Cari Berita

Urgensi Reformulasi Peran dan Kedudukan Hakim dalam Revisi KUHAP 

Amelia Devina Putri (Hakim PN Prabumulih) - Dandapala Contributor 2025-05-05 15:30:23
Amelia Devina Putri (ist.)


SUDAH banyak diskusi mengenai Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang akan diperbaharui. Agenda pembaharuan sistem peradilan pidana (SPP) ini bukan hal yang baru, namun sudah diperbincangkan sejak tahun 2004. Urgensi pembaharuan SPP ini semakin kuat dikarenakan akan berlakunya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Saat Rancangan KUHAP (RKUHAP) tengah dibahas di Komisi III DPR.

Pembaharuan SPP harus dilakukan dalam semangat menjamin Hak Asasi Manusia (HAM), meskipun juga tidak dapat dihindari pembentukkan atau perubahan undang-undang merupakan proses politik. SPP harus dapat menyeimbangkan kepentingan penegakkan dan penjagaan ketertiban masyrakat dengan perlindungan HAM.Hal ini harus diwujudkan dengan adanya akuntabilitas yang efektif dalam SPP. Untuk terwujudnya hal tersebut pengadilan, baik secara kelembagaan sebagai pemangku kewenangan yudijatif maupun dilihat secara lebih spesifik sebagai hakim, memiliki peran yang krusial dan sentral. 

Baca Juga: Revisi KUHAP: Memperkuat Due Proces of Law

Kekuasaan yudisial yang hadir sebagai kekuasaan yang independen, objektif, dan imparsial diperlukan untuk dapat memperkuat pembentukan akuntabilitas dalam SPP yang efektif. Pengawasan yudisial juga dilakukan dalam hal menjaga keseimbangan kekuatan (equality of arms) antara negara dengan warga sipil.Hal ini tidak hanya diwujudkan oleh hakim dalam proses persidangan, namun seyogyanya juga pada tahap prapersidangan dan sesudah persidangan. Peran ini bukan hanya sekedar administrasi peradilan pidana, atau mengenai proses dari upaya hukum. Namun, perlu memastikan peran pengadilan yang bermakna  dan memegang peran krusial dikarenakan dalam setiap berkas pidana terdapat hak asasi manusia yang dijamin oleh konstitusi. 

Hadirnya pengadilan dalam menjaga keseimbangan kekuatan dalam SPP dilakukan dalam pra-persidangan atau pra-penuntutan dikenal juga dengan judicial scrutiny. Ini merupakan pembahasan yang utama dan sangat penting dalam SPP. Dalam hal ini tentu sudah tidak asing bagi hakim denga apa yang disebut sebagai  Hakim Pemeriksa Pendahuluan (HPP) dan Pra-Peradilan. Kedua hal ini merupakan salah satu contoh kontrol dari kekuasaan kehakiman dalam proses SPP untuk menjamin akuntabilitas dan perwujudan dari checks and balances. Misalnya, dengan adanya HPP maka restorative justice yang dilaksanakan oleh penyidik atau penuntut umum harus melalui proses judicial scrutiny oleh pengadilan. Dalam pra peradilan diperlukan kepastian terhadap apa saja objek dari pra peradilan ini, dan siapa saja yang dapat mengajukan. Jangan sampai kewenangan pra-peradilan terlalu sempit sehingga tidak mewujudkan judicial scrutiny tadi. Namun, juga jangan sampai terlalu luas sehingga membuka ruang diskresi dan monopoli yang terlalu besar tanpa akuntabilitas. Dalam draft yang didapat penulis terakhir kali, Penyeldikkan tidak termasuk dalam kewenangan Pra Peradilan. Tidak lupa juga pentingnya, pengaturan mengenai proses pra-peradilan ketika perkara telah dilimpahkan ke pengadilan.

Dalam proses persidangan, peran pengadilan tidak perlu dipertanyakan lagi. Salah satu hal yang terpenting dalam proses persidangan adalah mengenai restorative justice, dan pembuktian. Pengadilan harus terlibat dalam pembahasan mengenai alat bukti dan proses pembuktian. Misalnya mengenai apa yang dimaksud dengan saksi mahkota, keabsahan alat bukti elektronik, dan kemandirian ahli dalam memberikan keterangan. Hakim akan memperkaya diskusi pengaturan hal ini dikarenakan pengalamannya yang secara langsung menerapkan aturan ini. Selain itu, diskusi yang tidak kalah penting adalah apakah contempt of court perlu diatur dalam RKUHAP. Hal-hal diatas adalah segelintir dari isu-isu penting lainnya yang perlu menjadi perhatian khusus dari kita semua.

Dalam konteks sesudah persidangan, salah satu peran hakim yang penting adalah mengenai Hakim Pengawas dan Pengamatan (Hakim Wasmat). Hakim Wasmat diharapkan dapat mengawasi bahwa putusan pengadilan dilaksanakan dan menjadu bahan penelitian yang bermanfaat untuk pemidanaan. Dalam konteks penerapan KUHP baru ke depan, peran Hakim Wasmat ini menjadi sangat penting. Mengingat pendekatan KUHP baru yang disebut-sebut menjauhkan hukum pidan dari warisan kolonial,  lebih seimbang, dan betul-betul menerapkan pidana sebagai sebuah ultimum remidium.

Peran-peran sebagaimana disebutkan diatas tentu akan menjadikan tugas pengadilan, terutama hakim, menjadi lebih berat, dan menantang. Namun, hal ini merupakan hal yang seyogyanya dilakukan. Praktik di berbagai negara misalnya Amerika Serikat menunjukkan peran pengadilan yang sentral dalam SPP. Hal ini misalnya melalui preliminary hearing, arraignment, sampai pretrial conference yang dilakukan pra-persidangan.Bahkan di Kamboja, terdapat hakim penyidik, yang betugas bukan untuk mengintervensi pengumpulan bukti, namun memastikan proses didapatnya bukti sesuai aturan hukum. Diskusi-diskusi terhadap hal ini harus segera diadakan baik secara internal, maupun dengan pihak eksternal seperti lembaga terkait atau akademisi. Selain itu, untuk menyeimbangkan tugas tersebut, urgensi diaturnya jabatan hakim yang lebih layak dan aman perlu kembali digaungkan. Tentu semua ini didorong dengan terlihatnya profesionalitas dan kemampuan para hakim dalam melaksanakan tugasnya sebagai pengadil.

Pengadilan adalah pemangku kekuasaan kehakiman, salah satu kekuasaan yang menopang berdirinya negara ini. Pengadilan bukanlah sekedar lembaga administrasi atau lembaga stempel dalam SPP.  Sehingga sudah sewajarnya, memiliki peran yang aktif dalam pembentukkan dan penegakkan hukum di Indonesia. Mahkamah Agung sudah memainkan peran penting dengan melakukan pembaharuan dan berbenah diri secara terus menerus. Misalnya dari berbagai Perma yang melengkapi hukun acara, penggunaan SIPP dan E-berpadu. Hal ini menunjukkan kita juga memiliki sumber daya manusia yang berkualitas dan terus meningkatkan diri. Tentu kita lebih dari mampu untuk menjaga keseimbangan dalam SPP Indonesia.


Amelia Devina Putri, S.H., LL.M

Baca Juga: Pergeseran Makna Putusan Lepas dalam RUU KUHAP dan Implikasinya

(Hakim Pengadilan Negeri Prabumulih)

Referensi:

https://icjr.or.id/perjalanan-rancangan-kuhap/

M. yahya Harahap, Pembahasan Permaslaahn dan Penerapan KIHAP: Penyidikan dan Penuntutan (Edisi Kedia), Sinar Grafika, Jakarta, 2009, hal. 38.

Audti KUHAP: Studi Evaluasi terhadap Keberlakuan Hukum Acara Pidana Indonesia. Hlm. 35.

Untuk Mendapatkan Berita Terbaru Dandapala Follow Channel WhatsApp Ganis Badilum MA RI: Ganis Badilum