Cari Berita

Sadar Anti Gratifikasi, Ribuan Aparatur Peradilan Ikuti E-Learning Gratifikasi

Gillang Pamungkas - Dandapala Contributor 2025-09-27 15:00:32
Dok. Bawas MA

Jakarta - Unit Pengendalian Gratifikasi (UPG) Mahkamah Agung RI menyampaikan apresiasi tinggi atas partisipasi 3.454 aparatur di seluruh lingkungan peradilan yang mengikuti program e-learning “Peningkatan Pemahaman Gratifikasi” yang diselenggarakan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). 

Program ini menjadi langkah penting dalam memperkuat budaya integritas serta meneguhkan komitmen peradilan terhadap prinsip zero tolerance terhadap gratifikasi.

“Peradilan Umum mencatatkan 1.395 peserta, Peradilan Agama 1.745, Peradilan Militer 77, Peradilan Tata Usaha Negara 140, dan Unit Eselon I sebanyak 97 peserta,” rilis UPG MA melalui media sosial resminya.

Baca Juga: Melihat Alur Mudah Pelaporan Gratifikasi

Distribusi peserta menunjukkan antusiasme tinggi dari berbagai lingkungan peradilan. 

Capaian tertinggi di lingkungan Peradilan Umum dicatatkan wilayah Pengadilan Tinggi Denpasar, dengan PN Semarapura mencapai 87,5% dan PN Bangli 82,2% partisipasi pegawai. Meski demikian, sejumlah satuan kerja di wilayah hukum lain masih ada yang belum terlibat sama sekali, membuka peluang perluasan pembelajaran antigratifikasi secara merata di seluruh Indonesia.

Program e-learning “Peningkatan Pemahaman Gratifikasi” yang diselenggarakan KPK ini menjadi sarana penting untuk memperluas pengetahuan aparatur peradilan tentang berbagai aspek gratifikasi. Melalui pre-test dan post-test, peserta dapat menilai perkembangan pemahaman mereka, sekaligus mengukur efektivitas pembelajaran.

Materi yang disajikan mencakup lima tema pokok. Pertama, membedakan antara gratifikasi, suap, dan pemerasan. Kedua, mengulas dampak gratifikasi terhadap kepercayaan publik dan integritas institusi. Ketiga, menjelaskan mekanisme pelaporan gratifikasi sesuai ketentuan yang berlaku. Keempat, menekankan peran pegawai negeri dan penyelenggara negara dalam pengendalian gratifikasi. Dan terakhir, menggali nilai-nilai antigratifikasi dalam perspektif budaya serta agama.

Dampak dari pelatihan ini mulai terasa nyata. Dengan meningkatnya pemahaman, banyak aparatur kini lebih menyadari bahwa gratifikasi bukan sekadar pemberian biasa, melainkan pintu masuk yang dapat merusak integritas dan kepercayaan publik. Kesadaran ini membuat aparatur tidak hanya berani menolak, tetapi juga memahami tata cara melaporkan gratifikasi yang diterima atau ditolak.

Sebagaimana diatur dalam SK Kabawas No. 29/BP/SK.PW1/V/2025, UPG MA secara berkala setiap triwulan mengumumkan laporan penerimaan atau penolakan gratifikasi yang disampaikan melalui aplikasi GOL KPK maupun UPG Pusat.

Sesuai ketentuan tersebut, pelaporan gratifikasi dapat dilakukan langsung ke KPK paling lama 30 hari kerja sejak peristiwa terjadi, dengan tembusan ke UPG. 

Sementara itu, bagi aparatur di lingkungan Eselon I Mahkamah Agung, laporan dapat disampaikan melalui UPG Pusat dalam waktu maksimal 10 hari kerja sejak gratifikasi diterima.

Baca Juga: Hipnoterapi sebagai Model Pembinaan Bagi Anak Pelaku Kekerasan Seksual

“Setiap laporan gratifikasi diterima, dianalisis, dan diproses secara administratif oleh UPG MA untuk memastikan kepatuhan dan akuntabilitas aparatur,” demikian tertuang dalam SK Kabawas tersebut.

Dengan pemahaman ini, e-learning bukan hanya menambah pengetahuan, tetapi juga mendorong perubahan perilaku. Aparatur peradilan kini lebih siap mengambil sikap tegas terhadap gratifikasi, karena tahu apa yang harus dilakukan dan ke mana harus melapor. Inilah wujud nyata penguatan budaya integritas yang sedang dibangun di seluruh lingkungan peradilan. (al/fac)

Untuk Mendapatkan Berita Terbaru Dandapala Follow Channel WhatsApp : Info Badilum MA RI