Cari Berita

Pengadilan Pajak Sebagai Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Kesembilan

Agus Suharsono-Hakim Pengadilan Pajak - Dandapala Contributor 2025-09-26 13:00:02
Dok. www.komisiyudisial.go.id.

Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 26/PUU-XXI/2023 menegaskan bahwa frasa “Departemen Keuangan” dalam Pasal 5 ayat (2) UU No. 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak bertentangan secara bersyarat dengan UUD 1945, dan harus dimaknai sebagai “Mahkamah Agung”.

Mahkamah menyatakan bahwa Pengadilan Pajak merupakan pengadilan khusus dalam lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara yang berada di bawah Mahkamah Agung. Dualisme pembinaan selama ini, di mana pembinaan teknis dilakukan oleh Mahkamah Agung, sementara pembinaan organisasi, administrasi, dan keuangan dilakukan oleh Kementerian Keuangan, dinilai menimbulkan ketidakpastian hukum dan membuka potensi konflik kepentingan, mengingat Kementerian Keuangan sering menjadi pihak yang bersengketa di Pengadilan Pajak.

Mahkamah juga mencermati bahwa banyak hakim Pengadilan Pajak berasal dari Direktorat Jenderal Pajak, yang dapat mengurangi independensi peradilan. Untuk menjamin netralitas dan independensi hakim, Mahkamah menegaskan perlunya sistem pembinaan satu atap sebagaimana berlaku di lingkungan peradilan lain.

Oleh karena itu, Mahkamah Konstitusi menetapkan bahwa seluruh pembinaan terhadap Pengadilan Pajak, baik teknis maupun administratif, harus sepenuhnya berada di bawah Mahkamah Agung paling lambat 31 Desember 2026.

Baca Juga: Budi Nugroho: Unifikasi Peradilan Pajak ke MA, Semangat Atasi Disparitas Putusan

Setelah integrasi ini, menarik untuk dikaji lebih lanjut bagaimana kedudukan Pengadilan Pajak dalam struktur kekuasaan kehakiman. Tulisan ini bertujuan untuk mengkaji kedudukan ideal Pengadilan Pajak dalam struktur kekuasaan kehakiman setelah integrasi ke Mahkamah Agung.

Pembahasan

Pengadilan Pajak memiliki kedudukan hukum yang khas dalam sistem peradilan Indonesia. Berdasarkan Pasal 33 ayat (1) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, mengatur bahwa Pengadilan Pajak adalah pengadilan tingkat pertama dan terakhir dalam memeriksa dan memutus sengketa pajak.

Dalam penjelasan disebutkan bahwa pemeriksaan atas sengketa pajak hanya dilakukan oleh Pengadilan Pajak, sehingga putusannya tidak dapat diajukan ke peradilan lain, kecuali dalam hal putusan “tidak dapat diterima” yang menyangkut kewenangan atau kompetensi.

Pasal 77 ayat (1) menyatakan bahwa putusan Pengadilan Pajak merupakan putusan akhir dan mempunyai kekuatan hukum tetap. Ketentuan ini diperkuat oleh Pasal 80 ayat (2) yang menyebutkan bahwa terhadap putusan tersebut tidak dapat diajukan gugatan, banding, atau kasasi. Penjelasan pasal ini menegaskan bahwa tidak ada upaya hukum lain terhadap putusan Pengadilan Pajak, kecuali dalam hal kompetensi. Pasal 77 ayat (3) membuka ruang bagi pihak yang bersengketa untuk mengajukan peninjauan kembali ke Mahkamah Agung.

Dengan karakter sebagai pengadilan tingkat pertama dan terakhir, Pengadilan Pajak tidak dapat disamakan dengan pengadilan tingkat pertama lainnya seperti Pengadilan Tata Usaha Negara (TUN), yang putusannya masih dapat diajukan banding dan kasasi.

Putusan Pengadilan Pajak bersifat final dan hanya dapat diajukan peninjauan kembali, kedudukannya juga tidak sepenuhnya sama dengan pengadilan tingkat banding. Putusan Pengadilan Pajak lebih menyerupai putusan kasasi, yang dapat diajukan peninjauan kembali.

Sebelum suatu sengketa pajak diperiksa oleh Pengadilan Pajak, proses awal penyelesaiannya dilakukan oleh otoritas pajak, yang sering disebut sebagai kuasi peradilan. Dalam tahap ini, Wajib Pajak yang tidak setuju dengan ketetapan pajak dapat mengajukan keberatan sebagaimana dimaksud Pasal 25 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan, yang menyatakan bahwa Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan kepada Direktur Jenderal Pajak atas: Surat Ketetapan Pajak atau pemotongan/pemungutan pajak oleh pihak ketiga.

Apabila keberatan ditolak, Wajib Pajak dapat mengajukan banding ke Pengadilan Pajak sebagaimana diatur Pasal 27 ayat (1) yang menyatakan bahwa permohonan banding hanya dapat diajukan kepada badan peradilan pajak atas Surat Keputusan Keberatan. Sementara itu, Pasal 27 ayat (2) menegaskan bahwa putusan Pengadilan Pajak merupakan putusan pengadilan khusus di lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara.

Selain banding, Pengadilan Pajak juga berwenang memeriksa gugatan sebagaimana diatur dalam Pasal 23 ayat (2) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007, yang menyebutkan bahwa gugatan dapat diajukan terhadap pelaksanaan Surat Paksa, Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan, Pengumuman Lelang, keputusan pencegahan, serta penerbitan surat ketetapan pajak atau Surat Keputusan Keberatan yang tidak sesuai dengan tata cara yang diatur dalam peraturan perundang-undangan perpajakan.

Dengan demikian, proses sengketa pajak yang sampai ke Pengadilan Pajak merupakan kelanjutan dari mekanisme administratif yang telah ditempuh sebelumnya. Pengadilan Pajak berfungsi yudisial yang memberikan jaminan legalitas dan keadilan terhadap keputusan fiskus, baik melalui jalur banding maupun gugatan.

Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 6/PUU-XIV/2016 menyatakan bahwa frasa “telah berumur 65 tahun” dalam Pasal 13 ayat (1) huruf c Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak inkonstitusional bersyarat, dan harus dimaknai sama dengan usia pensiun hakim tinggi pada Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara, yaitu 67 tahun.

Dengan demikian, Mahkamah Konstitusi menegaskan bahwa hakim Pengadilan Pajak memiliki kedudukan yang setara dengan hakim tinggi pada pengadilan umum, agama, dan tata usaha negara. Penegasan ini memperkuat posisi Pengadilan Pajak sebagai pengadilan tinggi khusus tata usaha negara yang menjalankan fungsi yudikatif secara penuh dan mandiri dalam memeriksa dan memutus sengketa perpajakan.

Saat ini sudah ada delapan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara, maka setelah Pengadilan Pajak bergabung ke Mahkamah Agung perlu menambah satu lagi pengadilan tinggi, yaitu Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Khusus Pajak.

Kesimpulan dan Saran

Saat ini berdasarkan Undang-Undang Pengadilan Pajak, kedudukan Pengadilan Pajak adalah pengadilan tingkat pertama dan terakhir yang berada dalam lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 6/PUU-XIV/2016 menegaskan bahwa hakim Pengadilan Pajak memiliki kedudukan yang setara dengan hakim tinggi pada Pengadilan Tata Usaha Negara.

Baca Juga: Kenal Lebih Dekat! Ini Calon Hakim Agung Terpilih

Untuk menjalankan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 26/PUU-XXI/2023 bahwa pebinaan Pengadilan Pajak sepenuhnya dilakuan oleh Mahkamah Agung harus diikuti dengan penataan kelembagaan Pengadilan Pajak yang tepat, yaitu sebagai Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Khusus Pajak. (asn/ldr)

Untuk Mendapatkan Berita Terbaru Dandapala Follow Channel WhatsApp : Info Badilum MA RI