Cari Berita

Tok! PN Sampang Vonis 11 Tahun Bui 3 Pembacok Pendukung Calon Bupati Sampang

article | Sidang | 2025-05-26 16:00:23

Sampang Pengadilan Negeri (PN) Sampang, Jawa Timur (Jatim) menjatuhkan hukuman  11 tahun kepada terdakwa Fendi Sranum, Abdur Rohman, dan Muhammad Suaidi. Majelis menilai mereka terbukti melakukan ‘kekerasan menyebabkan orang mati’ dan ‘tanpa hak membawa dan mempunyai dalam miliknya senjata penikam dan penusuk’“Menjatuhkan pidana kepada Para terdakwa oleh karena itu masing-masing dengan pidana penjara selama 11 (Sebelas) Tahun” ucap majelis dengan suara bulat demikian bunyi putusan PN Sampang.Putusan itu diketok oleh Ketua Majelis Eliyas Eko Setyo, S.H., M.H., dengan anggota Adji Prakoso, S.H., M.H., dan M Hendra Cordova Masputra, S.H.,M.H., setelah putusan tersebut dibacakan dalam sidang terbuka untuk umum pada hari Senin (26/5/2025).Bahwa Putusan yang dijatuhkan sama dengan Tuntutan Jaksa Penuntut Umum yakni tebukti melanggar Dakwaan Kesatu melanggar Pasal 170 ayat (2) ke-3 KUHPidana dan Pasal Pasal 2 ayat (1) Undang – Undang Darurat Nomor 12 tahun 1951 tentang senjata tajam dengan pidana penjara masing-masing terhadap Para terdakwa selama 11 (sebelas) Tahun dipotong selama para terdakwa dalam tahanan sementara.Dalam pembacaan pertimbangan putusan Eliyas Eko Setyo, S.H., M.H.,menerangkan karena terbukti melakukan kekerasan menyebabkan orang mati dan tanpa hak membawa dan mempunyai dalam miliknya senjata penikam dan penusuk yang dilakukan oleh Para terdakwa terhadap Korban Jimmy Sugito Putra karena berdasarkan fakta persidangan Terdakwa I Fendi Sranum menebas korban H. Jimmy Sugito Putra beberapa kali menggunakan celurit, yaitu di bagian leher belakang sebelah kanan dan paha depan sebelah kanan. Saat Terdakwa I Fendi Sranum, Terdakwa II Abdur Rohman Alias Abd. Rohman Alias Dur, dan Terdakwa III Moh. Suaidi Alias Idi menebaskan celuritnya, H. Jimmy Sugito Putra masih dalam posisi berdiri. Setelah terkena tebasan di bagian paha depan sebelah kanan, H. Jimmy Sugito Putra tersungkur ke tanah.Setelah melihat korban H. Jimmy Sugito Putra tersungkur dan tidak ada perlawanan lagi, para terdakwa berjalan meninggalkan tempat kejadian perkara ke arah luar padepokan.Kemudian dari Hasil pemeriksaan medis (Visum Et Repertum) Nomor R/19/XI/RES.1.7./2024/Biddokkes, tanggal 18 November 2025 yang dibuat dan ditandatangani oleh dr. Edy Suharto, Sp.F.M, dengan Kesimpulan: 1). Jenazah seorang laki-laki dengan usia kurang lebih empat puluh lima tahun, panjang badan seratus tujuh puluh sembilan sentimeter, berat badan kurang lebih sembilan puluh kilogram, gizi cukup, warna kulit sawo matang, rambut gundul warna hitam, lebam mayat pada pinggang dan punggung, kaku mayat lengkap seluruh sendi; 2) Pada pemeriksaan luar ditemukan; 3) Luka robek pada kepala, pipi hingga leher kanan, punggung kanan, pantat kiri dan ibu jari anggota gerak atas, paha kanan dan paha kiri luka-luka tersebut terjadi akibat bersentuhan dengan benda tajam; 4) Luka lecet pada punggung yang terjadi akibat bersentuhan dengan benda tumpul; Pada pemeriksaan dalam ditemukan: 1) Luka robek pada ginjal kanan 2) Luka robek pada limpa 3) Patah pada tulang pinggang Luka-luka tersebut di atas terjadi akibat persentuhan dengan benda tajam. Korban meninggal akibat perdarahan dari kepala, leher, punggung, paha kanan, paha kiri disertai rusaknya organ ginjal dan limpa yang terjadi akibat persentuhan dengan benda tajam, ungkap ketua majelis.Dalam Dakwaan Jaksa Penuntut Umum terhadap ketiga Terdakwa didakwa melanggar Pasal 170 (2) ke-3 KUHPidana Dan  Kedua :Pasal 2 ayat (1) Undang – Undang Darurat Nomor 12 tahun 1951 tentang senjata tajam."Sidang berlangsung secara tertib hingga penjatuhan vonis oleh Majelis Hakim dengan agenda yang komprehensif, mulai dari pembacaan surat dakwaan, pembuktian dari penuntut umum, tuntutan, pledooi, hingga putusan. Seluruh proses persidangan telah dilaksanakan secara tertib dan sesuai dengan hukum acara pidana. Majelis hakim juga telah memberikan hak yang sama baik kepada Penuntut Umum dan Para terdakwa," jelas Fatchur Rochman selaku Humas PN Sampang  saat ditemui Tim DANDAPALA.Dalam pertimbangannya, majelis hakim menegaskan bahwa putusan hukuman ini tidak hanya sebagai bentuk keadilan bagi korban dan keluarganya, tetapi juga sebagai sarana preventif untuk mencegah terjadinya kejahatan serupa di masa mendatang. Putusan ini juga telah mempertimbangkan aspek hak asasi manusia dan menurut Agama dengan mengutip  Surat Al-Ma'idah Ayat 32: " Oleh karena itu, Kami menetapkan (suatu hukum) bagi Bani Israil bahwa siapa yang membunuh seseorang bukan karena (orang yang dibunuh itu) telah membunuh orang lain atau karena telah berbuat kerusakan di bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh semua manusia. Sebaliknya, siapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, dia seakan-akan telah memelihara kehidupan semua manusia. Sungguh, rasul-rasul Kami benar-benar telah datang kepada mereka dengan (membawa) keterangan-keterangan yang jelas. Kemudian, sesungguhnya banyak di antara mereka setelah itu melampaui batas di bumi."Ungkap Majelis.“Para Terdakwa mengakui perbuatannya dan berjanji tidak akan mengulangi lagi perbuatannya,”ujar majelis hakim menguraikan keadaan yang meringankan dan memberatkan Para terdakwa, sehingga terhadap vonis tersebut Para terdakwa pikir pikir dan Penuntut umum melakukan upaya yang sama (EES).  

Oesin, Orang  Pertama yang Dieksekusi Mati Pasca Indonesia Merdeka

article | History Law | 2025-05-06 17:10:38

TAHUKAH Sobat dandafelas siapa orang pertama di Indonesia yang dieksekusi mati pasca Indonesia merdeka?  Dukuman mati di Indonesia telah ada sejak masa penjajahan Belanda. Tepatnya pada 1808, saat masa pemerintahan Gubernur Jenderal Hindia Belanda, Henry Willem Daendels. Hukuman mati kala itu dianggap sebagai strategi untuk membungkam perlawanan penduduk jajahan sekaligus mempertahankan Tanah Jawa dari serangan Inggris.         Setelah kemerdekaan, pada 1951, aturan hukuman mati tetap dipertahankan hingga masa Demokrasi Liberal. Kala itu, hukuman mati bertujuan untuk menghalau masyarakat yang memberontak dan ingin memisahkan diri dari Indonesia. Hukuman ini pun masih berlaku pada masa Demokrasi Terpimpin periode 1956-1966.                    Penjatuhan hukuman mati pertama sejak Indonesia berdiri adalah perkara pembunuhan yang dilakukan Oesin Bestari. Oesin Bestari adalah orang Indonesia pertama yang dieksekusi mati karena membunuh enam rekan bisnisnya secara keji. Pria keturunan Arab kelahiran Krian, Sidoarjo, Jatim pada 1926 itu dieksekusi setelah menjalani masa tahanan selama 14 tahun. Oesin divonis hukuman mati oleh Pengadilan Negeri (PN) Surabaya pada tahun 1967. Hukuman itu dijatuhkan karena Oesin tak menunjukkan penyesalan padahal telah membantai puluhan orang.           Oesin sendiri kala itu sempat memohon grasi ke Presiden Soeharto pada 1977, namun permohonannya ditolak. Sebagaimana telah dikutip Dandapala (5/5) dalam buku berjudul 'Oesin Pendjagal Manusia' karya Ham Djoe Hio pada 1964. Yang sebelumnya pernah menjadi laporan Jacob Vredenbregt yang dimuat majalah Bzzlletin, edisi 22 tahun 1992-1993 dengan judul 'Hoesin bin Oemar Batfari, handelaar in huiden', pembunuhan berantai yang dilakukan Oesin Cs ini terungkap secara tak sengaja oleh petugas keamanan kampung (bayan) yang tengah berpatroli di Desa Seduri, Mojosari, Mojokerto, pada Senin, 11 Mei 1964, malam.                                                                                                      Saat itu, petugas mendapat laporan ada keributan dan suara aneh mirip hewan yang dicekik dari rumah yang disewa oleh Oesin, yang dikenal sebagai jagal dan pedagang kulit kambing.                                                                                                                Dua petugas keamanan mendatangi rumah Oesin untuk memastikan apa yang terjadi,dua petugas itu lantas mengetuk pintu rumah. Oesin yang keluar kemudian menjelaskan bahwa suara gaduh berasal dari temannya yang mengalami sakit perut. Kedua petugas keamanan itu percaya begitu saja dan langsung pergi melanjutkan patroli.Namun, belum jauh beranjak dari tempat itu, mereka kembali mendengar suara teriakan aneh. Mereka berusaha mengintip melalui celah-celah di rumah tersebut. Betapa kagetnya ketika mereka melihat Oesin  di dalam rumah tengah menyiksa seorang pria.        Singkat cerita dari ungkapan buku Ham Djoe Hio, Pembunuhan pertama di lakukan Oesin di rumahnya di Desa Jagalan. Lima orang lainnya ia bunuh di sebuah rumah yang disewanya di Desa Seduri, di pinggir jalan raya antara Mojokerto-Surabaya. Setelah pembunuhan pertama, kemudian atas dasar pengakuan Oesin ternyata sudah merencanakan pembunuhan-pembunuhan selanjutnya dengan total korbannya seluruhnya berjumlah 25 orang dikuburkan di tempat-tempat yang berbeda.       Modus Oesin selalu memilih korbannya pedagang yang dikenalnya di pasar lokal. Oesin mendekati mereka dengan merayu iming-iming mendapatkan prospek keuntungan besar bisnis dagang kulit, pupuk, emas dan komoditas lainnya. Banyak yang tergiur dan tak curiga dengan niat jahat Oesin yang sebenarnya untuk menguasai harta benda mereka. Calon korban yang tergiur keuntungan selalu dipancing datang ke rumah Oesin di Seduri. Mereka disuguhi kopi atau teh manis, lalu diajak bincang-bincang dengan Alwi dan Iteng.Sedangkan Oesin bersembunyi di balik tirai mengawasi situasi. Bila sudah ada kesempatan, Oesin langsung memukul kepala korban dengan lesung atau sepotong besi. Sampai pada kisah akhirnya Oesin ditangakap polisi, selanjutnya sampai pada akhirnya Pada 14 september 1978, Oesin dibawa ke pantai Kenjeran, Surabaya untuk di eksekusi mati ditangan 1 regu tembak dengan tangan dikat pada tiang kayu dan mata tertutup kain hitam, beber buku itu.(EES)Referensi :-       Buku berjudul 'Oesin Pendjagal Manusia' karya Ham Djoe Hio pada 1964.-       Institute for Criminal Justice Reform (ICJR),2023.-       https://www.detik.com/jatim/hukum-dan-kriminal/d-7560807/kisah-oesin-jagal-mojokerto-bantai-25-orang-berakhir-ditembak-mati? 

Bunuh dan Buang Mayat Kekasih di Bawah Jembatan, Akmal Dipenjara 14 Tahun

article | Sidang | 2025-04-25 13:20:54

Kayuagung – Kasus penemuan mayat perempuan di bawah Jembatan Tanjung Senai yang beberapa waktu lalu menghebohkan warga Kabupaten Ogan Ilir, Sumatera Selatan (Sumsel), telah mencapai titik akhir. Pada persidangan yang digelar Kamis (24/04/2025) di Gedung PN Kayuagung, Jalan Letnan Mukhtar Saleh Nomor 119, Kayuagung, Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), Sumsel, Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Kayuagung telah menjatuhkan vonis pidana penjara kepada Akmaludin. Hukuman ini dijatuhkan sebab Akmal dinilai terbukti telah menghilangkan nyawa kekasihnya. “Menyatakan Terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana pembunuhan, menjatuhkan pidana penjara selama 14 tahun”, ucap Majelis Hakim yang dipimpin oleh Agung Nugroho Suryo Sulistio sebagai Hakim Ketua.Kasus ini berawal pada pertengahan bulan Agustus 2024, pelaku mengajak korban untuk bertemu. Setelah keduanya bertemu, pelaku lalu mengajak korban menuju hutan dekat rumah Terdakwa di Desa Tanjung Seteko, Kecamatan Indralaya, Kabupaten Ogan Ilir, untuk meletakkan sepeda motor korban di hutan tersebut. Setelah meletakkan sepeda motor, Terdakwa dan korban pergi ke daerah Komplek Perkantoran Tanjung Senai menggunakan sepeda motor Terdakwa untuk menonton perlombaan perahu bidar.“Sore harinya, Terdakwa mengajak korban keluar dari Tanjung Senai. Kemudian sesampainya di depan kantor Koramil, Terdakwa mengajak korban kembali masuk ke Komplek Perkantoran Tanjung Senai. Di sana terjadi cekcok mulut antara Terdakwa dan korban karena korban menuduh Terdakwa berpacaran lagi dengan orang lain”, ungkap Majelis Hakim yang beranggotakan Yuri Alpha Fawnia dan Nadia Septianie ini.Setelah itu korban memukul punggung Terdakwa dan mengumpatnya sehingga membuat Terdakwa menjadi emosi. Terdakwa lalu mengajak korban untuk pulang mengambil sepeda motor milik korban. Namun saat di lokasi kejadian, Terdakwa langsung mengambil sebilah pisau dari bawah jok sepeda motor Terdakwa. Selanjutnya Terdakwa langsung menusuk perut korban hingga korban terjatuh telentang menghadap ke atas. Saat korban terjatuh, leher korban langsung Terdakwa tekan menggunakan bagian tajam pada pisau yang Terdakwa pegang saat itu, sehingga korban tidak bergerak lagi dan kemudian Terdakwa sempat menunggu selama 15 menit untuk memastikan korban meninggal dunia.“Terdakwa yang bermaksud menenggelamkan korban di sungai bawah jembatan Tanjung Senai, kemudian pulang ke rumah untuk mengambil kabel dan batu kisaran yang akan diikat di pinggang korban sebagai pemberat agar korban tenggelam saat Terdakwa membuang mayat korban di sungai”, tutur Majelis Hakim.Mayat korban tersebut kemudian ditemukan oleh warga sekitar, dan setelah dilakukan otopsi diketahui penyebab meninggalnya korban adalah luka tusuk pada leher kanan dan kiri yang mengakibatkan putusnya saluran nafas atas, dan luka tusuk pada dada bawah kanan yang mengenai paru kanan bagian bawah yang mengakibatkan perdarahan.“Perbuatan Terdakwa yang menusuk perut korban dan menekan leher korban hingga saluran pernafasan atas korban terputus merupakan tindakan yang dikehendaki oleh Terdakwa sekalipun telah diketahui oleh Terdakwa tindakan Terdakwa tersebut akan menimbulkan kematian korban”, jelas Agung saat membacakan pertimbangannya.Setelahnya Terdakwa juga tidak mengurungkan perbuatannya, tetapi Terdakwa justru memastikan korban benar-benar sudah meninggal dan membuang mayat korban di sungai. Hal ini yang dinilai oleh Majelis Hakim sebagai bentuk perbuatan yang dilakukan dengan sengaja untuk merampas nyawa orang lain.“Sebagai alasan yang memberatkan, perbuatan Terdakwa dianggap sebagai merupakan perbuatan yang sadis. Sementara untuk alasan meringankan, Majelis Hakim menilai Terdakwa menyesali perbuatannya dan sebelumnya Terdakwa tidak pernah dihukum”, lanjut Majelis Hakim dalam putusannya.Persidangan pembacaan putusan berjalan dengan lancar. Selama persidangan berlangsung Terdakwa dengan didampingi Penasihat Hukumnya maupun Penuntut Umum terlihat tertib dan saksama mendengar pertimbangan putusan yang dibacakan oleh Majelis Hakim. Atas putusan itu, baik Terdakwa dan Jaksa Penuntut Umum menyatakan pikir-pikir. (AL/asp)

Aniaya Anak Kandung hingga Mati, Ayah di Maros Dihukum 15 Tahun Bui

article | Sidang | 2025-04-23 09:05:42

Maros - “Saya Terima Yang Mulia,” kata Bambang Irawan Alias Bambang bin Supriyono setelah mendengar putusan hakim. Vonis 15 tahun penjara dijatuhkan Pengadilan Negeri (PN) Maros, Sulawesi Selatan (Sulsel) karena melakukan kekerasan terhadap anak kandungnya sendiri (MR) sehingga meninggal dunia.  Perbuatan tidak masuk akal seorang bapak ini, terjadil pada hari Kamis tanggal 8 Agustus 2024 di Perumahan Lagoosi, Maros sekitar pukul 20.30 Wita. Si anak yang sedang bermain game bersama temannya disuruh oleh Terdakwa untuk membeli makanan sehingga si anak pergi membeli makanan menggunakan motor Terdakwa. Setengah jam kemudian, si anak pulang kerumah dengan keadaan motor yang digunakan tersebut telah rusak pada bagian spion dan kap motor sehingga Terdakwa marah. Si ayah memanggil anaknya ke ruang tamu dan memarahi anaknya sambil memukul wajah anak kandungnya dengan menggunakan kepalan kedua tangannya secara bertubi-tubi.  Penyiksaan dilakukan berulang kali. Si ayah lalu membawa anak kandungnya ke Puskesmas tapi nyawanya tak lagi dapat diselamatkan.Dalam putusannya, Majelis Hakim menyatakan Terdakwa, terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “Menyatakan terdakwa melakukan kekerasan terhadap anak yang mengakibatkan mati yang dilakukan oleh orang tua” kata ketua maelis hakim Sofian Parerungan dengan anggota Farida Pakaya dan Bonita Pratiwi Putri dan dibantu oleh Ardiansyah selaku panitera pengganti dalam sidang terbuka untuk umum pada Selasa (22/4/2025) kemarin.Putusan itu diterima terdakwa dan Penuntut Umum.  

Aniaya hingga Mati Kekasih yang Kerap Lakukan Kekerasan, Sugiyati Dibui 6 Tahun

article | Sidang | 2025-04-22 10:55:25

Denpasar- Pengadilan Negeri (PN) Denpasar, Bali menjatuhkan hukuman kepada Sugiyati (34) yang menganiaya kekasihnya hingga mati, I Nyoman Widiyasa (34), selama 6 tahun penjara. Sugiyati melakukannya karena dilatarbelakangi kerap dianiaya dan diperlakukan kasar oleh korban.Sebagaimana dikutip dari Sistem Informasi Penelurusan Perkara PN Denpasar, Selasa (22/4/02025, kasus ini bermula saat Widiyasa pulang dalam kondisi mabuk pada Kamis (18/7/2024) dini hari. Korban memarahi Sugiyati. Percekcokan terus terus terjadi dan kekerasan fisik kerap dialami Sugiyati.Pada 21 Juli 2024, Sugiyati habis kesabaran saat korban pulang mabuk dan marah-marah. Saat korban sedang tidur, Sugiyati membekap korban dengan bantal hingga tewas. Setelah itu, Sugiyati panik dan mencoba menutupi jejak dengan pura-pura korban mati bunuh diri. Belakangan kasus ini terungkap dan Sugiyati diproses ke pengadilan. “Menyatakan terdakwa Sugiyati tersebut tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana Pembunuhan sebagaimana dalam dakwaan primair. Membebaskan Terdakwa oleh karena itu dari dakwaan primair,” ucap majelis pada Senin (21/4) kemarin.Majelis hakim memilih menyatakan terdakwa Sugiyati tersebut telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana penganiayaan mengakibatkan mati’ sebagaimana dalam dakwaan subsidair.“Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara selama 6 (enam) tahun,” ucap majelis hakim yang diketuai I Wayan Yasa dengan anggota Ni Kadek Kusuma Wardani dan I Gusti Ayu Akhiryani. (asp/asp)

Tok! PN Rengat Vonis 3 Tahun Penjara ke Ibu Tusuk Anak Kandung

article | Sidang | 2025-04-17 21:05:57

Indragiri Hulu- Pengadilan Negeri (PN) Rengat, Riau menghukum seorang ibu yang menusuk anak kandungnya. Pengacara terdakwa berdalih kliennya sakit jiwa, tapi ditampik majelis.“Menjatuhkan pidana penjara selama 3  tahun serta denda sejumlah Rp 100 juta rupiah dengan ketentuan pengganti denda berup kaurungan selama tiga bulan,” kata ketua majelis hakim Sapri Tarigan dalam sidang di PN Rengat, Kamis (17/4/2025).Duduk sebagai anggota majelis Petrus Arjuna Sitompul dan Adityas Nugraha. Majelis menemukan fakta hukum bahwa si terdakaterbukti menusuk perut anak korban sebanyak dua kali. Kemudian terdakwa kembali melakukan tindakan dengan mengiris urat nadi tangan kanan anak korban hingga mengeluarkan banyak darah.“Hasil pemeriksaan Visum Et Repertum menunjukkan adanya luka terbuka pada perut korban dengan usus keluar serta luka pada pergelangan tangan kanan akibat benda tajam,” ujar majelis.Dalam pembelaannya, terdakwa dan penasihat hukumnya mengajukan keberatan terhadap hasil visum et repertum psikiatrikum yang dijadikan dasar penuntutan. Dengan alasan terdakwa mengalami gangguan mental dan tidak dapat bertanggung jawab atas perbuatannya sesuai Pasal 44 KUHP. Mereka juga menyatakan terdakwa tidak memiliki motif rasional untuk melukai anak kandungnya.Menanggapi pembelaan tersebut, Majelis Hakim berpendapat bahwa berdasarkan visum et repertum psikiatrikum dari rumah sakit jiwa, tidak ditemukan adanya gangguan psikotik pada terdakwa. “Selain itu, selama pemeriksaan persidangan, terdakwa dinilai mampu berkomunikasi dengan baik, mampu mengingat perbuatannya, mengakui kesalahannya, serta memahami sebab dan akibat dari tindakannya itu,” ungkapnya.Mengenai tidak adanya motif rasional, majelis hakim berpendapat bahwa sebenarnya terdakwa memiliki niat atau motif untuk membunuh anaknya yakni dengan keyakinan agar derajat keluarganya diangkat di sisi Tuhan. Dengan mengingat tidak ditemukan adanya gangguan psikotik maka disitulah letak kekeliruan terdakwa dalam berfikir atau mengontrol dirinya sendiri.“Dengan mempertimbangkan asas keadilan, kemanfaatan, dan kepastian hukum, Majelis Hakim berpendapat bahwa terdakwa adalah orang yang mampu mempertanggungjawabkan perbuatannya dan dapat dikenai pertanggungjawaban pidana. Pidana yang akan dijatuhkan sebagai bentuk perlindungan terhadap anak, untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi,” beber majelis.Majelis Hakim menyatakan tidak menemukan adanya alasan pemaaf atau pembenar atas perbuatan terdakwa.“Sehingga terdakwa dinyatakan bersalah dan dijatuhi pidana penjara,” pungkasnya. (asp)

Cekik Kekasihnya hingga Tewas, Rega Divonis 12 Tahun Penjara

article | Sidang | 2025-04-17 10:30:30

Kayuagung – Pengadilan Negeri (PN) Kayuagung, Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan (Sumsel) menjatuhkan hukuman penjara selama 12 Tahun kepada Rega Ivanka. Vonis ini dijatuhkan sebab pria berusia 24 tahun tersebut terbukti telah menghilangkan nyawa Khetrin Margareta yang merupakan kekasihnya.“Menyatakan Terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana pembunuhan, menjatuhkan pidana penjara selama 12 tahun”, ucap majelis hakim yang diketuai Agung Nugroho Suryo Sulistio dalam persidangan yang digelar di Gedung PN Kayuagung, Jalan Letnan Mukhtar Saleh Nomor 119, Kayuagung, pada hari Rabu (16/04/2025) kemarin.Kasus saat Terdakwa mendapatkan kabar jika korban sedang bersama saudara Faisal mengkonsumsi ekstasi pada Minggu (10/11/2024). Terdakwa yang merasa cemburu kemudian berusaha untuk menjemput korban, namun tidak berhasil menemukannya. Keesokan harina, korban mengirimkan pesan meminta Terdakwa untuk menjemputnya.“Setelah menjemput korban, keduanya kemudian pulang ke rumah Terdakwa. Di dalam kamar tersebut, Terdakwa dan korban sempat cekcok mulut sehingga membuat Terdakwa semakin marah lalu membenturkan kepalanya sendiri ke dinding kamar tersebut sebanyak 2 kali, dan setelah itu Terdakwa menggulingkan badannya ke atas kasur,” ucap majelis hakim yang beranggotakan Anisa Lestari dan Yuri Alpha Fawnia tersebut.Kemudian korban memeluk badan Terdakwa dari belakang sambil meminta maaf, namun Terdakwa yang masih marah dan emosi langsung berdiri di depan korban dan mencekik leher korban dengan menggunakan kedua tangannya. Selanjutnya Terdakwa langsung mendorong korban ke arah dinding, sehingga kepala korban terbentur ke dinding kamar tersebut sebanyak 1  kali. Korban lalu kembali mendekati Terdakwa, tetapi Terdakwa justru kembali mendorong badan korban dengan tangan sehingga terjatuh ke lantai kamar dan badan korban menabrak kursi sampai kursi tersebut jatuh.“Tindakan Terdakwa tersebut membuat korban menangis sambil mengerang kesakitan. Karena takut diketahui oleh keluarganya, Terdakwa lalu mencoba membangunkan tubuh korban dari belakang dengan posisi badan korban dalam keadaan duduk. Kemudian Terdakwa mencekik leher korban dengan menggunakan kedua tangannya dari belakang sambil menyuruh korban untuk diam,” lanjut majelis hakim.Setelah korban tidak menjerit dan menangis baru Terdakwa berhenti mencekik leher korban. Kemudian Terdakwa memastikan korban sudah meninggal dunia. Sejurus kemudian, Terdakwa melepaskan cekikannya sehingga korban terjatuh ke lantai kamar. Perbuatan Terdakwa tersebut mengakibatkan korban meninggal dunia.“Bahwa sebagaimana hasil Visum et repertum, penyebab kematian korban adalah terhalangnya udara masuk ke saluran pernafasan akibat benda dengan kecenderungan permukaan lebar dan halus disertai retak pada kepala kiri bagian belakang sehingga terjadi pendarahan pada rongga kepala akibat kekerasan benda tumpul,” ungkap majelis hakim dalam pertimbangannya.Lebih lanjut, majelis hakim dalam putusannya mempertimbangkan perbuatan Terdakwa telah meninggalkan luka yang mendalam bagi keluarga korban menjadi alasan yang memperberat penjatuhan pidana terhadap Terdakwa, sementara riwayat Terdakwa yang belum pernah dihukum dan Terdakwa yang menyesali perbuatannya menjadi alasan-alasan yang meringankan pemidanaan terhadap Terdakwa.Selama persidangan berlangsung, Terdakwa dengan didampingi penasihat hukumnya, terlihat tertib mengikuti jalannya persidangan pembacaan putusan yang turut dihadiri oleh Penuntut Umum tersebut. (AL/asp)

Tok! PN Teluk Kuantan Hukum Terdakwa Pembunuhan 15 Tahun Penjara

article | Berita | 2025-04-16 15:10:53

Teluk Kuantan- Pengadilan Negeri (PN) Teluk Kuantan, Kuantan Singingi, Riau, menjatuhkan pidana penjara selama 15 tahun kepada  Martinus (42). Terdakwa terbukti melakukan pembunuhan berencana terhadap korban Amri. “Menyatakan Terdakwa Martinus als Tunut  Bin (Alm) Ma’as  telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana pembunuhan berencana sebagaimana dalam dakwaan primer,” ucap ketua majelis Subiar Teguh Wijaya, dengan didampingi anggota Yosep Butar-butar dan Samuel Pebrianto Marpaung di ruang sidang PN Teluk Kuantan, Selasa (15/4/2025) kemarin. Kasus bermula ketika Terdakwa merasakan sakit perut dan muntah darah. Setelah Terdakwa berobat tidak sembuh-sembuh, ada orang pintar yang mengatakan bahwa sakit tersebut karena ada seseorang yang mengguna-guna atau menyantet Terdakwa.Lalu pada 18 Oktober 2024 Terdakwa mendengar percapakan antara korban dengan temannya. Saat itu korban mengatakan telah mengguna-guna atau menyantet Terdakwa. Karena itu Terdakwa berpikiran bahwa korban yang telah menyantet Terdakwa. Selanjutnya, pada 21 Oktober 2024 sekira pukul 15.30 WIB Terdakwa berteriak ke arah korban  dengan mengatakan ‘berhentilah mengguna-guna aku, kalau kau laki-laki keluarlah, uda sakit-sakit badan aku ini, siko ang den bunuh waang" (sini kamu, kamu mau saya bunuh). Dan selanjutnya korban  menghampiri Terdakwa, selanjutnya korban  menanyakan kepada Terdakwa "apo maksud ang cakap macam itu ka den ado den salah kek ang po" (apa maksud dari kamu ngomong sama saya seperti itu apakah saya ada salah sama kamu).Kemudian Terdakwa menusuk ke arah dada dan perut korban dengan pisau yang sudah dipersiapkan Terdakwa. Akibat tusukan Terdakwa membuat korban kehilangan darah yang sangat masif sehingga berujung kematian. Dalam pertimbangannya, majelis hakim sependapat dengan tuntutan Penuntut Umum mengenai lama peminadaan selama 15 tahun penjara. Atas putusan itu, Terdakwa menerima putusan Majelis Hakim sedangkan Penuntut Umum pikir-pikir.

Sidang Pembunuhan Sadis Mahasiswi UTM, Pengunjung Berdesakan di PN Bangkalan

article | Berita | 2025-03-20 07:20:49

Bangkalan- Pengadilan Negeri (PN) Bangkalan, Jawa Timur (Jatim) menggelar sidang kedua perkara pembunuhan sadis mahasiswa UTM, Tabu (19/3) kemarin. Persidangan ini dipimpin oleh Danang Utaryo dengan didampingi Kadek Dwi Krisna Ananda dan Benny Haninta Surya sebagai hakim anggota.Perkara ini menarik perhatian khalayak umum sejak ditemukan jenazah korban dengan kondisi terbakar di area gudang kosong. Yaitu di Desa Banjar Kecamatan Galis Kabupaten Bangkalan,diketahui korban merupakan mahasiswi Universitas Trunojoyo Madura (UTM) berinisial EJ.Adapun, sidang pertama Rabu (12/3) lalu dilaksanakan terbuka untuk umum dengan agenda pembacaan dakwaan oleh Penuntut Umum. Sidang dimulai dengan ketua majelis hakim menanyakan identitas terdakwa.“Apakah benar saudara bernama Moh. Maulidi Al-Izhaq Bin Umar Faruq?” tanya ketua majelis hakim pada sidang pertama.Did adapan Majelis Hakim, Terdakwa menyatakan dirinya dalam keadaan sehat dan bisa mengikuti persidangan. Selanjutnya, Terdakwa dengan didampingi penasihat hukumnya mendengarkan pembacaan surat dakwaan oleh Penuntut Umum. Terdakwa didakwakan dengan dakwaan subsidaritas melanggar pasal 340 KUHP mengenai tindak pidana pembunuhan berencana dan pasal 338 KUHP mengenai tindak pidana pembunuhan. Dalam sidang pembacaan dakwaan ini, antusias pengunjung sidang cukup tinggi hingga bangku penonton sidang terisi penuh. Bahkan ada beberapa pengunjung sidang yang rela berdiri di bagian sisi kanan-kiri belakang ruang sidang.Pada persidangan kedua ini, Rabu (19/30, atensi pengunjung sidang meningkat drastis. Banyak sekali mahasiswa yang ikut menyaksikan langsung sidang perkara pembunuhan ini. Untuk mengantisipasi hal tersebut, PN  Bangkalan telah menyediakan ruang tambahan (ekstensi) yang menyiarkan persidangan perkara pembunuhan tersebut dengan menggunakan layar video conference. “Langkah antisipasi ini diharapkan dapat memberikan kenyamanan bagi pengunjung sidang yang tidak mendapatkan tempat duduk di dalam ruangan persidangan. Hingga persidangan selesai dilaksanakan, sidang berjalan kondusif,” ungkap Humas PN Bangkalan, Wienda Kresnantyo saat ditemui oleh Tim DANDAPALA.Sidang selanjutnya dilaksanakan pada hari Selasa (25/3).“Ddengan agenda pemeriksaan saksi kedua oleh jaksa penuntut umum,” pungkasnya.(EES/ASP)

Tak Terima Adik Ipar Diperas, Andi Sahiran Habisi Nyawa Hebran

article | Berita | 2025-03-11 12:00:08

Lahat- Andi Sahiran tega hilangkan nyawa Hebran Kusnadi (23) gegara tidak terima adik iparnya diperas. Atas perbuatannya tersebut, Andi Sahiran dijatuhi hukuman 12 tahun penjara oleh Pengadilan Negeri (PN) Lahat, Sumatera Selatan (Sumsel).“Menyatakan terbukti melakukan pembunuhan, dan menjatuhkan pidana penjara 12 tahun,” ucap majelis hakim yang dipimpin Maurit M Ricardo didampingi anggota A. Ishak Kurniawan dan M Chozin Abu Sait sebagaimana dikutip dalam laman SIPP PN Lahat, Selasa (11/3/2025).Kasus bermula ketika Terdakwa Andi Sahiran mendapat cerita dari Deni Ayu Lestari yang diperas akan disebarkan foto bugilnya oleh orang yang diduga korban. Tanpa panjang lebar, Terdakwa bersama dengan  Dedi (DPO) mendatangi korban di tempat kerjanya di PT Kendi Arindo Inplasmen Produksi Arang, Desa Lampar, Kecamatan Tebing Tinggi, Kabupaten Empat Lawang. Setelah terlibat cekcok, kemudian terdakwa menusuk korban dengan pisau mengenai leher hingga menimbulkan luka robek di tenggorkan.Atas perbuatannya, Terdakwa Andi Sahiran diajukan dan diminta pertanggungjawaban di PN Lahat. Tidak tanggung-tanggung, JPU menyusun dakwaan secara berlapis dari Pasal 340 KUHPidana Jo Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHPidana, Pasal 338 KUHPidana Jo Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHPidana hingga Pasal 170 Ayat (2) Ke-3 KUHPidana.Setelah beberapa mengalami penundaan, akhirnya JPU mengajukan tuntutan. “Menyatakan terbukti pembunuhan berencana dan menuntut 10 tahun penjara,” bunyi tuntutan JPU yang disampaikan di persidangan yang terbuka untuk umum (6/2/2025) sebagaimana dikutip dari laman SIPP PN Lahat.Meskipun majelis hakim PN Lahat berpendapat pasal pembunuhan berencana tidak terbukti dan yang terbukti adalah pembunuhan, tetap menjatuhkan pidana selama 12 tahun, lebih berat dari tuntutan.Terhadap putusan tersebut, JPU mengajukan banding. “Pasal yang terbukti dalam putusan berbeda dengan tuntutan yang kami ajukan,” jelas JPU, Yusman Liyanto, SH.Perkara tersebut, saat ini dalam proses banding di Pengadilan Tinggi Palembang. (SEG)

PN Palembang Vonis Mati 3 Pembunuh yang Mengecor Semen Mayat Korban

article | Berita | 2025-02-26 11:55:21

Palembang- Pengadilan Negeri (PN) Palembang, Sumatera Selatan (Sumsel) menjatuhkan hukuman mati kepada tiga pembunuh Anton Eka Saputra yang mayat korban dicor semen. Mereka adalah Kelpfio Firmansyah, Antoni dan Pongki Saputra.“Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa tersebut oleh karena itu dengan Pidana Mati,” demikian amar yang tertuang dalam salinan putusan sebagaimana dikutip DANDAPALA, Rabu (26/2/2025).Hukuman mati itu diketok oleh ketua majelis Zaenal Arief dengan anggota Eduward dan Agung Ciptoadi. Adapun panitera pengganti Bambang Sugeng Riyadi.Putusan itu diketok pada Selasa (25/2) kemarin. Majelis menyatakan ketiganya terbukti membunuh korban Anton Eka Saputra pada 8 Juni 2024. Setelah korban mati, mayatnya dicor semen.“Terdakwa melakukan pembunuhan dengan cara memukul kepala korban dengan menggunakan besi kunci pas, menarik kabel seling ke leher korban, menyiapkan bahan material untuk menimbun korban, menimbun korban dengan menggunakan material semen dan pasir dengan cara dicor,” papar majelis.Majelis hakim menilai berdasarkan keterangan saksi-saksi, keterangan Terdakwa dan dihubungkan dengan barang bukti yang diajukan di persidangan, hal yang memberatkan yaitu Terdakwa menimbun korban Anton Eka Saputra yang sudah meninggal dengan menggunakan material semen dan pasir dengan tujuan untuk menyembunyikan perbuatan pidana yang telah dilakukan karena pada hakikatnya seseorang yang sudah meninggal dunia harus juga diperlakukan dengan baik dengan tetap diberi rasa hormat dan martabatnya sebagai manusia tetap dijaga.“Maka menurut majelis hakim perbuatan Terdakwa tersebut merupakan perbuatan yang sangat bertentangan dengan nilai-nilai agama, moralitas, kesusilaan dan hukum,” beber majelis.Bahkan setelah korban meninggal dunia, Terdakwa mengambil barang/benda dan uang milik korban Anton Eka Saputra untuk keuntungan pribadi bagi Terdakwa. “Kemudian keadaan yang memberatkan lainnya seperti Perbuatan Terdakwa membunuh Korban Anton Eka Saputra dengan cara sadis dan keji di mana korban Anton Eka Saputra merupakan tulang punggung keluarga yang memiliki istri dan anak dan perbuatan terdakwa tentunya sangat meresahkan masyarakat,” tegas majelis hakim.