Cari Berita

RUU KUHAP Disorot KEMENHAM, Penangkapan Tanpa Kontrol Hakim Dinilai Berbahaya

William Edward Sibarani - Dandapala Contributor 2025-09-24 17:30:16
Dok. DPR

Jakarta – Kementerian HAM menyoroti lemahnya mekanisme pengawasan terhadap proses penangkapan yang diatur dalam Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) dalam RDP bersama Komisi III DPR dan Komnas HAM pada Senin (22/09/2025).

“Pada periode Januari 2023-Desember 2024, Komnas HAM menerima dan memproses pengaduan HAM sebanyak 1.752 aduan, di mana 3 (tiga) pihak yang paling banyak diadukan adalah Kepolisian RI, Lembaga Peradilan dan Kejaksaan,” ujar Anis Hidayah, Ketua Komnas HAM.

Selain itu, Wakil Menteri HAM, Mugiyanto, mengusulkan agar prosedur penangkapan dan penahanan terhadap tersangka harus memperoleh persetujuan hakim sebagai mekanisme kontrol terhadap potensi penyalahgunaan wewenang oleh aparat penegak hukum.

Baca Juga: Revisi KUHAP: Memperkuat Due Proces of Law

“Kementerian HAM hadir dalam pembahasan RUU KUHAP dengan dua alasan. Pertama, mandat dari Perpres 156 Tahun 2024 yang mengamanatkan agar kami memastikan semua regulasi berjalan dengan penghormatan, pelindungan dan pemajuan HAM. Kedua, Indonesia telah meratifikasi ICCPR melalui UU 12/2005 dan Konvensi Anti Penyiksaan melalui UU 5/1998, sehingga standar HAM internasional mengikat menurut hukum,” tambah Mugiyanto.

“Pasal 17 Rancangan KUHAP hanya mensyaratkan penangkapan didasarkan pada cukup alasan, tanpa standar yang jelas sehingga dinilai masih terlalu umum. Kami merekomendasikan untuk memperjelas kategori bukti permulaan sahih dan menghimbau penyidik melakukan pencatatan secara rinci serta meminta pengesahan hakim dalam waktu paling lambat 2x24 jam sesuai prinsip habeas corpus. Hal ini mengacu pada Pasal 9 ayat (1) dan (2) ICCPR serta General Command atas ICCPR nomor 38,” ujarnya.

Menyikapi pernyataan tersebut, Legislator Komisi III memaparkan tantangan penerapan konsep habeas corpus dalam konteks penangkapan yang diatur dalam Rancangan KUHAP.

Baca Juga: Mengenal Lebih Dekat Dengan Praperadilan Dalam RUU KUHAP

“Dalam diskusi dengan Ketua Pengadilan di berbagai daerah, Komisi III dan MA sepakat perlunya pengawasan yang lebih ketat terhadap penyidik dalam melakukan penangkapan. Namun, kendala utama terletak pada keterbatasan jumlah hakim, terutama di Pengadilan Negeri yang kerap melayani dua hingga tiga kabupaten. Kondisi ini membuat hakim tingkat pertama kewalahan menerima laporan dan memutus sah atau tidaknya penangkapan dalam tenggat 2x24 jam,” jelas Benny Utama.

“Dalam praktik, terdapat keterbatasan sumber daya dan waktu yang sangat sempit bagi hakim untuk mengurusi laporan-laporan tersebut. Padahal, pengawasan dalam 2x24 jam merupakan prinsip fundamental habeas corpus,” ungkap anggota Komisi III dalam rapat bersama Kementerian Hukum dan HAM. (SNR/FAC)

Untuk Mendapatkan Berita Terbaru Dandapala Follow Channel WhatsApp : Info Badilum MA RI

Tag