Cari Berita

Seluk Beluk Pengambilan Sumpah Novum Perkara PK Perdata, Haruskah Disidangkan?

M. Luthfan HD Darus - Dandapala Contributor 2025-09-08 09:05:12
Dok. Penulis.

Dalam praktik peradilan, sering ditemukan tidak jelasnya aturan hukum sehingga terdapat perbedaan perlakukan/penanganan terhadap isu hukum yang sama. Salah satunya tata cara mekanisme pengambilan sumpah terhadap Novum (noviter perventa) berupa surat-surat yang menentukan.

Novum berupa surat yang dimaksud adalah surat-surat bukti yang bersifat menentukan yang pada waktu perkara diperiksa tidak dapat ditemukan. Sehingga alat bukti yang dibuat setelah perkara diputus bukan termasuk Novum.

Novum dalam perkara perdata secara tegas diatur dalam beberapa ketentuan peraturan yang mengatur tentang alasan-alasan upaya hukuman terhadap putusan pengadilan atau peninjauan kembali (PK) dengan beberapa ketentuan yang pernah berlaku diantaranya:

Baca Juga: Kontroversi Sumpah Pocong: Sejarah dan Kedudukan dalam Sistem Peradilan

1. Undang-Undang (UU) Nomor 19 Tahun 1964 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman.

Pasal 15 menjelaskan “Terhadap putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap, dapat dimohon peninjauan kembali, hanya apabila terdapat hal-hal atau keadaan-keadaan, yang ditentukan dengan Undang-undang.”

Penjelasan Pasal 15 tersebut menyatakan “Pasal ini mengatur tentang peninjauan kembali putusan pengadilan atau herziening. Peninjauan kembali putusan merupakan alat hukum yang istimewa dan pada galibnya baru dilakukan setelah alat-alat hukum lainnya telah dipergunakan tanpa hasil. Syarat-syaratnya ditetapkan dalam Hukum Acara. Pada umumnya, peninjauan kembali putusan hanya dapat dilakukan, apabila terdapat nova, yaitu fakta-fakta atau keadaan-keadaan baru, yang pada waktu dilakukan peradilan yang dahulu, tidak tampak atau memperoleh perhatian.”

UU ini kemudian dinyatakan tidak berlaku dengan UU Nomor 6 Tahun 1969 tentang Pernyataan Tidak Berlakunya Berbagai Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang dan UU Nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman.

2. UU Nomor 13 Tahun 1965, tentang Pengadilan dalam Lingkungan Peradilan Umum dan Mahkamah Agung.

Dalam penjelasan UU tersebut menyatakan “Alat hukum yang istimewa adalah peninjauan kembali, yang biasa disebut herziening. Syarat-syarat untuk dapat menggunakan ialah hukum ini diatur tersendiri dalam suatu Undang-undang, dan dalam hal ini oleh Undang-undang tentang Hukum Acara. PK dapat dimohonkan kepada Mahkamah Agung terhadap semua putusan pengadiilan negeri yang tidak mengandung pelepasan dari segala tuntutan dalam perkara pidana. Alat hukum ini baru dapat digunakan, apabila semua alat hukum biasa telah dipakai. Herziening atau peninjauan kembali hanya dapat diminta apabila terdapat "novum" atau keadaan yang baru. Untuk lengkapnya hal ini diatur secara terperinci dalam Hukum Acara.

3. UU Nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman.

Pasal 21 UU tersebut menyatakan “Apabila terdapat hal-hal atau keadaan-keadaan yang ditentukan dengan Undang-undang, terhadap putusan Pengadilan, yang telah memperoleh kekuatan hukum yang tetap dapat dimintakan peninjauan kembali kepada Mahkamah Agung, dalam perkara perdata dan pidana oleh pihak-pihak yang berkepentingan.

Penjelasan pasal tersebut menyatakan “Pasal ini mengatur tentang peninjauan kembali terhadap putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum yang tetap. Permohonan peninjauan kembali dalam perkara perdata diajukan oleh pihak yang berkepentingan, termasuk di dalamnya juga para ahli waris dari pihak-pihak yang berperkara dan dalam perkara pidana oleh terhukum atau ahli warisnya. Syarat-syarat peninjauan kembali akan ditetapkan dalam Hukum Acara.”

Secara positif ketentuan mengenai Novum saat ini diatur dalam UU Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung (MA) dan berlaku sampai dengan saat ini. Dalam UU ini secara tegas dalam Pasal 67 huruf b yang menyatakan “Permohonan peninjauan kembali putusan perkara perdata yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dapat diajukan hanya berdasarkan alasan-alasan sebagai berikut: …b. apabila setelah perkara diputus, ditemukan surat-surat bukti yang bersifat menentukan yang pada waktu perkara diperiksa tidak dapat ditemukan.

Selanjutnya, dalam UU Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman Pasal 24 ayat (1) menyatakan “terhadap putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, pihak-pihak yang bersangkutan dapat mengajukan peninjauan kembali kepada Mahkamah Agung, apabila terdapat hal atau keadaan tertentu yang ditentukan dalam undang-undang.”

Penjelasan pasal tersebut lebih lanjut menyatakan yang dimaksud dengan ”hal atau keadaan tertentu” antara lain adalah ditemukannya bukti baru (novum) dan/atau adanya kekhilafan atau kekeliruan hakim dalam menerapkan hukumnya.

Dalam praktik peradilan, terdapat ketidakseragaman dalam penerapan pengambilan sumpah Novum. Lantas, bagaimanakah cara pengadilan menangani perkara PK dengan alasan Novum yang diajukan di pengadilan negeri?

Penyumpahan novum di hadapan pejabat berwenang

Permohonan PK dengan alasan Novum beserta memori PK wajib disampaikan pada hari yang sama dengan pangajuan PK disertai/dilampirkan dengan dengan penyerahan dokumen bukti baru (novum). Selanjutnya pengadilan meneliti persyaratan dan tenggang waktu permohonan PK.

Berdasarkan Pasal 69 huruf b UU Nomor 14 Tahun 1985 tentang MA menyatakan tenggang waktu pengajuan permohonan peninjauan kembali yang didasarkan atas alasan sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 67 (tentang Novum) adalah 180 (seratus delapan puluh) hari sejak ditemukan surat-surat bukti, yang hari serta tanggal ditemukannya harus dinyatakan di bawah sumpah dan disahkan oleh pejabat yang berwenang.

Lalu siapakah pejabat yang berwenang dimaksud? UU Nomor 14 Tahun 1985 tentang MA baik dalam pasal maupun dalam penjelasan pasal tidak menyebutkan siapa pejabat yang berwenang, begitupun Buku II MA tentang Pedoman Teknis Administrasi dan Teknis Peradilan Perdata Umum Dan Perdata Khusus (hal 10) tidak menjelaskan siapa pejabat berwenang yang dimaksud.

Beberapa ahli hukum berpendapat dikarenakan UU tentang MA tersebut tidak diberikan penjelasan, maka tidak ada pembatasan siapa pejabat yang berwenang dalam melakukan pengesahan atas alat bukti surat. Namun demikian, pada umumnya, jika suatu surat yang akan dijadikan novum berkaitan erat dengan pejabat tertentu, maka pernyataan sumpah dan pengesahannya dilakukan di hadapan dan oleh pejabat tersebut. Misal Akta jual beli dihadapan Notaris/PPAT, SHM di hadapan Kepala BPN dan sebagainya.

Bagaimana dengan praktik peradilan? Dalam praktik peradilan penyumpahan perkara PK dengan alasan novum dilakukan oleh pengadilan dalam hal ini oleh ketua pengadilan ataupun hakim yang ditunjuk oleh ketua pengadilan. Argumen ini didasarkan kepada SOP Ditjen Badilum Nomor 591/DJU/OT.01.6/III/2025 tentang Perkara Perdata Peninjauan Kembali Dengan Alasan Adanya Novum Pada Pengadilan Negeri Poin No 9 yang menjelaskan kegiatan Penunjukan Hakim untuk melakukan penyumpahan dan pencocokan bukti baru (Novum) dengan aslinya.

Selain itu, Ketua MA Prof. Sunaro dan Ketua Kamar Perdata MA I.G. Agung Sumanatha menjelaskan penyumpahan penemuan bukti baru (Novum) dilakukan oleh pengadilan. (Selengkapnya dapat diakses melalui https://kepaniteraan.mahkamahagung.go.id/registry-news/2423-waka-ma-bidang-yudisial-sampaikan-hal-ini-untuk-dipedomani-jajaran-pengadilan).

Maka pejabat yang dimaksud untuk melakukan penyumpahan terhadap adanya bukti baru (novum) sebagaimana UU tentang MA adalah pejabat pengadilan dalam hal ini adalah ketua pengadilan karena jabatannya atau hakim yang telah di tunjuk.

Haruskah disidangkan?

Berdasarkan praktik peradilan, terdapat 2 (dua) cara pengambilan sumpah perkara PK dengan alasan novum. Praktik pertama dengan mengambil sumpah di ruang sidang pengadilan oleh Hakim didampingi dengan Panitera Sidang layaknya persidangan. Praktik kedua pengambilan sumpah novum cukup dilakukan di suatu ruangan tertentu di gedung pengadilan tanpa harus menggunakan atribut persidangan lengkap.

Jika merujuk ke berbagai literatur peraturan perundang-undangan tidak ada peraturan perundang-undangan yang mengharuskan pengambilan sumpah dilaksanakan di ruangan persidangan.

Berdasarkan SOP Ditjen Badilum Nomor 591/DJU/OT.01.6/III/2025 tentang Perkara Perdata Peninjauan Kembali Dengan Alasan Adanya Novum Pada Pengadilan Negeri Poin No 9 dan pada bagian Output menjelaskan produk hakim yang melakukan pengambilan sumpah tersebut adalah Berita Acara Sidang Sumpah Novum dengan jangka waktu 7 Hari. SOP tersebut lebih lanjut dalam Penjelasan Pada Kolom Keterangan *1. Menerangkan waktu 7 Hari termasuk Pemanggilan Pemohon PK, Sidang dan Penyerahan Berita Acara Sumpah Novum ke Kepaniteraan.

Jika dicermati makna Berita Acara Sidang Sumpah Novum dalam SOP tersebut, maka dapat ditafsirkan jika penyumpahan Novom tersebut dilakukan di ruang persidangan sebagaimana layaknya pada persidangan biasa.

Mengutip pendapat Ketua Kamar Perdata MA I.G. Agung Sumanatha, Ia berpendapat pengadilan hanya melakukan penyumpahan atas adanya novum (BA Sumpah Novum) yang dilakukan tanpa suatu proses sidang. Pengadilan hanya menentukan tanggal dilakukan penyumpahan. (https://kepaniteraan.mahkamahagung.go.id/registry-news/2423-waka-ma-bidang-yudisial-sampaikan-hal-ini-untuk-dipedomani-jajaran-pengadilan).

Kapan sumpah Novum dilakukan?

Berdasarkan praktik peradilan juga terdapat beberapa perlakuan mengenai kapan sumpah novum dilakukan. Praktik pertama melaksanakan sumpah Novum setelah memanggil para pihak (pemohon dan termohon) selanjutnya dilaksanakan dipersidangan, praktik kedua yaitu setelah diajukannya kontra memori PK pengadilan mengambil sumpah Novum dan praktik ketiga dilakukan pada hari yang sama pada saat Pemohon mendaftarkan perkara PK tersebut.

Lantas, dari ketiga praktik tersebut yang manakah yang tepat? UU Nomor 14 Tahun 1985 tentang MA tidak memberikan penjelasan terkait hal itu. Refrensi lainnya dapat diambil dari pendapat Prof. Sunarto yang menyatakan penyumpahan ditemukannya novum dilakukan paling lama di hari yang sama dengan tanggal pengajuan peninjauan kembali(selengkapnya dapat di baca di https://kepaniteraan.mahkamahagung.go.id/registry-news/2423-waka-ma-bidang-yudisial-sampaikan-hal-ini-untuk-dipedomani-jajaran-pengadilan).

Selain itu, apabila ditinjau dari SOP Ditjen Badilum Nomor 591/DJU/OT.01.6/III/2025 tentang Perkara Perdata Peninjauan Kembali Dengan Alasan Adanya Novum Pada Pengadilan Negeri Poin No 9, meskipun tidak menyebutkan harus dilakukan pada hari yang sama, namun kegiatan pengambilan sumpah Novum tersebut dilakukan sebelum penyampaian kontra memori PK.

Dengan demikian, disimpulkan sumpah Novum sebaiknya dilakukan pada hari yang sama dengan dihadiri oleh Pemohon PK dan tidak perlu memanggil pihak termohon PK untuk mengikuti pengambilan sumpah Novum tersebut.

Lantas bagaimana jika sumpah Novum dilakukan tidak pada hari yang sama dengan tanggal pengajuan peninjauan kembali?, Oleh karena tidak ada ketentuan yang mengatur secara tegas hal tersebut, maka dapat dikatakan tidak membawa konsekuensi yuridis terhadap keabsahan sumpah novum tersebut.

Akan tetapi, untuk menyeragamkan penerapan hukum dan praktik peradilan di lingkungan MA. Sebaiknya pelaksanaan sumpah Novum dilakukan pada hari yang sama dengan tanggal pengajuan peninjauan kembali. Hal ini sebagaimana pendapat Prof. Sunarto, pengadilan perlu memastikan tanggal ditemukannya bukti baru (novum) yang merujuk pada berita acara sumpah novum sebagai standar prosedur dalam menentukan formalitas waktu pengajuan upaya hukum peninjauan kembali. (selengkapnya dapat di baca di https://kepaniteraan.mahkamahagung.go.id/registry-news/2423-waka-ma-bidang-yudisial-sampaikan-hal-ini-untuk-dipedomani-jajaran-pengadilan).

Siapa yang disumpah?

Pasal 67 huruf b dan 69 huruf b UU Nomor 14 Tahun 1985 tentang MA tidak memberikan penjelasan tentang hal tersebut. Berdasarkan ketentuan SEMA Nomor 4 Tahun 2016 tentang Pemberlakuan Rumusan Hasil Rapat Pleno Kamar Mahkamah Agung Tahun 2016 sebagai Pedoman Pelaksanaan Tugas Bagi Pengadilan menjelaskan Pengadilan tingkat pertama harus melakukan penyumpahan dan membuat berita acara sumpah terhadap penemuan alat bukti tertulis yang diajukan sebagai novum oleh pemohon peninjauan kembali atau yang menemukan novum.

Pihak yang disumpah adalah orang yang menemukan novum. Jika yang menemukan novum adalah Pemohon PK maka Pemohon PK harus bersumpah kapan dia menemukan novum tersebut.

Bagaimana bunyi sumpah Novum?

Dalam praktik peradilan terdapat berbagai ragam format Sumpah Novum yang dibuat, sehingga tidak ada keseragaman. Namun hal yang terpenting adalah bukan formatnya sumpahnya tetapi substansi BA Sumpah Novum tersebut.

Mengutip lebih lanjut pendapat Ketua Kamar Perdata MA I.G. Agung Sumanatha, dalam penyumpahan harus dipastikan: 1. hari dan tanggal ditemukannya novum, 2. novum belum pernah diajukan sebagai alat bukti sebelumnya dan 3. mencocokan novum apakah sesuai dengan asli atau hanya berupa fotokopi. 

Perlukah dibuat BA Pendapat?

Pengadilan pengaju tidak perlu membuat BA Pendapat terhadap Permohonan PK dengan alasan PK adanya Novum. Berdasarkan SOP Ditjen Badilum Nomor 591/DJU/OT.01.6/III/2025 tentang Perkara Perdata Peninjauan Kembali Dengan Alasan Adanya Novum, tidak ditemukan aktivitas ataupun kelengkapan berkas berupa BA Pendapat.

Dalam hal alasan PK berupa novum, tidak diperlukan Berita Acara Pendapat sebagaimana dilakukan dalam PK perkara pidana. Hal ini sebagaimana yang ditegaskan dalam SEMA Nomor 4 Tahun 2016 dan Surat Panitera Nomor 735/PAN/HK1.2.3/IV/2024 tanggal 26 April 2024 yang menyatakan Pengadilan tingkat pertama harus melakukan penyumpahan dan membuat berita acara sumpah terhadap penemuan alat bukti tertulis yang diajukan sebagai novum oleh pemohon peninjauan pembali atau yang menemu­kan novum sesuai dengan ketentuan Pasal 69 huruf (b) UU Nomor 14 Tahun 1985 tentang MA tanpa harus menilai alat bukti tersebut memenuhi syarat novum atau tidak.

Terhadap permohonan PK, pengadilan tingkat pertama hanya berwenang menilai aspek formalitas yakni tenggang waktu pengajuan dan waktu penyampaian memori/alasan-alasan peninjauan kembali.

Pengadilan pengaju harus mempelajari dan memastikan jika penemuan Novum tersebut tidak melebihi dari 180 Hari yang dihitung dari sejak ditemukan surat-surat bukti, yang hari serta tanggal ditemukannya harus dinyatakan di bawah sumpah dan disahkan oleh pejabat yang berwenang.

Untuk menjaga kesamaan penerapan hukum dalam penanganan pengambilan sumpah novum perkara PK Perdata, maka dapat dibuat petunjuk atau edaran berupa Surat Edaran Panitera MA tentang Pedoman Pengambilan Sumpah Novum perkara perdata yang memuat mekanisme penyumpahan tersebut. Sehingga dapat diterapkan dan dipedomani oleh badan peradilan di lingkungan MA. (asn)

Penulis. Dr. M. Luthfan HD Darus, SH., M.Kn., MH adalah Hakim PN Sei Rampah.

Baca Juga: Pembekuan Berita Acara Sumpah Advokat: Ancaman atau Perlindungan terhadap Profesi Advokat?

 

Refrensi.

  1. Undang-Undang (UU) Nomor 19 Tahun 1964 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman.
  2. UU Nomor 6 Tahun 1969 tentang Pernyataan Tidak Berlakunya Berbagai Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang dan UU Nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman.
  3. UU Nomor 13 Tahun 1965, tentang Pengadilan dalam Lingkungan Peradilan Umum dan Mahkamah Agung.
  4. UU Nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman.
  5. UU Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung.
  6. SEMA Nomor 4 Tahun 2016 tentang Pemberlakuan Rumusan Hasil Rapat Pleno Kamar Mahkamah Agung Tahun 2016 sebagai Pedoman Pelaksanaan Tugas Bagi Pengadilan.
  7. Surat Panitera Nomor 735/PAN/HK1.2.3/IV/2024 tanggal 26 April 2024.
  8. SOP Ditjen Badilum Nomor 591/DJU/OT.01.6/III/2025 tentang Perkara Perdata Peninjauan Kembali Dengan Alasan Adanya Novum.

Untuk Mendapatkan Berita Terbaru Dandapala Follow Channel WhatsApp : Info Badilum MA RI