Dalam praktik peradilan, sering ditemukan tidak jelasnya aturan hukum
sehingga terdapat perbedaan perlakukan/penanganan terhadap isu hukum yang sama.
Salah satunya tata cara mekanisme pengambilan sumpah terhadap Novum (noviter perventa) berupa surat-surat yang menentukan.
Novum
berupa surat yang dimaksud adalah surat-surat bukti
yang bersifat menentukan yang pada waktu perkara diperiksa tidak dapat
ditemukan. Sehingga alat
bukti yang dibuat setelah perkara diputus bukan termasuk Novum.
Novum
dalam perkara perdata secara tegas diatur dalam beberapa ketentuan peraturan
yang mengatur tentang alasan-alasan upaya hukuman terhadap putusan pengadilan
atau peninjauan kembali (PK) dengan beberapa ketentuan yang pernah berlaku
diantaranya:
Baca Juga: Kontroversi Sumpah Pocong: Sejarah dan Kedudukan dalam Sistem Peradilan
1. Undang-Undang (UU) Nomor 19 Tahun 1964 tentang Ketentuan-ketentuan
Pokok Kekuasaan Kehakiman.
Pasal 15 menjelaskan
“Terhadap putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap, dapat
dimohon peninjauan kembali, hanya apabila terdapat hal-hal atau
keadaan-keadaan, yang ditentukan dengan Undang-undang.”
Penjelasan Pasal 15
tersebut menyatakan “Pasal ini mengatur tentang peninjauan kembali putusan
pengadilan atau herziening. Peninjauan
kembali putusan merupakan alat hukum yang istimewa dan pada galibnya baru
dilakukan setelah alat-alat hukum lainnya telah dipergunakan tanpa hasil.
Syarat-syaratnya ditetapkan dalam Hukum Acara. Pada umumnya, peninjauan kembali
putusan hanya dapat dilakukan, apabila terdapat nova, yaitu fakta-fakta atau
keadaan-keadaan baru, yang pada waktu dilakukan peradilan yang dahulu, tidak
tampak atau memperoleh perhatian.”
UU ini kemudian
dinyatakan tidak berlaku dengan UU Nomor 6 Tahun 1969 tentang Pernyataan Tidak Berlakunya Berbagai Undang-Undang dan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang dan UU Nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan
Pokok Kekuasaan Kehakiman.
2. UU
Nomor 13 Tahun 1965, tentang
Pengadilan dalam
Lingkungan Peradilan Umum dan
Mahkamah Agung.
Dalam penjelasan UU
tersebut menyatakan “Alat hukum yang istimewa adalah peninjauan
kembali, yang biasa disebut herziening.
Syarat-syarat untuk dapat menggunakan ialah hukum ini diatur tersendiri dalam
suatu Undang-undang, dan dalam hal ini oleh Undang-undang tentang Hukum Acara. PK dapat dimohonkan kepada
Mahkamah Agung terhadap semua putusan pengadiilan negeri yang tidak mengandung
pelepasan dari segala tuntutan dalam perkara pidana. Alat hukum ini baru dapat
digunakan, apabila semua alat hukum biasa telah dipakai. Herziening atau
peninjauan kembali hanya dapat diminta apabila terdapat "novum" atau
keadaan yang baru. Untuk lengkapnya hal ini diatur secara terperinci dalam
Hukum Acara.”
3. UU
Nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan
Pokok Kekuasaan Kehakiman.
Pasal 21 UU tersebut
menyatakan “Apabila terdapat hal-hal atau keadaan-keadaan
yang ditentukan dengan Undang-undang, terhadap putusan Pengadilan, yang telah
memperoleh kekuatan hukum yang tetap dapat dimintakan peninjauan kembali kepada
Mahkamah Agung, dalam perkara perdata dan pidana oleh pihak-pihak yang
berkepentingan.
Penjelasan pasal tersebut
menyatakan “Pasal ini mengatur tentang peninjauan kembali
terhadap putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum yang tetap.
Permohonan peninjauan kembali dalam perkara perdata diajukan oleh pihak yang
berkepentingan, termasuk di dalamnya juga para ahli waris dari pihak-pihak yang
berperkara dan dalam perkara pidana oleh terhukum atau ahli warisnya.
Syarat-syarat peninjauan kembali akan ditetapkan dalam Hukum Acara.”
Secara positif ketentuan mengenai Novum saat ini
diatur dalam UU Nomor 14
Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung (MA) dan
berlaku sampai dengan saat ini. Dalam UU ini secara tegas dalam Pasal 67 huruf
b yang menyatakan “Permohonan peninjauan kembali putusan
perkara perdata yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dapat diajukan hanya
berdasarkan alasan-alasan sebagai berikut: …b. apabila
setelah perkara diputus, ditemukan surat-surat bukti yang bersifat menentukan
yang pada waktu perkara diperiksa tidak dapat ditemukan.”
Selanjutnya, dalam UU Nomor 48 Tahun 2009 tentang
Kekuasaan Kehakiman Pasal 24 ayat (1) menyatakan “terhadap putusan pengadilan
yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, pihak-pihak yang bersangkutan dapat
mengajukan peninjauan kembali kepada Mahkamah Agung, apabila terdapat hal atau
keadaan tertentu yang ditentukan dalam undang-undang.”
Penjelasan pasal tersebut lebih lanjut menyatakan yang
dimaksud dengan ”hal atau keadaan tertentu” antara lain adalah ditemukannya
bukti baru (novum) dan/atau adanya kekhilafan atau kekeliruan hakim
dalam menerapkan hukumnya.
Dalam praktik peradilan, terdapat ketidakseragaman
dalam penerapan pengambilan sumpah Novum. Lantas, bagaimanakah cara pengadilan
menangani perkara PK dengan alasan Novum yang diajukan di pengadilan negeri?
Penyumpahan novum di hadapan pejabat berwenang
Permohonan PK dengan alasan Novum beserta memori PK
wajib disampaikan pada hari yang sama
dengan pangajuan PK
disertai/dilampirkan dengan dengan penyerahan
dokumen bukti baru (novum). Selanjutnya pengadilan meneliti persyaratan dan
tenggang waktu permohonan PK.
Berdasarkan Pasal 69 huruf b UU Nomor 14 Tahun 1985 tentang MA menyatakan tenggang
waktu pengajuan permohonan peninjauan kembali yang didasarkan atas alasan
sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 67 (tentang
Novum) adalah 180 (seratus delapan puluh) hari sejak ditemukan surat-surat
bukti, yang hari serta tanggal ditemukannya harus dinyatakan di bawah sumpah
dan disahkan oleh pejabat yang berwenang.
Lalu siapakah pejabat yang berwenang dimaksud? UU
Nomor 14 Tahun 1985 tentang MA baik dalam pasal maupun dalam penjelasan
pasal tidak menyebutkan siapa pejabat yang berwenang, begitupun Buku II MA
tentang Pedoman Teknis Administrasi dan Teknis Peradilan Perdata Umum Dan Perdata Khusus (hal 10) tidak menjelaskan
siapa pejabat berwenang yang dimaksud.
Beberapa ahli hukum berpendapat dikarenakan UU tentang MA tersebut tidak diberikan penjelasan, maka tidak ada pembatasan
siapa pejabat yang berwenang dalam melakukan pengesahan atas alat bukti surat.
Namun demikian, pada umumnya, jika suatu surat yang akan dijadikan novum
berkaitan erat dengan pejabat tertentu, maka pernyataan sumpah dan
pengesahannya dilakukan di hadapan dan oleh pejabat tersebut. Misal Akta jual beli dihadapan
Notaris/PPAT, SHM di hadapan Kepala BPN dan sebagainya.
Bagaimana dengan praktik peradilan? Dalam praktik
peradilan penyumpahan perkara PK dengan alasan novum dilakukan oleh pengadilan dalam hal ini oleh ketua pengadilan ataupun
hakim yang ditunjuk oleh ketua pengadilan. Argumen ini didasarkan kepada SOP
Ditjen Badilum Nomor 591/DJU/OT.01.6/III/2025
tentang Perkara Perdata Peninjauan
Kembali Dengan Alasan Adanya Novum Pada Pengadilan Negeri Poin No 9 yang
menjelaskan kegiatan Penunjukan Hakim untuk melakukan penyumpahan dan
pencocokan bukti baru (Novum) dengan aslinya.
Selain itu, Ketua MA Prof. Sunaro dan Ketua Kamar
Perdata MA I.G. Agung Sumanatha menjelaskan penyumpahan penemuan bukti baru (Novum)
dilakukan oleh pengadilan. (Selengkapnya dapat diakses melalui https://kepaniteraan.mahkamahagung.go.id/registry-news/2423-waka-ma-bidang-yudisial-sampaikan-hal-ini-untuk-dipedomani-jajaran-pengadilan).
Maka pejabat yang dimaksud untuk melakukan penyumpahan
terhadap adanya bukti baru (novum) sebagaimana UU
tentang MA adalah pejabat pengadilan dalam hal ini adalah ketua
pengadilan karena jabatannya atau hakim yang telah di tunjuk.
Haruskah disidangkan?
Berdasarkan praktik peradilan, terdapat 2 (dua) cara
pengambilan sumpah perkara PK dengan alasan novum. Praktik pertama dengan mengambil sumpah di ruang sidang pengadilan
oleh Hakim didampingi dengan Panitera Sidang layaknya persidangan. Praktik
kedua pengambilan sumpah novum cukup dilakukan di suatu ruangan tertentu di
gedung pengadilan tanpa harus menggunakan atribut persidangan lengkap.
Jika merujuk ke berbagai literatur peraturan
perundang-undangan tidak ada peraturan perundang-undangan yang mengharuskan
pengambilan sumpah dilaksanakan di ruangan persidangan.
Berdasarkan SOP Ditjen
Badilum Nomor 591/DJU/OT.01.6/III/2025 tentang Perkara Perdata Peninjauan Kembali
Dengan Alasan Adanya Novum Pada
Pengadilan Negeri Poin No 9 dan
pada bagian Output menjelaskan produk hakim yang melakukan pengambilan sumpah
tersebut adalah Berita Acara Sidang
Sumpah Novum dengan jangka waktu
7 Hari. SOP tersebut lebih lanjut dalam Penjelasan
Pada Kolom Keterangan *1. Menerangkan waktu 7 Hari termasuk Pemanggilan
Pemohon PK, Sidang dan Penyerahan Berita Acara Sumpah Novum ke Kepaniteraan.
Jika dicermati makna Berita Acara Sidang Sumpah Novum dalam SOP tersebut, maka dapat ditafsirkan jika penyumpahan
Novom tersebut dilakukan di ruang persidangan sebagaimana layaknya pada
persidangan biasa.
Mengutip pendapat Ketua Kamar
Perdata MA I.G. Agung Sumanatha, Ia berpendapat pengadilan hanya
melakukan penyumpahan atas adanya novum (BA Sumpah Novum) yang dilakukan tanpa
suatu proses sidang. Pengadilan hanya menentukan tanggal dilakukan penyumpahan. (https://kepaniteraan.mahkamahagung.go.id/registry-news/2423-waka-ma-bidang-yudisial-sampaikan-hal-ini-untuk-dipedomani-jajaran-pengadilan).
Kapan sumpah Novum dilakukan?
Berdasarkan praktik peradilan juga terdapat beberapa
perlakuan mengenai kapan sumpah novum dilakukan. Praktik pertama melaksanakan
sumpah Novum setelah memanggil para pihak (pemohon dan termohon) selanjutnya
dilaksanakan dipersidangan, praktik kedua yaitu setelah diajukannya kontra
memori PK pengadilan mengambil sumpah Novum dan praktik ketiga dilakukan pada
hari yang sama pada saat Pemohon mendaftarkan perkara PK tersebut.
Lantas, dari ketiga praktik tersebut yang manakah yang
tepat? UU Nomor 14
Tahun 1985 tentang MA tidak memberikan
penjelasan terkait hal itu. Refrensi lainnya dapat diambil dari pendapat Prof.
Sunarto yang menyatakan penyumpahan
ditemukannya novum dilakukan “paling lama di hari yang sama dengan
tanggal pengajuan peninjauan kembali”(selengkapnya dapat di baca di https://kepaniteraan.mahkamahagung.go.id/registry-news/2423-waka-ma-bidang-yudisial-sampaikan-hal-ini-untuk-dipedomani-jajaran-pengadilan).
Selain itu, apabila ditinjau dari SOP Ditjen Badilum Nomor 591/DJU/OT.01.6/III/2025
tentang Perkara Perdata Peninjauan
Kembali Dengan Alasan Adanya Novum Pada Pengadilan Negeri Poin No 9,
meskipun tidak menyebutkan harus dilakukan pada hari yang sama, namun kegiatan
pengambilan sumpah Novum tersebut dilakukan sebelum penyampaian kontra memori
PK.
Dengan demikian, disimpulkan
sumpah Novum sebaiknya dilakukan pada hari yang sama dengan dihadiri oleh
Pemohon PK dan tidak perlu memanggil pihak termohon PK untuk mengikuti pengambilan
sumpah Novum tersebut.
Lantas bagaimana jika sumpah
Novum dilakukan tidak pada hari yang sama dengan tanggal pengajuan peninjauan kembali?, Oleh karena tidak ada ketentuan
yang mengatur secara tegas hal tersebut, maka dapat dikatakan tidak membawa
konsekuensi yuridis terhadap keabsahan sumpah novum tersebut.
Akan tetapi, untuk menyeragamkan
penerapan hukum dan praktik peradilan di lingkungan MA. Sebaiknya pelaksanaan
sumpah Novum dilakukan pada hari yang sama dengan tanggal pengajuan peninjauan kembali. Hal ini sebagaimana pendapat Prof.
Sunarto, pengadilan perlu memastikan tanggal ditemukannya bukti baru
(novum) yang merujuk pada berita acara sumpah novum sebagai standar prosedur
dalam menentukan formalitas waktu pengajuan upaya hukum peninjauan kembali. (selengkapnya
dapat di baca di https://kepaniteraan.mahkamahagung.go.id/registry-news/2423-waka-ma-bidang-yudisial-sampaikan-hal-ini-untuk-dipedomani-jajaran-pengadilan).
Siapa yang disumpah?
Pasal 67 huruf b dan 69 huruf b UU Nomor 14 Tahun 1985 tentang MA tidak memberikan penjelasan tentang hal
tersebut. Berdasarkan ketentuan SEMA Nomor 4 Tahun 2016 tentang Pemberlakuan Rumusan Hasil Rapat Pleno
Kamar Mahkamah Agung Tahun 2016 sebagai Pedoman Pelaksanaan Tugas Bagi
Pengadilan menjelaskan Pengadilan
tingkat pertama harus melakukan penyumpahan dan membuat berita acara sumpah
terhadap penemuan alat bukti tertulis yang diajukan sebagai novum oleh pemohon
peninjauan kembali
atau yang menemukan novum.
Pihak
yang disumpah adalah orang yang menemukan novum. Jika yang menemukan novum
adalah Pemohon PK maka Pemohon PK harus bersumpah kapan dia menemukan novum
tersebut.
Bagaimana bunyi sumpah Novum?
Dalam praktik peradilan terdapat berbagai ragam format
Sumpah Novum yang dibuat, sehingga tidak ada keseragaman. Namun hal yang
terpenting adalah bukan formatnya sumpahnya tetapi substansi BA Sumpah Novum
tersebut.
Mengutip lebih lanjut pendapat Ketua Kamar
Perdata MA I.G. Agung Sumanatha, dalam
penyumpahan harus dipastikan: 1. hari dan tanggal ditemukannya novum, 2. novum belum pernah diajukan sebagai alat bukti sebelumnya dan 3. mencocokan novum apakah
sesuai dengan asli atau hanya berupa fotokopi.
Perlukah dibuat BA Pendapat?
Pengadilan pengaju tidak perlu membuat BA Pendapat
terhadap Permohonan PK dengan alasan PK adanya Novum. Berdasarkan SOP Ditjen Badilum Nomor 591/DJU/OT.01.6/III/2025
tentang Perkara Perdata Peninjauan
Kembali Dengan Alasan Adanya Novum, tidak ditemukan aktivitas ataupun
kelengkapan berkas berupa BA Pendapat.
Dalam hal alasan PK berupa novum, tidak diperlukan Berita
Acara Pendapat sebagaimana dilakukan dalam PK perkara pidana. Hal ini sebagaimana yang ditegaskan
dalam SEMA Nomor 4 Tahun 2016 dan Surat Panitera Nomor 735/PAN/HK1.2.3/IV/2024 tanggal 26
April 2024 yang
menyatakan Pengadilan tingkat pertama harus
melakukan penyumpahan dan membuat berita acara sumpah terhadap penemuan alat
bukti tertulis yang diajukan sebagai novum oleh pemohon peninjauan pembali atau
yang menemukan novum sesuai dengan ketentuan Pasal 69 huruf (b) UU Nomor 14
Tahun 1985 tentang MA tanpa harus menilai alat bukti tersebut memenuhi syarat
novum atau tidak.
Terhadap permohonan PK, pengadilan tingkat pertama
hanya berwenang menilai aspek formalitas yakni tenggang waktu pengajuan dan
waktu penyampaian memori/alasan-alasan peninjauan kembali.
Pengadilan pengaju harus mempelajari
dan memastikan jika penemuan Novum tersebut tidak melebihi dari 180 Hari
yang dihitung dari sejak ditemukan
surat-surat bukti, yang hari serta tanggal ditemukannya harus dinyatakan di
bawah sumpah dan disahkan oleh pejabat yang berwenang.
Untuk menjaga kesamaan penerapan
hukum dalam penanganan pengambilan sumpah
novum perkara PK Perdata, maka dapat dibuat petunjuk atau edaran berupa Surat
Edaran Panitera MA tentang Pedoman Pengambilan Sumpah Novum perkara perdata
yang memuat mekanisme penyumpahan tersebut. Sehingga dapat diterapkan dan
dipedomani oleh badan peradilan di lingkungan MA. (asn)
Penulis.
Dr. M. Luthfan HD Darus, SH., M.Kn., MH adalah Hakim PN Sei Rampah.
Baca Juga: Pembekuan Berita Acara Sumpah Advokat: Ancaman atau Perlindungan terhadap Profesi Advokat?
Refrensi.
- Undang-Undang (UU) Nomor 19 Tahun 1964 tentang Ketentuan-ketentuan
Pokok Kekuasaan Kehakiman.
- UU Nomor 6 Tahun 1969 tentang Pernyataan Tidak Berlakunya Berbagai Undang-Undang dan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang dan UU Nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan
Pokok Kekuasaan Kehakiman.
- UU Nomor 13 Tahun 1965, tentang Pengadilan dalam Lingkungan Peradilan Umum
dan Mahkamah Agung.
- UU Nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan
Pokok Kekuasaan Kehakiman.
- UU Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung.
- SEMA Nomor 4 Tahun 2016 tentang Pemberlakuan Rumusan Hasil Rapat Pleno
Kamar Mahkamah Agung Tahun 2016 sebagai Pedoman Pelaksanaan Tugas Bagi
Pengadilan.
- Surat Panitera Nomor 735/PAN/HK1.2.3/IV/2024 tanggal 26
April 2024.
- SOP Ditjen Badilum Nomor 591/DJU/OT.01.6/III/2025 tentang Perkara Perdata Peninjauan Kembali Dengan Alasan Adanya Novum.
Untuk Mendapatkan Berita Terbaru Dandapala Follow Channel WhatsApp : Info Badilum MA RI