Tanjung Karang, Lampung - Seorang suami bernama Hengki Bin Anan Fata dijatuhi hukuman 14 tahun penjara setelah terbukti menghabisi nyawa istrinya dan membuang jasad korban untuk menghilangkan jejak. Putusan tersebut dibacakan dalam sidang terbuka di Pengadilan Negeri Tanjung Karang, Senin (17/11/2025).
“Menyatakan Terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana pembunuhan dan yang melakukan, yang menyuruh melakukan membawa lari dengan maksud menyembunyikan kematian. Dan menjatuhkan pidana kepada Terdakwa dengan pidana penjara selama 14 tahun,” ucap Hakim Ketua Dedy Wijaya Susanto, didampingi para hakim anggota Firman Khadafi Tjindarbumi dan Alfarobi dalam amar putusannya.
Peristiwa tragis ini bermula ketika Terdakwa bertemu kembali dengan istrinya, Nursilawati, setelah 6 bulan berpisah rumah akibat pertengkaran. Saat itu korban masuk ke dalam kamar rumah, dan Terdakwa mengikuti dari belakang. Di dalam kamar, Terdakwa mengajak korban berhubungan badan, namun korban menolak.
Baca Juga: Titik Temu Sewagheian dalam Hukum Adat Lampung dan Keadilan Restoratif
Penolakan tersebut disertai permintaan uang sebesar Rp5 Jt sambil menyatakan bahwa ia akan meninggalkan anak-anak kepada Terdakwa. Ucapan itu memicu emosi Terdakwa. Dengan marah, Terdakwa bergerak ke belakang tubuh korban yang sedang duduk di atas kasur dan langsung mengapit leher korban menggunakan lengan kanannya sambil menarik kepala korban ke arah dadanya.
Korban meronta berusaha melepaskan diri, namun Terdakwa terus mencekik dengan kuat hingga korban lemas, kehilangan kesadaran, dan akhirnya meninggal dunia.
Berdasarkan fakta tersebut, Majelis Hakim menyatakan bahwa unsur tindak pidana pembunuhan telah terpenuhi. Selain itu, tindakan Terdakwa yang membawa lari dan menyembunyikan jasad korban menunjukkan adanya kehendak untuk menutup-nutupi kematian tersebut. Oleh karena itu, perbuatan Terdakwa juga memenuhi unsur tindak pidana melakukan atau turut serta melakukan perbuatan membawa lari dengan maksud menyembunyikan kematian.
Majelis Hakim lebih lanjut menegaskan bahwa setiap perbuatan yang melanggar hukum membawa konsekuensi logis berupa penjatuhan pidana yang layak. “Bahwa tujuan pemidanaan bukan untuk menimbulkan penderitaan bagi Terdakwa ataupun sebagai bentuk pembalasan atas perbuatannya, melainkan untuk memberikan manfaat bagi masyarakat serta mendorong Terdakwa agar tidak lagi mengulangi perbuatannya di kemudian hari,” ujar Majelis Hakim dalam pertimbangannya.
Dalam menilai keadaan Terdakwa, Majelis mencatat keadaan yang memberatkan, yaitu bahwa perbuatan Terdakwa menimbulkan keresahan di tengah masyarakat.
Adapun keadaan yang meringankan, Majelis mempertimbangkan bahwa Terdakwa belum pernah dihukum sebelumnya, menyesali perbuatannya, dan memberikan keterangan secara terus terang sehingga memperlancar proses persidangan.
Baca Juga: Implementasi Pasal 14 c KUHP dalam Putusan Mahkamah Agung
Dalam menutup pertimbangannya, Majelis menyatakan bahwa putusan yang dijatuhkan telah mempertimbangkan berbagai hal. “Majelis menegaskan bahwa seluruh pertimbangan telah memperhatikan nilai-nilai keadilan hukum (legal justice), keadilan sosial (social justice), dan keadilan moral (moral justice),” ujar Majelis Hakim.
Atas putusan ini, para pihak masih diberikan waktu untuk menyatakan sikap, apakah menerima atau mengajukan upaya hukum lain sesuai ketentuan undang-undang. (zm/ldr)
Untuk Mendapatkan Berita Terbaru Dandapala Follow Channel WhatsApp : Info Badilum MA RI