Singkawang- Pengadilan Negeri (PN) Singkawang, Kalimantan Barat (Kalbar) menjatuhkan pidana mati terhadap terdakwa Uray Tabah Guna Abadi alias Abadi. Ia terbukti membunuh balita Rafa Fauzan.
Majelis hakim menyatakan terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana pembunuhan berencana.
“Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa oleh karena itu dengan pidana mati,” demikian bunyi amar putusan yang dibacakan di ruang sidang PN Singkawang pada Senin (17/11) kemarin.
Baca Juga: Gedung Landraad Singkawang, Jejak Peradilan Kolonial di Kota Seribu Kelenteng
Dalam pertimbangannya, Majelis Hakim menegaskan bahwa pembunuhan terhadap anak merupakan kejahatan luar biasa atau extraordinary crime. Kualifikasi ini diberikan karena perbuatan tersebut menyentuh aspek paling dasar dari perlindungan manusia dan menimbulkan dampak luas bagi masyarakat.
“Korban dalam perkara ini adalah anak balita yang tidak berdaya sehingga tindakan terdakwa mencerminkan pelanggaran terhadap nilai kemanusiaan yang paling mendasar”, demikian bunyi pertimbangan putusan.
Majelis juga menyoroti bahwa tindak pidana ini dilakukan dengan perencanaan matang. Unsur perencanaan dinilai menunjukkan intensi jahat yang telah dipikirkan sebelumnya sehingga tingkat kesalahannya meningkat secara signifikan. Selain itu, peristiwa tersebut menimbulkan keresahan sosial yang luas mengingat korban ditemukan di ruang publik sehingga memicu kecemasan masyarakat terhadap keamanan anak.
Selain aspek kemanusiaan dan dampak sosial, majelis mempertimbangkan besarnya efek psikologis yang ditimbulkan. Kejahatan terhadap anak dinilai memicu trauma mendalam bagi keluarga korban dan pihak lain yang terkait. Dampak tersebut memberikan dasar tambahan bagi majelis untuk memasukkan perbuatan ini dalam kategori kejahatan luar biasa yang membutuhkan respons hukum yang paling berat.
“Majelis Hakim berpendapat bahwa pembunuhan terhadap anak merupakan extraordinary crime karena mengandung unsur kekerasan terhadap anak, pelanggaran hak asasi manusia yang fundamental yaitu hak untuk hidup, dilakukan dengan perencanaan yang matang, serta menimbulkan dampak psikologis yang serius bagi keluarga maupun pihak terkait,” demikian pertimbangan majelis dalam putusan.
Majelis juga mempertimbangkan hasil Pemeriksaan Psikologi Nomor 01/HPPPF/PSI/VIII/2025 yang menyimpulkan bahwa terdakwa mampu bertanggung jawab, namun memiliki risiko tinggi melakukan kekerasan fatal terhadap balita, dengan kecenderungan melanggar aturan, impulsif, mudah curiga, serta kondisi emosi yang tidak stabil.
“Tersangka menunjukkan risiko besar untuk melakukan kekerasan fatal terhadap balita, kondisi psikologisnya fluktuatif dan membahayakan orang lain,” demikian salah satu kutipan hasil pemeriksaan psikologi yang turut dimuat dalam putusan.
Sebelum menjatuhkan pidana mati, majelis turut menimbang tiga aspek utama yaitu aspek filosofis terkait perlindungan anak sebagai nilai kemanusiaan, aspek sosiologis berupa dampak trauma bagi keluarga korban dan keresahan masyarakat, serta aspek yuridis karena unsur Pasal 340 KUHP telah terpenuhi berdasarkan alat bukti yang sah.
Baca Juga: Pidana Mati: Melawan Takdir Tuhan atau Menjalankan Takdir Tuhan?
“Perbuatan Terdakwa dikualifikasikan sebagai extraordinary crime yang menuntut hukuman maksimal. Majelis hakim menilai aspek filosofis, sosiologis, dan yuridis telah terpenuhi untuk menjatuhkan pidana yang amarnya terncatum dalam putusan,” demikian pertimbangan majelis.
Usai putusan dibacakan, terdakwa tidak langsung menyatakan upaya hukum dan terlihat tenang di ruang sidang. Sementara itu, keluarga korban tampak melakukan sujud syukur atas putusan tersebut. (Gillang Pamungkas/al/wi)
Untuk Mendapatkan Berita Terbaru Dandapala Follow Channel WhatsApp : Info Badilum MA RI