Cari Berita

Pakta Integritas Pengadilan Pajak, Benteng Moral atau Sekadar Ritual Kertas?

Ari Julianto-Hakim Pengadilan Pajak - Dandapala Contributor 2025-12-03 15:25:08
Dok. Penulis.

Di ruang sidang Pengadilan Pajak yang hening, sebuah ritual rutin terjadi. Sebelum adu argumen mengenai sengketa pajak bernilai miliaran rupiah dimulai, Kuasa Hukum menyerahkan selembar dokumen kepada Majelis Hakim: Pakta Integritas. Di atas meterai, tertera janji suci untuk tidak menyuap, tidak berkolusi, dan menjunjung tinggi etika profesi. Hakim mengangguk, panitera mencatat, dan palu sidang pun diketuk.

Pemandangan ini memantik pertanyaan mendasar bagi publik dan pencari keadilan: Apakah secarik kertas ini benar-benar menjadi benteng kokoh yang menghalangi godaan korupsi, atau ia telah tereduksi menjadi sekadar tiket masuk administratif—sebuah "ritual" tanpa roh?

Antara Niat Baik dan Jebakan Administratif

Secara regulasi, upaya Pengadilan Pajak untuk membersihkan diri dari anasir korupsi patut diapresiasi. Kewajiban ini bukanlah hal baru; ia telah dilembagakan melalui Surat Edaran Ketua Pengadilan Pajak Nomor SE-005/PP/2016, yang mewajibkan penyampaian Pakta Integritas pada sidang pemeriksaan pertama (Ketua Pengadilan Pajak, 2016). Terbaru, kran regulasi diperketat melalui Peraturan Ketua Pengadilan Pajak Nomor PER-01/PP/2024. Kini, seorang konsultan pajak bahkan tidak akan mendapatkan lisensi Izin Kuasa Hukum (IKH) jika tidak melampirkan Pakta Integritas dalam permohonan izin praktiknya (Ketua Pengadilan Pajak, 2024).

Di atas kertas, sistem ini terlihat sempurna. Anda ingin beracara? Anda harus berjanji untuk jujur. Namun, realitas sosiologis hukum sering kali berbeda dengan logika normatif. Dalam teori administrasi publik, fenomena ini dikenal sebagai administrative ritualism. Onyango (2019) menjelaskan bahwa ritualisme administrasi terjadi ketika kepatuhan terhadap prosedur formal (seperti menandatangani dokumen etik) menjadi tujuan itu sendiri, yang justru mengaburkan esensi pencegahan korupsi yang sebenarnya.

Baca Juga: Memahami Sengketa Pajak: Ketika Kepentingan Negara Bertemu Hak Wajib Pajak

Bahayanya adalah ketika Pakta Integritas dianggap "selesai" begitu tinta kering di atas kertas. Sejarah kelam mafia pajak, seperti kasus Gayus Tambunan satu dekade silam, mengajarkan kita bahwa transaksi gelap jarang terjadi di depan meja hijau. Transaksi haram tersebut terjadi di ruang-ruang privat yang jauh dari jangkauan lembar pakta yang diserahkan di ruang sidang (Indonesia Corruption Watch, 2010). Tanpa mekanisme pengawasan yang aktif, dokumen tersebut berisiko hanya menjadi "macan kertas" yang mengaum di atas meja namun ompong di lapangan.

Dilema "Dua Tuan" dan Angin Segar Perubahan 

Selama bertahun-tahun, efektivitas integritas di Pengadilan Pajak juga dibayang-bayangi oleh masalah struktural yang unik, yaitu dualisme pembinaan. Hakim Pengadilan Pajak berada di posisi sulit: secara teknis yudisial mereka bertanggung jawab kepada Mahkamah Agung, namun secara organisasi, administrasi, dan finansial, mereka berada di bawah Kementerian Keuangan (Undang-Undang No. 14, 2002).

Situasi ini menciptakan persepsi konflik kepentingan yang tajam. Bagaimana mungkin wasit (Hakim) bisa dipersepsikan 100% independen jika "status"-nya diurus oleh institusi yang juga membawahi salah satu pihak yang berperkara? Keraguan struktural ini sering kali membuat Pakta Integritas dipandang sebelah mata oleh Wajib Pajak.

Namun, angin perubahan sedang bertiup kencang. Mahkamah Konstitusi (MK) melalui Putusan Nomor 26/PUU-XXI/2023 telah memberikan mandat revolusioner. MK memerintahkan agar pembinaan Pengadilan Pajak sepenuhnya dialihkan ke Mahkamah Agung paling lambat 31 Desember 2026 (Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, 2023). Ini bukan sekadar perpindahan gedung atau administrasi gaji; ini adalah momentum pemurnian independensi yudisial.

Masa Depan: Dari Kertas ke Sistem Pengawasan

Transisi ke "satu atap" di bawah Mahkamah Agung membawa harapan baru bagi taring Pakta Integritas. Setidaknya ada dua pilar penguat yang akan mengubah pakta ini dari sekadar dokumen menjadi sistem yang hidup.

Pertama, masuknya peran Komisi Yudisial (KY) secara penuh. Pasca -transisi, status hakim pajak akan menjadi jelas sebagai pejabat negara di bawah kekuasaan kehakiman, sehingga tidak ada lagi perdebatan mengenai yurisdiksi pengawasan. KY akan memiliki wewenang untuk mengawasi perilaku hakim pajak, menerima laporan masyarakat, hingga merekomendasikan sanksi (Kadafi, 2023). Pakta Integritas nantinya tidak lagi hanya diawasi oleh sesama kolega internal, tetapi oleh lembaga pengawas eksternal yang independen.

Kedua, Digitalisasi Layanan. Pengembangan sistem peradilan elektronik (e-Tax Court) yang terintegrasi dengan sistem Mahkamah Agung adalah langkah krusial. Sistem digital menciptakan jejak audit (audit trail) yang abadi (Lembaga Kajian & Advokasi Independensi Peradilan [LeIP], 2025). Di era digital, integritas bukan lagi soal tanda tangan basah, melainkan sistem yang menutup celah pertemuan fisik yang tidak perlu antara pihak berperkara dan aparatur pengadilan.

Penutup

Pada akhirnya, integritas bukanlah benda mati yang bisa dijamin hanya dengan meterai Rp10.000. Ia adalah nilai yang hidup dalam batin setiap penegak hukum. Pakta Integritas di Pengadilan Pajak tetaplah relevan sebagai pengingat moral, namun ia tidak boleh berdiri sendirian.

Menjelang penyatuan atap ke Mahkamah Agung pada 2026, kita berharap Pakta Integritas bertransformasi. Dari sekadar ritual administratif di awal sidang, menjadi sebuah budaya hukum baru yang disokong oleh independensi mutlak dari eksekutif, pengawasan ketat Komisi Yudisial, dan transparansi teknologi. Hanya dengan cara itulah, janji di atas kertas itu akan benar-benar bermakna keadilan bagi para pembayar pajak. (snr)

Daftar Pustaka 

Indonesia Corruption Watch. (2010, 29 Maret). Gayus dan Kejahatan Pajak. https://antikorupsi.org/id/article/gayus-dan-kejahatan-pajak

Kadafi, B. (2023, 7 Juni). Begini Kata Komisi Yudisial Soal Pengawasan Hakim Pajak. DDTCNews. https://news.ddtc.co.id/berita/nasional/1794906/begini-kata-komisi-yudisial-soal-pengawasan-hakim-pajak

Ketua Pengadilan Pajak. (2016). Surat Edaran Ketua Pengadilan Pajak Nomor SE-005/PP/2016 tentang Penyampaian Pakta Integritas. Sekretariat Pengadilan Pajak.

Ketua Pengadilan Pajak. (2024). Peraturan Ketua Pengadilan Pajak Nomor PER-01/PP/2024 tentang Tata Cara Permohonan Izin Kuasa Hukum pada Pengadilan Pajak. Sekretariat Pengadilan Pajak.

Lembaga Kajian & Advokasi Independensi Peradilan. (2025, April). Paparan Diskusi LeiP: Transisi Pengadilan Pajak. LeIP.

Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia. (2023). Putusan Nomor 26/PUU-XXI/2023 perihal Pengujian Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak.

Onyango, G. (2019). Administrative rituals and reproduction of corruption in public administration of a transitional economy. Public Administration and Policy. https://doi.org/10.1108/PAP-03-2019-0006

Baca Juga: Pengadilan Pajak Sebagai Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Kesembilan

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak. (2002). Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 27.

Untuk Mendapatkan Berita Terbaru Dandapala Follow Channel WhatsApp : Info Badilum MA RI

Memuat komentar…