Tanjung Karang- Pengadilan Negeri (PN) Tanjung Karang, Lampung menjatuhkan hukuman 12 tahun penjara kepada Daniel Sandjaja. Bila tidak membayar uang pengganti Rp 17 miliar, maka hukumannya ditambah 8 tahun penjara.
Kasus bermula saat PDAM Way Rilau Kota Bandar Lampung dengan Pemerintah Kota Bandar Lampung memiliki program bersama yang disebut proyek KPBU (Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha) untuk menyediakan sistem distribusi tersier air minum untuk 5 tahun anggaran. Di mana Pemerintah Kota Bandar Lampung mendapat tugas untuk menyediakan sistem distribusi tersier yang total nilai seluruhnya dialokasikan sebesar Rp 150 miliar. Di mana pengadaan dan pembangunan sistem distribusi tersier air minum direncanaan dilaksanakan secara kontrak multiyears dimulai sejak Tahun 2017 sampai dengan 2021.
Singkat cerita, proyek itu dimenangkan PT Kartika Ekayasa. Belakangan proyek tersebut bermasalah. Akhirnya sejumlah orang diproses hingga pengadilan, salah satunya Daniel Sandjaja selaku owner PT Kartika Ekayasa. Usai melalui persidangan yang cukup panjang, Daniel Sandjaja dinyatakan bersalah melakukan korupsi dan dihukum.
Baca Juga: 15 Tahun Pengadilan Tipikor, Saatnya Bangkit untuk Keadilan Substantif
“Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara selama 12 tahun serta denda sejumlah Rp 400.000.000 dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan selama 4 bulan,” demikian amar putusan PN Tanjung Karang sebagaimana dikutip DANDAPALA, Jumat (13/6/2025).
Putusan itu diketok oleh ketua majelis Enan Sugiarto dengan anggota Firman Khadafi Tjindarbumi dan Ahmad Baharuddin Naim. Majelis juga menjatuhkan hukuman Uang Pengganti agar terdakwa membayar sejumlah Rp 17.063.823.236,83 paling lama dalam waktu satu bulan sesudah putusan tersebut berkekuatan hukum tetap.
“Jika tidak membayar maka harta bendanya disita dan dilelang oleh Jaksa untuk menutupi uang pengganti tersebut dengan ketentuan apabila Terpidana tidak mempunyai harta benda yang mencukupi maka dipidana dengan pidana penjara selama 8 tahun,” ujar majelis.
Dalam pertimbangannya, majelis hakim bersandar pada Perma 1 Tahun 2020 Tentang Pedoman Pemidanaan Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Yaitu:
Bahwa mengenai kategori nilai kerugian keuangan negara, akibat dari perbuatan Terdakwa telah merugikan keuangan negara senilai total Rp19.806.616.681,83 (sembilan belas miliar delapan ratus enam juta enam ratus enam belas ribu enam ratus delapan puluh satu koma delapan puluh tiga rupiah), berdasarkan ketentuan dalam Pasal 6 ayat (1) huruf c Perma Nomor 1 Tahun 2020, kategori kerugian keuangan negara dan perekonomian negara lebih dari Rp1.000.000.000.,00.- (satu milyar rupiah) sampai dengan Rp25.000.000.000,00.- (dua puluh lima milyar rupiah) termasuk dalam kategori sedang.
Bahwa dari aspek kesalahan, berdasarkan fakta yang terungkap di persidangan Terdakwa memiliki peran yang paling signifikan yaitu; Terdakwa yang tidak memiliki perusahaan yang memenuhi kualifikasi dan untuk mendapatkan paket pekerjaan dilakukan dengan cara meminjam PT. Kartika Ekayasa. Bahwa nama Terdakwatidak tercantum dalam kontrak perjanjian dan juga tidak terdapat dalam Akta Pendirian PT. Kartika Ekayasa maupun Akta Kantor Cabang PT. Kartika Ekayasa, Terdakwa bertindak selaku pemilik pekerjaan dan pemilik modal serta penerima manfaat (beneficiary owner) dari PT. Kartika Ekayasa, segala urusan dan kegiatanpekerjaan Pemasangan Jaringan Pipa Distribusi System Pompa SPAM Bandar Lampung Tahun 2019 seluruhnya di bawah perintah Terdakwa. Terdakwa menyuruh Saksi Santo Prahendarto untuk menyiapkan, menyusun dan memasukkan dokumen penawaran, Terdakwa juga menjanjikan dan memberikan sejumlah uang kepada Pokja lelang, selanjutnya Terdakwa menjadikan Saksi Agus Hariyono sebagai Kepala Cabang dengan perjanjian bahwa pemilik pekerjaan yang sebenarnya adalah Terdakwa, dan Terdakwa juga menjanjikan serta memberikan uang kepada perusahaan pesaing lelang agar tidak melakukan sanggahan hasil pelelangan. Namun demikian, Majelis juga perlu untuk dipertimbangkan bersama-sama dalam menilai kesalahan terdakwa, yakni adanya fakta telah terjadi keterlambatan pembayaran oleh pihak PDAM dikarenakan terdampak efisiensi pada waktu terjadi wabah Covid, sehingga cukup beralasan kesalahan terdakwa masuk dalam kategori Sedang.
Bahwa dari aspek dampak, perbuatan Terdakwa telah mengakibatkan hasil pekerjaan atau pengadaan barang dan jatau jasa tidak dapat dimanfaatkan secara sempurna, progres pekerjaan pengadaan pemasangan jaringan pipa distribusi system pompa SPAM Bandar lampung sampai dengan akhir masa kontrak tanggal 20 Juni 2021 sebesar 83,385% dimana pekerjaan tidak selesai dikarenakan banyak pipa yang sudah tertanam namun belum terpasang aksesoris sehingga membutuhkan penambahan anggaran negara untuk perbaikan atau penyelesaian, maka masuk dalam kategori yang sedang.
Baca Juga: Tok! Perma 1/2020 Bikin PNS Dinas Pertaninan di Lampung Dihukum 8 Tahun Bui
Bahwa dalam aspek keuntungan, nilai harta benda yang diperoleh terdakwa dari tindak pidana korupsi besarnya lebih dan 50% (lima puluh persen) dari kerugian keuangan negara atau perekonomian negara dalam perkara aquo dan nilai pengembalian kerugian keuangan negara yang dilakukan terdakwa besarnya kurang dan 10% (sepuluh persen) dari nilai harta benda yang diperoleh terdakwa dalam perkara aquo, maka masuk dalam kategori yang tinggi.
(asp/asp)
Untuk Mendapatkan Berita Terbaru Dandapala Follow Channel WhatsApp : Info Badilum MA RI