Mahkamah Agung dewasa ini terus melakukan
perubahan-perubahan ke arah kemajuan dalam rangka mewujudkan peradilan yang
efektif, transparan, akuntabel, responsif, dan modern. Berbagai transformasi
dan digitalisasi program telah dirancang dan dilaksanakan Mahkamah Agung hingga
badan peradilan tingkat pertama mulai dari e-court, e-berpadu, hingga terbaru
pada HUT Mahkamah Agung ke-80 berhasil diluncurkan 13 aplikasi baru.
Pada era
digital saat ini lalu lintas informasi berlangsung dengan sangat cepat,
kebutuhan akan informasi tercukupi dalam satu genggaman. Oleh karenanya publik
dewasa ini menuntut ketepatan dan kecepatan atas informasi, hal ini tentu
haruslah direspon secara tanggap oleh lembaga publik, termasuk oleh pengadilan
baik di tingkat pertama hingga Mahkamah Agung.
Pengelolaan Media Sosial lembaga publik menjadi hal yang sedikit “tricky”, karena selain menjadi gambaran wajah kelembagaan namun juga dituntut dapat memenuhi kebutuhan informasi publik serta dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan yang timbul di masyarakat.
Baca Juga: Environmental Ethic Sebagai Pilar Keadilan Ekologis
Pendekatan yang bersifat
institusi sentris yang hari ini sering kali terlihat dalam berbagai sosial
media pengadilan seperti laporan-laporan kegiatan, promosi citra institusi,
ucapan-ucapan selamat hari besar tertentu meskipun berdampak positif dalam
peningkatan citra positif lembaga serta menunjukan akuntabilitas, bukan berarti
hal tersebut tidak penting namun hendaknya tidak lagi mendominasi konten-konten
media sosial lembaga pengadilan.
Pengelolaan Media Sosial Pengadilan saat ini hendaknya berorientasi kepada pelayanan publik, yaitu pendekatan dengan tujuan yang meningkatkan aksesibilitas informasi, mendorong partisipasi publik, membangun kepercayaan, serta menjadi sarana edukasi hukum kepada masyarakat.
Karakter pelayanan publik menekankan
prinsip-prinsip diantaranya transparansi, akuntabilitas, responsivitas, serta
partsipasi publik. Maka salah satu pendekatan dalam komunikasi media sosial
pengadilan yang sesuai adalah menggunakan pendekatan dialogis atau dua arah (two-way communication), di mana lembaga
tidak hanya menyampaikan informasi satu arah, namun juga mendengar masukan
publik untuk memperbaiki layanan sehingga pelayanan yang diberikan berorientasi
pada kebutuhan masyarakat, bukan sekedar promosi institusi.
Setidaknya dalam pengelolaan komunikasi publik media sosial dapat dibagi menjadi 2 perspektif, yaitu institusi sentris dan publik sentris. Dalam perspektif institusi sentris menempatkan lembaga atau organisasi seabgai pusat utama dalam strategi komunikasi.
Biasanya berfokus pada promosi visi, misi, dan capaian internal institusi. Komunikasi yang digunakan seringkali satu arah yang bertujuan untuk mengendalikan narasi dan mempertahankan citra organisasi. Sedangkan dalam perspektif publik sentris memposisikan masyarakat sebagai pusat strategi komunikasi dengan fokus pada kebutuhan partisipasi, dan feedback dari publik.
Perspektif publik sentris ini mendorong komunikasi dua arah sehingga
dapat meningkatkan keterlibatan dan kepuasan publik.
Media sosial pengadilan dapat menjadi sarana edukasi hukum misalnya dengan konten-konten yang berisi misalnya tata cara beracara di pengadilan, cara mengajukan gugatan sederhana, atau dengan mengisi konten mengenai jenis-jenis upaya hukum yang dapat diajukan, atau juga sebagai sarana sosialisasi program, misalnya untuk sosialisasi program eraterang, e-berpadu, maupun e-court.
Sosial
media ini juga dapat dimanfaatkan sebagai sarana menerima masukan dari
masyarakat umum serta sarana penyebarluasan survei publik. Sehingga media
sosial pengadilan dapat menjawab semua pertanyaan publik terutama bagi
masyarakat yang kesulitan baik karena jarak maupun waktu untuk menjangkau
pengadilan.
Di era
digital yang serba cepat ini, tentu pengelolaan media sosial pengadilan harus
bersifat lebih adaptif untuk menjawab kebutuhan dan pertanyaan publik, untuk
itu kiranya beberapa saran dapat diterapkan sebagai strategi pengelolaan media
sosial pengadilan.
Pertama, dengan
pengembangan strategi yang komprehensif, yaitu dengan perencanaan secara
tertulis mencakup tujuan, target audiens, serta jenis platform yang digunakan.
Kedua, perencanaan
konten yaitu mencakup perencanaan tema dan isi konten yang lebih menyentuh
kebutuhan masyarakat serta perencanaan jadwal unggah konten secara rutin
(minimal 2 konten dalam 1 minggu dengan hari berbeda).
Baca Juga: Konsensus Epistemik Hakim: Fondasi Baru Keadilan Iklim di Indonesia
Ketiga, responsitvitas
dan engagement yaitu pengelolaan sosial media yang tanggap terhadap berbagai
pertanyaan yang ditujukan, penggunaan bahasa yang mudah dipahami dan mendorong
partisipasi publik diantaranya dapat melalui polling atau Q&A (question and answer).
Dengan seiring kemajuan sarana informasi publik yang semakin cepat dan beragam, diharapkan juga terjadi transformasi dalam paradigma pengelolaan media sosial pengadilan yang lebih adaptif, serta sedikit demi sedikit hendaknya terjadi pergeseran pandangan pengelolaan media sosial dari perspektif institusi sentris menuju publik sentris, meskipun tidak sepenuhnya akan menghilangkan perspektif institusi sentris. (al/ldr)
Untuk Mendapatkan Berita Terbaru Dandapala Follow Channel WhatsApp : Info Badilum MA RI