, bagi seorang hakim harus memedomani peraturan perundang-undangan salah satunya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman dalam Pasal 5 ayat (1).

Hal ini selaras dengan yang ada dalam Pasal 2 ayat (2) KUHP Nasional, yang dalam penjelasannya dikatakan “Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan "berlaku dalam tempat hukum itu hidup" adalah berlaku bagi Setiap Orang yang melakukan Tindak Pidana adat di daerah tersebut.

Ayat ini mengandung pedoman dalam menetapkan hukum pidana adat yang keberlakuannya diakui oleh Undang-Undang ini.” Peraturan Pemerintah yang menjadi pedoman untuk menetapkan hukum yang hidup dalam masyarakat yang termuat dalam Peraturan Daerah sebagaimana dalam Penjelasan Pasal 2 ayat (3) KUHP Nasional.

Pembaharuan KUHP Nasional juga memuat pemenuhan kewajiban adat setempat yang termasuk dalam beberapa jenis pidana tambahan. Pemberian sanksi ini jika memenuhi kriteria sebagaimana dalam Pasal 2 ayat (2) KUHP Nasional.

Pasal 96 ayat (2) KUHP Nasional mengatakan: “Pemenuhan kewajiban adat setempat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dianggap sebanding dengan pidana denda kategori II.” Meskipun nantinya tidak terdapat pemenuhan kewajiban adat setempat, namun hal tersebut dapat dijatuhkan dengan memperhatikan ketentuan Pasal 2 ayat (2) KUHP Nasional, sebagaimana tertulis di dalam Pasal 97 KUHP Nasional. Hal ini bertujuan untuk memenuhi rasa keadilan di tengah-tengah masyarakat terkait peraturan yang masih eksis di tiap-tiap daerah dan berdasarkan nilai-nilai yang ada.

Penutup

Dengan telah disahkannya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana atau yang dikenal KUHP Nasional, maka terdapat pembaharuan hukum yang memberikan pengaruh dengan memberlakukan hukum yang ada di masyarakat atau yang dikenal dengan tindak pidana adat dalam sistem hukum nasional negara kita, sehingga rasa keadilan di tengah masyarakat lebih dapat dirasakan dengan adanya pembaharuan pada KUHP Nasional ini. (ypy/ldr)

Referensi:

Prodjodikoro, Wirjono, Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia, 2009.

Rahman, B. H. Eksistensi Hukum Pidana Adat Melayu Jambi Dalam Sistem Peradilan Pidana Indonesia,” J. Yuridis Unaja, vol. 1, no. 1, 2018.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

Baca Juga: Nilai Keadilan Restoratif dalam Hukum Adat Minangkabau

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.

Untuk Mendapatkan Berita Terbaru Dandapala Follow Channel WhatsApp : Info Badilum MA RI