Cari Berita

Hakim di Era AI: Menuju Badan Peradilan Yang Agung dan Modern Indonesia

article | Opini | 2025-02-25 09:25:17

Teknologi Artificial Intelligence (AI) atau dalam KBBI disebut sebagai Akal Imitasi, kini telah merambah sistem peradilan global. Sebagai seorang Hakim di lingkungan Badan Peradilan Umum Indonesia, kami mengamati bagaimana Estonia telah menerapkan inovasi berupa "AI Judge" untuk menangani perkara-perkara perdata kecil, sementara itu Tiongkok juga berhasil mengimplementasikan "Smart Court" dalam membantu proses pengambilan keputusan di pengadilannya. Fenomena ini bukan lagi sekadar isu teknologi domestik, melainkan telah menjadi realitas yang mengubah paradigma cara kerja sistem peradilan modern secara global.Mahkamah Agung Republik Indonesia, dalam pidato Laporan Tahunan 2024 Ketua Mahkamah Agung RI, YM Bapak Prof. Dr. H. Sunarto, S.H., M.H., mencatat lebih dari 30.000 perkara yang harus ditangani setiap tahunnya. Beban kerja yang tinggi ini belum termasuk jumlah perkara-perkara di tingkat pertama dan banding. Warga peradilan khususnya para Hakim di Indonesia harus melihat peluang dan potensi besar penggunaan AI untuk membantu mengatasi penumpukan perkara tersebut. Namun, perlu disadari bahwa penggunaan AI dalam pengambilan keputusan hukum membutuhkan pertimbangan yang matang karena menyangkut nasib para pencari keadilan.Program transformasi digital peradilan oleh Mahkamah Agung RI melalui e-Court dan e-Litigation, telah membuka peluang integrasi AI di masa depan. Para Hakim harus siap menghadapi tantangan untuk memanfaatkan kemajuan teknologi AI dalam meningkatkan efisiensi kinerja, tanpa harus mengalienasi aspek kemanusiaan. Setiap perkara yang masuk ke pengadilan terdapat wajah-wajah para pencari keadilan (justicia bellen) yang datang dengan harapan. Mereka bukan sekadar nomor perkara atau data yang bisa diproses algoritma—mereka adalah manusia dengan berbagai kisah dan konteks yang unik. Di sinilah muncul pertanyaan mendasar tentang sejauh mana teknologi AI dapat dilibatkan dalam pengambilan keputusan hukum, serta batasan-batasan yang diperlukan untuk memastikan keadilan substantif tetap tegak dan berpihak pada kemanusiaan.Sistem peradilan Indonesia memang telah mengalami perubahan signifikan semenjak implementasi e-Court dan e-Litigation. Sebagai Hakim yang mengalami langsung transformasi digital ini, kami melihat bagaimana teknologi telah membantu mempercepat proses administrasi perkara yang sebelumnya memakan waktu berhari-hari menjadi lebih sangkil dan mangkus (efektif dan efisien). Perlu disadari bersama bahwa efektivitas dan efisiensi dalam administrasi peradilan sangat krusial dalam memberikan akses keadilan yang lebih baik.Teknologi AI diharapkan dapat membuka peluang baru dalam pengelolaan dan analisis yurisprudensi secara lebih efektif. Di Indonesia sendiri, Direktori Putusan Mahkamah Agung telah menerapkan sistem pencarian yang memungkinkan pencarian putusan berdasarkan kata kunci tertentu, meskipun menurut penulis masih perlu pengembangan lebih lanjut untuk mengintegrasikan kemampuan AI dalam menganalisis putusan. Teknologi AI berpotensi membantu mengidentifikasi pola-pola pertimbangan hukum, meningkatkan kemudahan akses terhadap informasi putusan, dan untuk mendorong konsistensi putusan dalam kasus-kasus yang memiliki corak serupa sebagaimana amanat yang dituangkan dalam Cetak Biru Pembaruan Peradilan  2010-2035 Mahkamah Agung RI.Namun, di tengah berbagai potensi tersebut, aspek yang perlu digaris bawahi adalah batasan-batasan hukum dan etis dalam penggunaan AI pada sistem peradilan di Indonesia. Keseimbangan antara pemanfaatan teknologi untuk efisiensi dan penegakan keadilan substantif menjadi pertaruhan penting dalam upaya modernisasi peradilan. Realitas ini membawa kita pada serangkaian risiko dan tantangan yang harus dihadapi dalam mengintegrasikan AI ke dalam sistem peradilan Indonesia.Pengalaman sebagai Hakim dalam mengadopsi berbagai teknologi baru di pengadilan telah memberikan pembelajaran berharga tentang risiko dan tantangan yang harus dihadapi. Setidaknya, teknologi AI, menurut penulis, membawa tiga aspek krusial yang memerlukan perhatian khusus. Pertama aspek teknis, kedua aspek hukum, dan ketiga aspek etis. Ketiga aspek ini saling berkaitan erat dalam praktik peradilan sehari-hari.Bias dalam algoritma menjadi persoalan teknis yang mungkin akan kami hadapi di lapangan. Database berupa dokumen putusan pengadilan yang menjadi basis pembelajaran bagi kami dalam menggunakan AI sering kali mencerminkan kondisi sosial tertentu yang tidak sama. Putusan-putusan perceraian di wilayah perkotaan, misalnya, memiliki konteks yang sangat berbeda dengan dinamika hukum keluarga di masyarakat adat daerah. Ketergantungan pada teknologi juga menciptakan kerentanan baru dalam sistem peradilan, terutama dalam hal keamanan data para pencari keadilan.Tidak hanya itu, sistem peradilan Indonesia juga menghadapi tantangan serius dalam aspek pertanggungjawaban hukum ketika AI mulai diintegrasikan dalam proses pengadilan. Sebagai Hakim, kami harus memastikan bahwa setiap putusan tetap mencerminkan independensi dan imparsialitas peradilan, terlepas dari bantuan teknologi yang digunakan. Sudah saatnya para Hakim mendiskusikan ini untuk menyoroti perlunya keseimbangan antara pemanfaatan teknologi dan prinsip-prinsip fundamental peradilan yang harus tetap terjaga.Di balik semua tantangan teknis dan hukum tersebut, aspek kemanusiaan dalam penegakan keadilan juga tidak boleh luntur oleh mekanisasi proses peradilan. Ragam macam perkara yang kami tangani, seperti sengketa hak asuh anak dalam perceraian maupun sengketa hak atas tanah, memiliki kandungan dimensi emosional dan dampak sosial yang tidak dapat sepenuhnya diterjemahkan ke dalam bahasa algoritma. Keadilan substantif sering kali terletak pada kepekaan nurani terhadap konteks sosio-kultural khas Indonesia. Sebab Hakim manusia sebagai pemegang palu putusan Hakim, tidak akan tergantikan AI selama memegang teguh etika, sebagaimana ditegaskan oleh Ketua Pengadilan Tinggi Jakarta, YM Bapak Prof. Dr. H. Herri Swantoro, S.H., M.H., dalam acara Talkshow Kampung Hukum Mahkamah Agung Tahun 2024 (Selasa, 18/2/2024) yang lalu.Dari sisi substantif, tidak semua jenis perkara dapat diserahkan pada bantuan AI. Perkara-perkara seperti Gugatan Sederhana mungkin dapat memanfaatkan AI untuk membantu proses administrasi dan analisis awal (dismissal process). Namun, perkara-perkara yang kompleks seperti Tindak Pidana Korupsi atau kejahatan terorganisir lainnya membutuhkan pertimbangan mendalam yang hanya dapat dilakukan oleh Hakim. AI hanya dapat dilibatkan dalam tahapan-tahapan tertentu seperti pengecekan kelengkapan berkas atau penjadwalan sidang.Berhadapan dengan berbagai tantangan tersebut, penulis berpendapat sudah saatnya sistem hukum di Indonesia memerlukan kerangka regulasi yang komprehensif untuk mengatur penggunaan AI. Upaya merumuskan batasan yang mencakup aspek substantif dan prosedural perlu diatur secara sistematis dan jelas sebagai langkah penting dalam memastikan teknologi tetap menjadi alat bantu yang efektif bagi penegakan hukum dan keadilan.Mahkamah Agung RI dapat berkolaborasi dengan Kementerian terkait, untuk menyusun kerangka regulasi yang jelas dan komprehensif guna mengatur penggunaan AI dalam sistem peradilan di Indonesia. Seperti contoh dalam implementasi e-Court dan e-Litigation, standardisasi mutu menjadi fondasi penting dalam mengadopsi teknologi baru. Standar pengembangan AI untuk peradilan harus mencakup tidak hanya aspek teknologi, tetapi juga prinsip-prinsip perlindungan hak para pencari keadilan terlebih pasca terbitnya UU Perlindungan Data Pribadi pada tahun 2022 silam.Protokol keamanan data dan mekanisme audit algoritma menjadi komponen yang tak kalah krusial dalam kerangka regulasi ini. Sebagai Hakim di pengadilan, kami memahami betapa sensitifnya data para pihak yang berperkara dan pentingnya menjaga integritas sistem peradilan. Standar keamanan yang ketat harus diterapkan untuk melindungi tidak hanya data pribadi, tetapi juga kredibilitas putusan Hakim.Pengembangan infrastruktur pendukung lainnya juga menjadi prasyarat keberhasilan implementasi AI. Para Hakim dan pegawai peradilan nantinya harus membutuhkan pelatihan khusus untuk memahami dan mengoperasikan sistem teknologi berbasis AI. Sistem monitoring dan evaluasi secara berkala dan responsif juga harus dibangun untuk menjaga akuntabilitas penggunaan teknologi di lingkungan peradilan. Semua hajat ini hanya bisa dilaksanakan bila seluruh stakeholder terkait saling berkolaborasi untuk mengisi demi terwujudnya badan peradilan yang agung dan modern.Implementasi AI dalam sistem peradilan Indonesia diharapkan membuka babak baru dalam upaya modernisasi pengadilan. Keberhasilan inisiatif ini akan ditentukan oleh kemampuan kita dalam menyeimbangkan inovasi teknologi tanpa mengesampingkan nurani demi tegaknya keadilan yang sejati. Pada akhirnya, secanggih apa pun teknologi tidak akan pernah bisa menggantikan peran Hakim dalam memberikan pertimbangan dan pengambilan keputusan.

Presiden Prabowo: Saya Komitmen Tingkatkan Kualitas Hidup Hakim

article | Berita | 2025-02-19 11:40:22

Jakarta - Gemuruh tepuk tangan dari Peserta Laporan Tahunan Mahkamah Agung RI 2025, "Saya Presiden bertekad dengan legislatif akan berusaha memperbaiki kualitas hidup para Hakim Indonesia," ungkap Prabowo saat memberikan sambutan pada acara Laptah MA Rabu 19/02/2025.Dalam kesempatan itu, Prabowo juga mengapresiasi kinerja MA dan Badan Peradilan di Bawahnya yang telah berjuang menegakkan hukum dan keadilan karena keadilan itu merupakan tuntutan warga negara.Dalam sambutannya, Prabowo menyampaikan merasa terhormat mendapat undangan dari Pimpinan MA bisa hadir dalam acara Laptah ini. Prabowo mengakui baru sekarang menyadari dan mengerti betapa beratnya beban dan tanggung jawab para hakim Indonesia untuk menegakkan hukum dan keadilan, tegasnya.Prabowo telah mendengar secara fakta bahwa para hakim di seluruh Indonesia masih banyak yang mengontrak rumah atau kost dan tidak punya kendaraan, ini merupakan tantangan buat saya selaku Presiden seraya menunjuk mana Ibu Menteri Keuangan untuk memperhatikan hal ini, tegasnya lagi.Karena itu keadilan adalah merupakan tuntuan warga negara yang harus diperhatikan oleh para hakim Indonesia dalam mengadili perkara. Dan saya bertekad bekerjasama dengan Yudikatif untuk memperbaiki kualitas hidup para pengadil, tegas Prabowo.Negara yang berhasil tergantung kepada sistem hukum yang berlaku di negara tersebut. Suatu negara tanpa sistem hukum, maka negara itu akan gagal. Kelangsungan hidup bangsa tergantung apakah negara bisa menegakan hukum dan keadilan, karena jaminan keadilan tak hanya hak warga negara, tapi menjadi tuntutan warga negara.

Presiden Prabowo: Kualitas Hidup Hakim Kita harus yang Terbaik!

article | Berita | 2025-02-19 11:10:28

Jakarta- Presiden Prabowo Subianto menyatakan kualitas hakim Indonesia harus yang terbaik. Prabowo mengakui dirinya mendengar banyak hakim masih yang ngekos.“Kualitas hidup hakim-hakim kita harus yang terbaik,” kata Prabowo Subianto.Hal itu disampaikan dalam Sidang Istimewa Laporan Tahunan Mahkamah Agung Tahun 2024 yang digelar di Gedung MA, Jalan Medan Merdeka Utara, Gambir, Jakarta Pusat, Rabu (19/2/2025). “Saya juga dapat laporan hakim kita tidak punya rumah dinas. Banyak hakim kita masih kos. ini tidak boleh terjadi. Ada menteri keuangan nggak di sini?” kata Prabowo lagi.Prabowo menyatakan dirinya mengucapkan terima kasih kepada para hakim yang telah bekerja maksimal. Ia mengakui baru dalam acara Laptah ini mengetahui beratnya beban seorang hakim.“Saya mengakui, baru sekarang saya sunguh-sungguh sadar dan mengerti betapa berat beban bapak ibu ibu para hakim,” kata Prabowo yang disambut tepuk tangan para hakim yang hadir di MA.“Maaf saya semumur hidup saya memang saya berada di sektor pelaksana, saya pelaku. Kadang-kadang kami pelaku, kami menganggap bahwa hukum adalah sesuatu yang mudah untuk ditegakkan. Mudah untuk dijalankan. Terimakasih undangan ini. Saya merasa saya yang paling belajar hari ini,” pungkas Prabowo.

Hakim Manusia Tidak Tergantikan Artificial Intellegence (AI)

article | Berita | 2025-02-18 19:55:06

Talkshow Kampung Hukum Mahkamah Agung tahun ini  menjadi menarik setelah salah satu narasumber Prof.Dr. H. Herri Swantoro, S.H., M.H., Ketua Pengadilan Tinggi Jakarta menjelaskan materi pokok dalam  diskusi bertema Peradilan Integritas melalui Pemanfaatan Artificial Intelligence (AI). Dalam paparannya, Prof Herri menyampaikan capaian dan tantangan Mahkamah Agung dalam transformasi peradilan berbasis teknologi informasi dan secara khusus menguraikan signifikansi pemanfaatan AI untuk mewujudkan peradilan yang berintegritas. Mantan Direktur Jenderal Badium periode 2014-2019 yang memiliki segudang pengalaman dan penghargaan sebagai role model pimpinan pengadilan tinggi telah memberikan best practices pemanfaatan AI oleh judiciary dari negara lain seperti Estonia, China dan Amerika Serikat. Ditambahkan narasumber lain Dr. Ermanto Fahamsyah, S.H., M.H., Dekan III Universitas Jember memberikan perspektif dunia akademis terhadap pemanfaatan AI dalam dunia peradilan. Dia menekankan pentingnya penggunaan AI harus menjamin terpenuhinya kesetaraan hukum sebagai bagian penting pemenuhan hak asasi manusia. Mitigasi risiko yang komprehensif juga diperlukan agar pemanfaatan AI dapat meningkatkan trust  masyarakat terhadap dunia peradilan.Pada saat sesi tanya jawab peserta dari Mahasiswa Universitas Jayabaya, Universitas Tarumanegara dan Universitas Esa Unggul Jakarta mendapat kesempatan mengajukan pertanyaan yang kritikal kepada narasumber. Salah satu yang menarik adalah kompatibilitas artificial intelligence terhadap isu penegakan hukum terhadap restorative justice dan sejauh mana sanksi yang dapat diterapkan jika hasil pemanfaatan AI tidak diikuti oleh badan peradilan.(Salah satu penanya Mahasiswi Univ Tarumanegara)Menanggapi pertanyaan dari mahasiswa tersebut, KPT Jakarta menegaskan bahwa Mahkamah Agung menghadirkan Ecourt dan E-Berpadu semata-mata untuk meuwujudkan asas peradilan cepat, sederhana, dan berbiaya ringan. Selain itu, terkait pertanyaan kenapa Mahkamah Agung mendukung adanya kebijakan Justice Collaborator (JC). Hal tersebut untuk dapat menekan jumlah perkara yang masuk ke pengadilan, sehingga baik dari Penyidik Kepolisian, Penuntut Umum, maupun Aparatur Peradilan dapat menjadi JC. Pun demikian terkait pemanfaatan AI, baik Prof Herri Swantoro maupun Dr Ermanto sepakat  bahwa besarnya peluang pemanfaatan AI bukan tanpa resiko. Mitigasi resiko dengan menjamin HAM, kepentingan hukum dan kesetaraan meniscayakan pengembangan AI harus berlandaskan etika. Hakim manusia sebagai pemegang palu putusan hakim, tidak akan tergantikan AI selama memegang teguh etika. Dan dengan integritas, peradilan berkualitas, sebagaimana tema yang diangkat MA pada acara laporan tahunan kali ini, pungkas Kedua Pemateri pada Selasa 18/2-2025.

Jangan Berkecil Hati, Hakim Indonesia

article | Opini | 2025-02-12 18:00:21

Setiap tahunnya ribuan hakim, Panitera, Jurusita, aparatur administratif peradilan dari seluruh indonesia dididik dan dilatih di badan Diklat Strategi Kebijakan Pendidikan Pelatihan Hukum dan Peradilan MA RI. Ribuan hakim dan aparatur teknis dan adminitratif kesekretariatan Peradilan Indonesia itu setiap di kelas selalu mengungkapkan keinginan untuk menjadikan peradilan dan Mahkamah Agung yang kami cintai ini menjadi lembaga yang agung. Yang mana pengadilan menghasilkan kepastian, kemanfaatan dan keadilan, melalui putusan-putusan yang di dalamnya mengandung legal resoning yang cerdas, bijak dan diputus oleh jiwa-jiwa yang berintegritas.Tapi tahukah kamu kawan, bahwa sesungguhnya kami para hakim dan aparatur pengadilan di berbagai pelosok di tanah air ini setiap hari bersidang, mempertimbangkan dengan matang dan telah banyak memutus perkara-perkara dengan mempertimbangkan aspek kebenaran, kemanfaatan, kepastian dan keadilan bagi masyarakat. Ada banyak putusan-putusan hakim yang secara nyata memyelesaikan konflik, mengembalikan harmoni di masyarakat dan diterima putusan tersebut sebagai putusan yang adil dan menyelesaikan masalah. Contoh misalnya banyak penetapan diversi pengadilan dan putusan pidana dengan mengembalikan pelaku pidana yang dilakukan anak kepada orangtuanya setelah orangtua pelaku memulihkan kerugian korban dan korban memaafkan pelaku. Putusan Pidana dalam kasus kekerasan dan pengerusakan barang yang mengakibatkan pertikaian sosial di mana pengadilan mampu mendamaikan para pihak berkonflik dan menjatuhkan putusan pidana yang diterima baik oleh korban, pelaku dan masyarakat. Putusan-putusan perdata terkait sengketa kepemilikan lahan yang mampu didamaikan oleh pengadilan dan putusan-putusan pada Pengadilan Negeri, Pengadilan Agama, Pengadilan TUN dan Pengafilan Militer di pelosok negeri ini yang  isi putusannya berpihak pada rakyat, kemanusiaan dan keadilan. Namun demikian putusan-putusan yang mengandung kepastian, kemanfaatan dan keadilan itu memang tidak banyak diberitakan media massa sehingga tidak banyak diketahui orang. Kami menyadari bahwa jika Pengadilan menjatuhkan putusan-putusan yang adil itu, maka sesungguhnya memang tugas  dan kewajiban yang melekat pada kami sehingga kami tidak perlu pujian untuk itu.Sama halnya jika dalam putusan-putusan yang dibuat oleh kolega-kolega kami di beberapa pengadilan yang dinilai kontroversial atau dianggap tidak tepat bahkan dinilai tidak adil. Yang sesungguhnya jumlahnya hanya sedikit saja itu namun viral. Kemudian seolah-olah putusan tersebut merepresentuasikan seluruh aparatur pengadilan di Indonesia tentu saja kami perlu meluruskan hal itu.  Bahwa putusan hakim terkadang tidak selalu memuaskan keinginan semua pihak namun dalam suatu putusan perkara yang dijatuhkan oleh pengadilan tingkat pertama sesungguhnya masih diberikan ruang upaya hukum pada level pengadilan diatasnya. Maka seharusnya jangan dulu cepat mengambil kesimpulan bahwa putusan tersebut telah berkekuatan hukum tetap. Bahwa kami menyadari masih ada aparatur kami di peradilan yang masih belum amanah ditangkap karena memperjualbelikan putusan. Namun percayalah jumlah mereka jauh lebih sedikit dibandingkan dengan puluhan ribu aparatur peradilan  yang bekerja dengan baik, amanah dan jujur.Sahabat peradilan Indonesia jangan berkecil hati. Mari tegakkan terus keadilan. Jadikan tugas pengadilan yaitu menerima, memeriksa dan mengadili perkara itu sebagai pengabdian diri  pada komitmen kerja, kemuliaan profesi dan pada akhirnya kebanggan kita sebagai pengabdi pada kemanusiaan dan keadilan. Mari wujudkan peradilan yang agung, mari latih akal logika yang lurus. Kepastian, kemanfaatan dan keadilan yakinkan dalam tekad sungguh. Jangan takut kawan, karena kamu cadas : cerdas berintegritas. Miskin kaya tidak akan membuatmu tumbang . Susah senang  mental hakim akan selalu tenang. Ingat selalu Tuhan serap pengetahuan, lingkungan dan semesta kehidupan. Mari para hakim Indonesia jatuhkan putusan yang sesuai fakta dan bukti kebenaran, menggunakan logika dan akal sehat dalam kecerdasan hukum dan ilmu pengetahuan, serta mempertimbangkan asas kemanfaatan, kepastian dan keadilan hukum dengan jiwa-jiwa integritas.Inilah suara kami, suara Kader Mahkamah Agung Indonesia!Salam  Cadas: Cerdas Berintegrigritas.Syamsul Arief(Kapusdiklat Teknis Peradilan MA dan Redaktur Senior Petitum ID)