Tanjung Pinang- Pengadilan Negeri (PN) Tanjung Pinang, Kepulauan Riau (Kepri) kembali menunjukkan komitmennya dalam menegakkan hukum yang berkeadilan dengan berhasil menerapkan mekanisme Restorative Justice (RJ). Hal itu dalam perkara pelanggaran pelayaran yang melibatkan seorang warga negara asing asal Rusia, Zamuraev Evgenii.
Zamuraev Evgenii merupakan nakhoda kapal Fianit berbendera Vanuatu GT. 722 yang diamankan oleh Pangkalan Penjagaan Laut dan Pantai (PPLP) Tanjung Uban setelah kedapatan beroperasi di wilayah perairan Indonesia selama lebih dari 24 jam tanpa mengantongi Surat Persetujuan Berlayar (SPB). Aktivitas kapal juga dinilai mencurigakan, sehingga tindakan hukum pun diambil sesuai ketentuan hukum pelayaran yang berlaku di Indonesia.
Dalam proses persidangan, Ketua PN Tanjung Pinang, Irwan Munir selaku Ketua Majelis Hakim dengan Hakim Anggota Dr. Sayed Fauzan dan Dessy Deria Elisabeth Ginting memberikan pertimbangan berdasarkan Pasal 317 Jo Pasal 193 ayat (1) huruf b UU Pelayaran dan Pasal 6 Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 1 Tahun 2024 tentang Pedoman Mengadili Perkara Pidana Berdasarkan Keadilan Restoratif.
Baca Juga: Perma RJ Tahun 2024: Mencegah Pergeseran Paradigma Sekadar Perdamaian
“Majelis menilai bahwa perkara ini dapat diselesaikan melalui pendekatan restoratif mengingat adanya itikad baik dari terdakwa dan perbuatan pidana yang dilakukan oleh Terdakwa diancam paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp. 200.000.000,” demikian bunyi pertimbangan majelis sebagaimana keterangan yang didapat DANDAPALA, Senin (28/7/2025).
Serta akibat dari perbuatan Terdakwa tersebut tidak menimbulkan dampak kerugian yang mendalam bagi Negara dan masyarakat Indonesia sebagai korban. Sehingga Majelis Hakim berpendapat dalam perkara a quo dapat diupayakan penyelesaian berdasarkan keadilan restoratif dengan ketentuan bahwa penyelesaian berdasarkan keadilan restoratif tidak dimaksudkan untuk menghapuskan pertanggungjawaban pidana.
“Namun dapat dijadikan pertimbangan dalam menentukan berat ringannya pidana yang akan dijatuhkan terhadap Terdakwa dan di sisi lain terhadap korban tindak pidana dapat diupayakan pemulihan keadaan,” ujarnya.
Hal itu diperkuat dengan adanya surat resmi dari Kedutaan Besar Rusia di Indonesia tertanggal 10 Maret 2025 yang menyatakan bahwa Pemerintah Rusia menghormati dan mematuhi peraturan hukum yang berlaku di Indonesia. Dalam persidangan, Terdakwa pun secara terbuka mengakui kesalahannya dan bersedia menyampaikan permintaan maaf tertulis kepada Kementerian Perhubungan Laut Cq Kesatuan Penjagaan Laut dan Pantai (KPLP) Republik Indonesia.
Baca Juga: Potensi Konflik Internasional dan Pengaruhnya terhadap Proses Penegakan Hukum di Indonesia
“Majelis Hakim akhirnya menjatuhkan pidana bersyarat kepada Zamuraev Evgenii, dengan ketentuan syarat umum berupa penjara selama 2 (dua) bulan dengan ketentuan pidana tersebut tidak usah dijalani kecuali jika di kemudian hari ada putusan hakim yang menentukan lain disebabkan oleh karena terdakwa melakukan suatu tindak pidana sebelum masa percobaan selama 3 (tiga) bulan, serta syarat khusus berupa menghukum Terdakwa untuk meminta maaf secara tertulis kepada Pemerintah Republik Indonesia Cq. Kesatuan Penjagaan Laut dan Pantai (KPLP) Pemerintah Republik Indonesia,” paparnya.
Keberhasilan penyelesaian perkara ini melalui pendekatan Restorative Justice menjadi bukti bahwa sistem peradilan di Indonesia, khususnya di Pengadilan Negeri Tanjung Pinang, terus mengedepankan nilai-nilai keadilan substantif, pemulihan, dan kesadaran hukum, tanpa mengesampingkan keda
Untuk Mendapatkan Berita Terbaru Dandapala Follow Channel WhatsApp : Info Badilum MA RI