Cari Berita

Memahami Sengketa Pajak: Ketika Kepentingan Negara Bertemu Hak Wajib Pajak

Ari Julianto – Hakim Pengadilan Pajak - Dandapala Contributor 2025-11-23 06:10:16
Dok. Penulis.

Pernahkah Anda bertanya-tanya mengapa sengketa pajak begitu sering terjadi? Ternyata, ini bukan sekadar soal salah hitung atau kesalahpahaman biasa. Menurut Bentley (2007), sengketa pajak adalah manifestasi dari ketegangan alami antara dua kepentingan yang sama-sama sah: kekuasaan negara untuk memungut pajak dan hak wajib pajak untuk diperlakukan secara adil.

Akar Masalah: Dua Kepentingan yang Bertabrakan

Bayangkan situasi ini: di satu sisi, negara membutuhkan dana pajak untuk membiayai berbagai layanan publik seperti pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur. Tanpa penerimaan pajak yang memadai, pemerintah tidak akan mampu menjalankan fungsinya untuk melayani masyarakat. Di sisi lain, setiap wajib pajak memiliki hak untuk mendapatkan perlakuan yang adil dan proses hukum yang semestinya (due process). Ketika dua kepentingan ini berhadapan, gesekan tak terhindarkan—inilah yang kita sebut sengketa pajak (Bentley, 2007).

Smith dan Stalans (1991) menambahkan bahwa persepsi wajib pajak tentang keadilan sistem pajak sangat memengaruhi kepatuhan mereka. Jika wajib pajak merasa diperlakukan tidak adil, mereka cenderung mempertanyakan kewajiban pajak yang dikenakan, yang pada akhirnya memicu sengketa. Penelitian mereka menunjukkan bahwa keadilan prosedural dan distributif menjadi faktor kunci dalam membentuk sikap wajib pajak terhadap sistem perpajakan.

Ketegangan ini bersifat inheren, artinya sudah melekat dalam sistem perpajakan itu sendiri. Tidak ada sistem pajak yang bisa sepenuhnya menghilangkan potensi sengketa, karena pada dasarnya pajak melibatkan transfer kekayaan dari individu kepada negara—sesuatu yang secara alamiah menimbulkan resistensi dan pertanyaan.

Empat Pilar yang Harus Seimbang

Bentley (2007) mengusulkan bahwa sistem penyelesaian sengketa pajak yang efektif harus menyeimbangkan empat kepentingan utama secara bersamaan. Keempat pilar ini saling terkait dan tidak bisa dipisahkan satu sama lain:

1. Melindungi Penerimaan Negara

Negara memiliki kepentingan yang sah untuk melindungi basis penerimaan pajaknya. Tanpa penerimaan pajak yang memadai, negara tidak dapat menjalankan fungsinya dengan baik. Oleh karena itu, sistem penyelesaian sengketa harus cukup kuat untuk mencegah penghindaran atau penggelapan pajak yang tidak sah.

Baca Juga: Pengadilan Pajak Sebagai Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Kesembilan

Perlindungan penerimaan negara bukan berarti otoritas pajak boleh bertindak sewenang-wenang. Sebaliknya, ini tentang memastikan bahwa aturan pajak ditegakkan secara konsisten dan adil terhadap semua wajib pajak. Jika terlalu banyak celah dalam sistem penyelesaian sengketa yang memungkinkan penggelapan pajak, maka beban pajak akan semakin berat bagi mereka yang patuh.

2. Menghormati Hak Wajib Pajak

Meskipun negara perlu melindungi pendapatannya, hak-hak wajib pajak tidak boleh diabaikan. Wajib pajak berhak mendapatkan perlakuan yang adil, kesempatan untuk membela diri, dan akses terhadap mekanisme penyelesaian sengketa yang efektif. Jika prosesnya terlalu mahal, rumit, atau tidak transparan, maka hak wajib pajak telah dilanggar (Bentley, 2007).

Hak wajib pajak mencakup berbagai aspek: hak untuk mendapatkan informasi yang jelas tentang kewajiban pajak mereka, hak untuk didengar pendapatnya, hak untuk mengajukan keberatan atau banding, dan hak untuk mendapatkan putusan yang adil dan tidak memihak. Perlindungan terhadap hak-hak ini penting tidak hanya untuk keadilan individual, tetapi juga untuk menjaga kepercayaan publik terhadap sistem pajak secara keseluruhan.

3. Menjaga Efisiensi Administrasi

Sistem penyelesaian sengketa harus berjalan dengan cepat dan tidak memberatkan. Proses yang berlarut-larut merugikan kedua belah pihak: wajib pajak menghadapi ketidakpastian bisnis, sementara otoritas pajak membuang sumber daya untuk mengurus kasus lama (Alm & Torgler, 2011).

Efisiensi bukan berarti mengorbankan kualitas atau keadilan. Sebaliknya, sistem yang efisien adalah sistem yang dirancang dengan baik, dengan prosedur yang jelas, tenggat waktu yang masuk akal, dan mekanisme yang meminimalkan duplikasi atau birokrasi yang tidak perlu. Sistem yang efisien juga berarti biaya penyelesaian sengketa harus proporsional dengan nilai sengketa itu sendiri, sehingga tidak memberatkan wajib pajak kecil yang memiliki sengketa bernilai relatif kecil.

4. Menciptakan Kepastian Hukum

Setiap putusan sengketa harus menghasilkan keputusan yang jelas dan konsisten. Putusan ini kemudian berfungsi sebagai pedoman untuk kasus-kasus serupa di masa depan. Kepastian hukum memungkinkan semua pihak merencanakan tindakan mereka dengan keyakinan dan mengurangi potensi sengketa baru (Bentley, 2007).

Kepastian hukum sangat penting dalam konteks perpajakan karena keputusan bisnis dan investasi seringkali bergantung pada prediktabilitas konsekuensi pajak. Jika aturan pajak diterapkan secara tidak konsisten, atau jika putusan pengadilan pajak saling bertentangan, maka baik wajib pajak maupun otoritas pajak akan kesulitan memahami apa yang sebenarnya diharapkan dari mereka.

Analogi Sederhana: Jembatan Gantung

Untuk memudahkan pemahaman, bayangkan sistem penyelesaian sengketa pajak sebagai jembatan gantung yang menghubungkan wajib pajak dan otoritas pajak. Jembatan ini harus seimbang dari empat sisi:

  • Tali utama melambangkan perlindungan penerimaan negara—harus kuat menopang beban seluruh sistem
  • Lantai jembatan melambangkan hak wajib pajak—harus aman, rata, dan mudah diakses oleh semua orang
  • Waktu tempuh melambangkan efisiensi—harus cepat tanpa hambatan berlebihan yang memperlambat perjalanan
  • Rambu-rambu melambangkan kepastian hukum—harus jelas dan konsisten sehingga setiap orang tahu arah yang benar

Jika salah satu elemen diabaikan—misalnya mengutamakan kecepatan tetapi mengorbankan keadilan, atau memperkuat perlindungan pendapatan negara sambil mengabaikan hak wajib pajak—maka jembatan sistem sengketa pajak tidak akan berfungsi dengan baik. Ketidakseimbangan ini akan menciptakan ketegangan yang lebih besar dan berpotensi merusak kepercayaan publik terhadap sistem perpajakan.

Penutup

Sengketa pajak bukan sekadar masalah teknis, melainkan arena di mana kepentingan negara dan hak wajib pajak bertemu. Sistem yang sukses harus bergerak di atas keseimbangan yang sangat tipis: melindungi kas negara, menjamin keadilan bagi wajib pajak, menjalankan proses secara efisien, dan menciptakan kepastian hukum. Hanya dengan menyeimbangkan keempat pilar inilah ketegangan yang melekat dalam sistem perpajakan dapat diatasi secara konstruktif (Bentley, 2007). Pemahaman terhadap keseimbangan ini penting bagi semua pihak yang terlibat dalam sistem perpajakan—baik otoritas pajak, wajib pajak, maupun praktisi hukum pajak—untuk menciptakan sistem yang lebih adil dan efektif. (LDR)

Daftar Pustaka

Alm, J., & Torgler, B. (2011). Do ethics matter? Tax compliance and morality. Journal of Business Ethics, 101(4), 635–651. https://doi.org/10.1007/s10551-011-0761-9

Bentley, D. (2007). Taxpayers' rights: Theory, origin and implementation. Kluwer Law International.

Smith, K. W., & Stalans, L. J. (1991). Encouraging tax compliance with positive incentives: A conceptual framework and research directions. Law & Policy, 13(1), 35–53. https://doi.org/10.1111/j.1467-9930.1991.tb00055.x

Baca Juga: Dialektika Pendulum dan Yudisialisme: Menelusuri Dinamika Sumber Hukum Peradilan Pajak


Tulisan merupakan pendapat pribadi, tidak mewakili pendapat lembaga.

Untuk Mendapatkan Berita Terbaru Dandapala Follow Channel WhatsApp : Info Badilum MA RI

Memuat komentar…