Hukum acara pidana berperan sebagai instrumen pokok
untuk menjaga keseimbangan antara kepentingan negara dalam menegakkan hukum dan
perlindungan hak-hak individu, terutama bagi tersangka maupun terdakwa. KUHAP
1981 menghadirkan praperadilan sebagai mekanisme pengawasan yudisial terhadap
penggunaan tindakan paksa oleh aparat penegak hukum.
Dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP),
ketentuan yang mengatur mengenai praperadilan ditempatkan secara khusus dalam
Bab X, yang memuat Pasal 77 sampai dengan Pasal 83. Praperadilan dipandang
sebagai instrumen penting dalam kerangka perlindungan hak-hak individu terhadap
tindakan paksa aparat penegak hukum.
Pasal 77 KUHAP secara tegas menjelaskan ruang lingkup
atau objek praperadilan, yang meliputi: sah atau tidaknya penangkapan,
penahanan, penghentian penyidikan atau penuntutan, serta pemberian ganti
kerugian dan/atau rehabilitasi bagi pihak yang perkaranya dihentikan pada tahap
tersebut. Ruang lingkup ini kemudian diperluas melalui Putusan Mahkamah
Konstitusi Nomor 21/PUU-XII/2014.
Baca Juga: Mengenal Konsep Plea Bargaining serta Sistem Jalur Khusus dalam RKUHAP
Selain itu, KUHAP juga memuat ketentuan mengenai
keadaan yang dapat mengakibatkan praperadilan menjadi gugur, yang lazim dikenal
dengan istilah 'prapid gugur'. Berdasarkan Pasal 82 ayat (1) huruf d KUHAP,
apabila suatu perkara telah mulai diperiksa oleh pengadilan negeri sementara
permohonan praperadilan terkait perkara tersebut belum selesai diperiksa, maka
secara hukum permohonan praperadilan tersebut dinyatakan gugur.
Dalam perkembangannya, ketentuan Pasal 82 ayat (1)
huruf d KUHAP menimbulkan berbagai penafsiran di kalangan praktisi maupun
akademisi hukum, khususnya terkait dengan frasa “perkara sudah mulai
diperiksa.” Perbedaan penafsiran tersebut melahirkan beragam pandangan mengenai
kapan praperadilan dianggap gugur.
Perbedaan pandangan tersebut menunjukkan bahwa Pasal
82 ayat (1) huruf d KUHAP belum memberikan kejelasan normatif mengenai batas
waktu atau titik pasti kapan praperadilan dinyatakan berakhir. Akibat dari
ketidakjelasan ini, praktik di pengadilan menjadi tidak seragam dan menimbulkan
inkonsistensi dalam penerapan hukum, sehingga menimbulkan ketidakpastian bagi
para pihak yang berperkara.
Sehubungan dengan dinamika tersebut, MK melalui
Putusan No. 102/PUU-XIII/2015 telah memberikan penafsiran konstitusional
terhadap ketentuan Pasal 82 ayat (1) huruf d KUHAP. Dalam putusannya, MK
menegaskan bahwa pasal tersebut bersifat inkonstitusional bersyarat, sepanjang
frasa “suatu perkara sudah mulai diperiksa” tidak dimaknai sebagai “permohonan
praperadilan gugur ketika pokok perkara telah dilimpahkan ke pengadilan dan
sidang pertama atas nama terdakwa atau pemohon praperadilan telah dimulai.”
Namun demikian, meskipun Putusan MK tersebut telah memberikan tafsir konstitusional yang dimaksudkan untuk menegaskan batas waktu berakhirnya praperadilan, pada praktiknya masih ditemukan perbedaan pandangan di kalangan praktisi dan akademisi mengenai penerapan ketentuan tersebut.
Keragaman tafsir tersebut menunjukkan bahwa Putusan MK belum sepenuhnya mampu
memberikan penafsiran yang menyeluruh dan komprehensif terhadap norma yang
bersifat multitafsir tersebut. Akibatnya, ketidakpastian dalam penerapan hukum
mengenai waktu gugurnya praperadilan masih tetap terjadi di tingkat praktik
peradilan.
Menanggapi perbedaan penafsiran terkait gugurnya
praperadilan, Mahkamah Agung menerbitkan SEMA Nomor 5 Tahun 2021 tentang
Pemberlakuan Rumusan Hasil Rapat Pleno Kamar MA Tahun 2021. Dalam Rumusan Kamar
Pidana angka 3, ditegaskan bahwa sejak berkas perkara dilimpahkan dan diterima
oleh pengadilan, pemeriksaan praperadilan otomatis gugur sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 82 ayat (1) huruf d KUHAP, karena status Tersangka telah beralih
menjadi Terdakwa dan kewenangan penahanannya berada di tangan hakim.
Apabila hakim praperadilan tetap memeriksa dan
mengabulkan permohonan, putusan tersebut tidak berpengaruh terhadap pemeriksaan
pokok perkara. SEMA ini memberikan kejelasan dan kepastian hukum bahwa
pelimpahan perkara menjadi batas akhir kewenangan praperadilan.
Berkenaan dengan ketentuan mengenai gugurnya praperadilan sebagaimana tercantum dalam Pasal 82 ayat (1) huruf d KUHAP, ternyata dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP) versi terbaru tanggal 20 Maret 2025 saat ini, melalui Pasal 154 ayat (1) huruf d, secara substansial telah mengubah bahkan meniadakan ketentuan tersebut.
Dalam
rumusannya, RKUHAP menegaskan bahwa selama proses pemeriksaan terhadap objek
praperadilan sebagaimana diatur dalam Pasal 151 hingga Pasal 153 RKUHAP masih
berlangsung, maka pemeriksaan perkara pokok di pengadilan tidak dapat dimulai
atau dilaksanakan.
Dengan demikian, RKUHAP tidak lagi menganut prinsip
bahwa pemeriksaan praperadilan otomatis gugur apabila perkara pokok telah
diperiksa di pengadilan. Sebaliknya, RKUHAP memberikan perlindungan agar
pemeriksaan praperadilan diselesaikan terlebih dahulu sebelum perkara pokok
diperiksa, guna menjamin efektivitas dan kepastian hukum dalam pelaksanaan hak
praperadilan bagi pihak yang merasa dirugikan oleh tindakan aparat penegak
hukum.
Apabila RKUHAP nantinya resmi diberlakukan, muncul
pertanyaan mengenai masih relevankah SEMA Nomor 5 Tahun 2021 untuk diterapkan.
Hal ini mengingat bahwa SEMA tersebut menegaskan, sejak berkas perkara
dilimpahkan dan diterima oleh pengadilan, maka pemeriksaan praperadilan
otomatis gugur.
Namun secara substansial, sejumlah kalangan
berpendapat bahwa keberlakuan SEMA tersebut tidak lagi relevan, karena
ketentuan yang menjadi dasar pedomannya telah mengalami perubahan mendasar
melalui Pasal 154 ayat (1) huruf d RKUHAP. Pasal tersebut secara tegas mengatur
bahwa selama pemeriksaan praperadilan masih berlangsung, pengadilan tidak boleh
menyelenggarakan pemeriksaan pokok perkara.
Dengan demikian, apabila Pasal 154 ayat (1) huruf d
RKUHAP mulai berlaku, maka SEMA No. 5 Tahun 2021 akan kehilangan daya
berlakunya, karena substansi pengaturannya sudah tidak sejalan dengan ketentuan
baru dan dianggap tidak lagi relevan untuk diterapkan.
Secara yuridis, ketentuan Pasal 154 ayat (1) huruf d RKUHAP membawa dampak yang signifikan terhadap eksistensi dan kedudukan praperadilan di masa mendatang. Praperadilan tidak lagi dipandang sekadar sebagai lembaga formalitas semata, melainkan sebagai instrumen penting dalam penegakan keadilan.
Lebih dari itu, pasal tersebut memberikan kepastian dan jaminan legalitas yang lebih kuat bagi para pencari keadilan yang merasa hak asasinya telah dilanggar akibat tindakan aparat penegak hukum yang keliru atau lalai dalam menjalankan prosedur hukum secara benar.
Dengan adanya ketentuan ini, praperadilan tidak lagi dapat dinyatakan gugur hanya karena pokok perkaranya telah dilimpahkan ke pengadilan. Tidak dapat disangkal bahwa praktik tersebut selama ini kerap dijadikan alasan untuk menutup kesempatan pihak yang dirugikan dalam memperjuangkan hak-haknya melalui mekanisme praperadilan.
Ketentuan baru
ini sejalan dengan prinsip perlindungan hak asasi manusia sebagaimana
diamanatkan dalam Pasal 28A hingga Pasal 28J Undang-undang Dasar Negara RI
Tahun 1945. Oleh karena itu, kedudukan praperadilan patut memperoleh jaminan
hukum yang lebih pasti dan komprehensif, termasuk dalam aspek hukum acaranya.
Semoga tulisan ini dapat memberikan manfaat, tidak
hanya bagi para pembaca, tetapi juga bagi penulis sendiri, serta menjadi
kontribusi yang dapat memperkaya wawasan dan membuka ruang diskusi konstruktif
bagi berbagai kalangan. Dengan demikian, diharapkan ke depan dapat terwujud
sistem hukum acara peradilan yang lebih baik, yang mampu mewujudkan keadilan,
kemanfaatan, dan kepastian hukum bagi seluruh pihak. (snr/ldr)
Referensi
Undang-undang No.
8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Putusan Mahkamah
Konstitusi Nomor 102/PUU-XIII/2015.
Baca Juga: Tertutupnya Pintu Upaya Hukum Putusan Praperadilan: Suatu Tinjauan Filosofi
Surat Edaran
Mahkamah Agung No. 5 Tahun 2021.
Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) versi 20 Maret 2025. Institute for Criminal Justice Reform. https://icjr.or.id/wp-content/uploads/2025/03/RUU-KUHAP-20-Maret-2025.pdf, diakses tanggal 09/10/2025, pukul 09.40 WIB.
Untuk Mendapatkan Berita Terbaru Dandapala Follow Channel WhatsApp : Info Badilum MA RI