Cari Berita

Menjamin Independensi Hakim: Urgensi Pengaturan Gaji dalam UUD 1945

article | Opini | 2025-09-19 09:30:14

Independensi kekuasaan kehakiman merupakan prinsip fundamental dalam banyak konstitusi negara demokratis, termasuk Indonesia (Butt, 2023), Amerika Serikat, dan berbagai negara lainnya (Képes, 2019). Prinsip ini menjamin bahwa hakim dapat menjalankan tugasnya secara bebas dari tekanan atau pengaruh eksternal, sehingga mampu menjaga sikap imparsial dan netral dalam memutus perkara (Hung, 2021).Salah satu aspek penting dari independensi kehakiman adalah jaminan konstitusional atas gaji hakim. Di Amerika Serikat, misalnya, Pasal III Konstitusi memberikan jaminan masa jabatan seumur hidup bagi hakim federal serta perlindungan atas gaji mereka. Hal ini dimaksudkan agar hakim tidak terpengaruh oleh tekanan politik dan dapat mengambil keputusan berdasarkan hukum, bukan opini publik atau kepentingan kekuasaan (Hessick, 2018). Perlindungan ini sangat penting untuk menjaga independensi peradilan dan mencegah campur tangan dari cabang kekuasaan lainnya (Nolan, 2015).Lebih jauh, kesejahteraan finansial hakim juga berdampak langsung terhadap kualitas dan independensi lembaga peradilan. Gaji yang tidak memadai dapat mengancam keberlangsungan sistem peradilan, karena hakim yang berpengalaman mungkin memilih meninggalkan jabatan, dan calon hakim potensial dari kalangan profesional hukum yang berkualitas bisa enggan menerima pengangkatan (Anderson & Helland, 2012). Penurunan daya saing gaji hakim dibandingkan profesi hukum lainnya telah menjadi isu yang cukup serius (Thompson & Cooper, 2007).Dalam perspektif perbandingan, setiap negara memiliki pendekatan berbeda dalam menjamin independensi hakim melalui pengaturan gaji. Sistem di Amerika Serikat memberikan perlindungan yang sangat kuat, sementara negara lain mungkin menghadapi tantangan dalam menerapkan jaminan serupa atau menggunakan mekanisme yang berbeda (K. Saparbekova et al., 2024). Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa independensi kehakiman adalah pilar utama dalam tata kelola demokratis, dan jaminan konstitusional atas gaji hakim memainkan peran penting dalam menjaga pilar tersebut. Memberikan kompensasi yang layak dan perlindungan dari tekanan politik merupakan syarat mutlak untuk menegakkan prinsip negara hukum dan menjamin putusan peradilan yang adil dan tidak memihak.Konstitusi Amerika Serikat mengatur dalam Article III – Section 1: The judicial Power of the United States, shall be vested in one supreme Court, and in such inferior Courts as the Congress may from time to time ordain and establish. The Judges, both of the supreme and inferior Courts, shall hold their Offices during good Behaviour, and shall, at stated Times, receive for their Services, a Compensation, which shall not be diminished during their Continuance in Office. Terjemahan bebasnya adalah Kekuasaan kehakiman Amerika Serikat diberikan kepada satu Mahkamah Agung, dan kepada pengadilan-pengadilan yang lebih rendah sebagaimana dari waktu ke waktu dapat ditetapkan dan dibentuk oleh Kongres. Para hakim, baik di Mahkamah Agung maupun di pengadilan-pengadilan yang lebih rendah, akan memegang jabatan mereka selama berkelakuan baik, dan akan menerima, pada waktu-waktu tertentu, kompensasi atas jasa mereka, yang tidak akan dikurangi selama mereka menjabat.Di Indonesia saat ini, UUD 1945 memang telah mengatur prinsip dasar independensi kekuasaan kehakiman, sebagaimana tercantum dalam Pasal 24 ayat (1) yang menyatakan bahwa “Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan.” Namun, tidak ada ketentuan eksplisit dalam UUD 1945 yang menjamin gaji atau kompensasi hakim secara konstitusional, seperti yang terdapat dalam Konstitusi Amerika Serikat (Pasal III Ayat 1), yang menyatakan bahwa gaji hakim tidak boleh dikurangi selama mereka menjabat.Padahal, jaminan atas gaji hakim merupakan salah satu instrumen penting untuk menjaga independensi peradilan. Tanpa jaminan tersebut, hakim berpotensi terpengaruh oleh tekanan politik atau kebijakan fiskal yang dapat mengganggu netralitas dan integritas putusan hakim. Dalam praktiknya, gaji hakim di Indonesia diatur melalui undang-undang dan peraturan pemerintah, yang secara hierarkis berada di bawah konstitusi dan dapat diubah sewaktu-waktu oleh kekuasaan eksekutif dan legislatif.Dengan demikian, pengaturan eksplisit dalam UUD 1945 mengenai jaminan besaran gaji hakim dan tidak dapat dikurangi selama menjabat, akan memberikan perlindungan konstitusional yang lebih kuat terhadap independensi hakim. Hal ini juga akan memperkuat posisi lembaga peradilan sebagai kekuasaan yang sejajar dengan eksekutif dan legislatif, serta memperkuat kepercayaan publik terhadap sistem peradilan. (seg/ldr)Daftar PustakaAnderson, J. M., & Helland, E. (2012). How much should judges be paid? an empirical study on the effect of judicial pay on the state bench. Stanford Law Review, 64(5), 1277–1342.Butt, S. (2023). Constitutional Court Decisions on the Judicial Independence of Other Indonesian Courts. Constitutional Review, 9(2), 247–275. https://doi.org/10.31078/consrev922Hessick, F. A. (2018). Consenting to adjudication outside the Article III Courts. Vanderbilt Law Review, 71(3), 715–763.Hung, T. Q. (2021). Significance of Judicial Independence in the Law Governed by the Rule of Law in Vietnam. International Journal of Criminal Justice Sciences, 16(2), 131–148.K. Saparbekova, E., B. Smanova, A., B. Makhambetsaliyev, D., S. Nessipbaeva, I., & B. Nussipova, L. (2024). Comparative Analysis of the Concept of Constitutional Judicial Law-Making in the United States of America and Kazakhstan. International Journal for the Semiotics of Law, 38(2), 603–617. https://doi.org/10.1007/s11196-024-10138-yKépes, G. (2019). Development of the structural independence of the hungarian judiciary from the beginning until the end of the 19th century. Journal on European History of Law, 10(2), 158–167.Nolan, A. (2015). The doctrine of constitutional avoidance: A legal overview. In Constitutional Inquiries: The Doctrine of Constitutional Avoidance and the Political Question Doctrine (pp. 1–40). Nova Science Publishers, Inc. Thompson, L. D., & Cooper, C. J. (2007). The state of the judiciary: A corporate perspective. Georgetown Law Journal, 95(4), 1107–1125.

Kombinasi Insentif dan Sanksi, Jurus Jitu Peradilan yang Bersih?

article | Opini | 2025-07-20 09:05:31

Kenaikan gaji para hakim yang telah diumumkan Presiden Prabowo Subianto, membawa angin segar bagi dunia peradilan. Mengapa demikian? dengan gaji yang minim, kerap kali hakim dihadapkan untuk mengadili perkara yang nilainya tidak kecil, jumlahnya bisa miliaran bahkan triliunan. Presiden sadar betul akan hal ini, maka dari itu Presiden mengambil kebijakan untuk menaikkan gaji para hakim. Hal itu guna mengurangi godaan korupsi yang coba dilakukan oleh mafia peradilan. Agar niat baik ini tidak sia-sia, pemerintah juga menegaskan perlunya hukuman berat bagi mereka yang tetap nekat berbuat curang. Mahkamah Agung sebagai penyelenggara kekuasaan di bidang yudikatif sudah seharusnya meningkatkan sistem pengawasan dan tambahan sanksi apabila setelah kenaikan gaji ini masih terdapat hakim yang berbuat curang. Ada dua kategori besar terkait motivasi seorang manusia melakukan korupsi. Kategori pertama manusia melakukan korupsi karena kebutuhan dan bagian kedua manusia korupsi karena keserakahan. Korupsi karena kebutuhan umumnya dilakukan karena dorongan memenuhi kebutuhan sehari-hari. Misalnya, ada hakim yang menerima suap dari pihak yang berperkara karena hakim tersebut tidak memiliki uang untuk membayar biaya pengobatan anaknya. Atau dalam kasus lain, karena seorang hakim harus hidup nomaden dari satu kota ke kota lainnya. Maka ada godaan bagi hakim untuk menerima suap karena tidak memiliki ongkos pulang ke kampung halamannya. Akhirnya korupsi dengan motivasi kebutuhan tersebut terpaksa dilakukan. Dengan kenaikan gaji para hakim ini diharapakan agar korupsi karena kebutuhan tidak lagi terjadi. Namun apakah menaikkan gaji menjadi jaminan hakim tidak korup? Tentu tidak, karena banyak hakim korup karena masuk dalam kategori kedua, yakni korupsi karena keserakahan. Korupsi yang disebabkan ketidakpuasan dan tidak memiliki rasa syukur terhadap apa yang telah didapat. Sebagai contoh, seorang hakim yang hobi mengoleksi barang mewah dan gaya hidup yang tinggi, pastilah hakim tersebut akan mencari cara-cara haram dengan menjual jabatan dan kekuasaannya. Kalau motivasinya adalah keserahakan tersebut, berapapun gaji yang diberikan oleh negara pastilah terasa sia-sia. Penyesuaian gaji ini penting. Mengingat lebih mudah menjaga para pengadil ini untuk tetap berintegritas dan independen, ketika kompensasi kepada mereka sudah diberikan secara. Layak yang dimaksud adalah tercukupinya kebutuhan pangan, sandang, papan, kesehatan serta keamanan. Hal itu dimakudkan agar para pengadil ini fokus dalam memberikan keputusan yang berkeadilan dan tidak mencoba mencari sampingan dengan cara-cara tercela. Sanksi berat dapat menjadi jawaban kepada mereka yang ingin berbuat curang. Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi telah menetapkan sanksi dari empat tahun penjara hingga hukuman seumur hidup bagi pelaku tindak pidana korupsi. Bahkan di kasus yang sangat berat bisa berujung pada hukuman mati. Namun banyak suara mengusulkan agar sanksi bagi hakim masih melakukan korupsi hukumannya ditambah sepertiga dari hukuman standar. Supaya efek jeranya lebih menggigit. Usul ini lahir dari keyakinan bahwa sang pengadil yang seharusnya memberi teladan. Sehingga harus diikat pada standar integritas jauh lebih tinggi. Dengan pemberian hukuman lebih berat, sistem hukum bisa dengan jelas mengatakan bahwa korupsi di kalangan yudikatif tidak akan ditoleransi. Sekaligus menekankan bahwa siapa pun yang menjalani tugas memberikan keadilan wajib menaati aturan dan etika tertinggi.  Kepercayaan Presiden Prabowo Subianto dengan menaikkan kesejahteraan Hakim harus direspon balik dengan komitmen penuh para Hakim untuk menolak segala bentuk korupsi. Terkait perbandingan sanksi korupsi, ada baiknya kita intip praktik negara lain. Misalnya Tiongkok, terkenal dengan kebijakannya yang keras, beberapa pelaku terbukti dihukum berat, bahkan dihukum vonis pidana mati. Di negeri itu, tindak pidana korupsi dipandang sebagai kejahatan yang sangat mengganggu. Sehingga aturan pada negara tersebut, memungkinkan eksekusi mati jika kerugian yang ditimbulkan luar biasa. Pada Desember 2024, Majalah Tempo menulis artikel yang memuat daftar para koruptor yang mendapatkan hukuman eksekusi mati, yang paling menarik perhatian adalah eksekusi Sekretaris Partai Komunis Cina, Li Jianping yang dieksekusi mati lantaran terjerat kasus suap. Tindakan serupa juga menimpa Wakil Walikota Hangzou, Xu Maiyong yang juga dieksekusi mati, karena disebut-sebut korupsi hampir 200 juta yuan sebelum ditangkap. Sejak Presiden Xi Jinping berkuasa, kampanye bersih-bersih besar-besaran diluncurkan. Ratusan pejabat bahkan keluarganya sendiri tak luput untuk diproses secara hukum. Beberapa di antaranya sudah mendekam dalam dinginnya penjara. Alasan Tiongkok bertindak sekeras ini adalah keyakinan mereka, bahwa korupsi dapat menggoyang stabilitas dan kemakmuran negara. Lewat hukuman mati, kepemimpinan Tiongkok ingin menegaskan kepada publik. Bahwa siapapun, walau setinggi apapun pangkatnya, tidak akan selamat bila terbukti melakukan praktik korupsi. Meskipun ada penurunan kasus, sikap ekstrem itu masih membangkitkan perdebatan Peningkatan gaji hakim di Indonesia ini layak dipuji karena bisa mendukung integritas lembaga peradilan. Namun kebijakan tersebut harus diikuti dengan hukuman yang lebih berat bagi hakim yang terjebak korupsi. Agar upaya bersih-bersih ini tidak setengah hati. Dengan kombinasi insentif dan sanksi, Indonesia dapat menghasilkan peradilan yang bersih dan juga menciptakan peradilan yang bertanggung jawab dan transparan kepada masyarakat pencari keadilan. Program anti korupsi ketat di Tiongkok, misalnya, merefleksikan seberapa berpengaruh hukuman berat bisa menjadi pencegah yang efektif bagi pelaku tindak pidana korupsi. Meskipun demikian, pendekatan semacam itu mesti disesuaikan dengan sistem hukum dan norma sosial di Indonesia. Sehingga setiap langkah tetap adil dan menghormati standar hak asasi manusia internasional. Pada akhirnya kita semua mendambakan yudikatif yang bersih, di mana hakim merasa aman secara finansial. Sehingga para hakim tidak tergoyahkan secara moral untuk melakukan penyimpangan, sehingga keadilan yang kita cita-citakan dapat tercipta. (zm/ldr)

Maklumat IKAHI: Satu Suara Demi Martabat Hakim

article | Berita | 2025-07-02 18:05:20

Jakarta – Pada hari Selasa, (1/7) Pengurus Pusat Ikatan Hakim Indonesia (PP IKAHI) mengeluarkan Maklumat Nomor 01/Maklumat/PP-IKAHI/VI/2025 tentang Pedoman Komunikasi di Media Massa dan Media Sosial Bagi Anggota IKAHI. Maklumat ini diterbitkan sebagai respons atas dinamika terkini pasca pidato Presiden Republik Indonesia pada pengukuhan Hakim Angkatan IX pada 12 Juni 2025 lalu, yang menegaskan pentingnya dukungan negara terhadap kesejahteraan hakim. Proses tindak lanjut kini tengah digodok secara intensif oleh kementerian terkait dengan pendampingan langsung dari PP IKAHI bersama Mahkamah Agung RI. Dalam maklumatnya, PP IKAHI menegaskan bahwa IKAHI adalah satu-satunya organisasi profesi hakim di lingkungan Mahkamah Agung dan badan peradilan di bawahnya. Oleh karena itu, segala bentuk kegiatan atau wadah lain yang mengatasnamakan profesi hakim di luar IKAHI tidak diakui. Salah satu poin penting dalam maklumat ini adalah penegasan larangan bagi para anggota IKAHI, termasuk para hakim di seluruh Indonesia, untuk tidak mengeluarkan pernyataan, komentar, maupun unggahan di media massa atau media sosial yang berkaitan dengan proses pemenuhan hak keuangan dan fasilitas hakim. Hal ini dilakukan untuk menghindari dampak kontraproduktif yang bisa mengganggu jalannya proses advokasi yang sedang dilakukan. “Hanya Pimpinan PP IKAHI atau pengurus pusat IKAHI yang telah mendapat izin resmi dari Ketua Umum yang berwenang memberikan pernyataan, sikap atau komentar di media massa,” demikian isi maklumat tersebut. Lebih lanjut, PP IKAHI meminta seluruh hakim untuk mempercayakan penuh proses perjuangan ini kepada pengurus pusat yang saat ini aktif mendampingi Mahkamah Agung dalam pembahasan dengan pihak eksekutif. Tak hanya itu, Ketua Pengadilan Tingkat Banding dan Ketua Pengadilan Tingkat Pertama yang berperan sebagai Pembina IKAHI di wilayah masing-masing diminta untuk aktif melakukan pemantauan dan pembinaan. Tujuannya adalah memastikan seluruh anggota IKAHI memahami dan melaksanakan pedoman ini secara konsisten dan solid sehingga tercapai tujuan bersama. Maklumat ini menjadi bentuk konsolidasi internal yang penting, bukan hanya sebagai strategi komunikasi, tetapi juga sebagai cerminan organisasi dalam menghadapi isu-isu krusial yang menyangkut martabat profesi hakim. Sebagai organisasi yang menjunjung tinggi kehormatan profesi hakim dan integritas peradilan, IKAHI mengambil langkah tegas untuk mengawal perjuangan ini dengan strategi matang, dan semangat kebersamaan. Maklumat ini ditandatangani langsung oleh Ketua Umum PP IKAHI, Dr. H. Yasardin, S.H., M.Hum. dan Sekretaris Umum, Dr. Heru Pramono, S.H., M.Hum., dan disebarluaskan ke seluruh pengurus serta anggota IKAHI di Indonesia. IKAW

Hakim Rangga: Kesejahteraan Berkaitan dengan Integritas, Tapi Tidak Mutlak

article | Berita | 2025-04-16 20:00:06

Bireuen - Hakim Pengadilan Negeri (PN) Bireuen, Aceh, Rangga Lukita Desnata, menyatakan ada korelasi yang kuat antara kesejahteraan hakim dengan integritas. Namun, ada faktor lain yang juga mempengaruhi integritas. “Kesejahteraan hakim merupakan hal yang penting dan saling berkaitan dengan integritas.  Namun, faktor kesejahteraan tidak mutlak menjadi alasan bagi hakim untuk tidak menerima suap,” kata Rangga.Hal itu disampaikan saat menjadi narasumber dalam Podcast KBR Media bertajuk ‘Jalan Terjal Wujudkan Hakim Anti-Korupsi’ yang berlangsung secara daring, Rabu (16/4/2025). Dalam kesempatan tersebut turut hadir Yudi Purnomo (mantan penyidik KPK) dan Yassar Aulia (Peneliti ICW). Menurut Rangga, masih ada faktor lain yang tak kalah penting dalam mempengaruhi sikap seorang hakim untuk menolak suap. “Di antaranya adalah karakteristik hakim itu sendiri, lingkungan, dan supporting sistemnya. Walaupun ia tak sejahtera dari sisi finansial, tapi kalau karakternya kuat, ia akan bisa bertahan. Tapi bertahan sampai kapan, 1 tahun, 2 tahun, atau jebol di usia kerja 20 tahun,” sebut Rangga.Lebih lanjut, ia menyoroti faktor lingkungan seorang hakim akan turut mempengaruhi dirinya dalam memutus suatu perkara. Menurutnya, lingkungan yang sehat juga akan mengontrol hakim-hakim tetap berada dalam koridor. Istri, anak, orang tua juga menjadi faktor penentu seorang Hakim bersikap tegas atau tidak ketika dihadapkan dalam kondisi yang sulit. Senada dengan Rangga, Yudi Purnomo juga menekankan hal yang serupa. Bahwa integritas hakim adalah yang utama. “Memang integritas adalah hal yang penting. Tidak mungkin orang yang berintegritas itu akan korup. Jangankan korup, melanggar etik saja pasti sudah terjadi suasana kebatinan yang tidak enak dalam dirinya. Bayangkan, jika hakim memutus sesuai pesanan dan mengesampingkan semua fakta persidangan,” sebutnya.Menurut Yudi, harus dipahami bahwa lingkungan peradilan adalah lingkungan yang luas. Karenanya, Hakim yang korup harus segera ditangkap. “Saya optimis bahwa Mahkamah Agung akan terus berbenah ke arah yang lebih baik. Namun, Hakim yang rakus-rakus seperti ini yang harus ditangkapin. Kalau nggak ditangkepin, bisa terjadi regenerasi. Pemain lama diganti, muncul pemain baru,” sebut Yudi.Rangga menanggapinya dengan bijak atas masukan itu.“Kami sangat memahami kekesalan masyarakat pada institusi peradilan saat ini. Namun demikian, kami tetap berharap agar Masyarakat tetap memberikan kepercayaan kepada Hakim dalam memutus perkara, walaupun mungkin hari ini berada di titik nadir,” jelas Rangga. “Kewajiban kami para Hakim muda untuk terus mengobarkan dan melanjutkan estafet perjuangan para Hakim senior kami seperti Bismar Siregar, Artidjo Alkostar, Sunarto (KMA saat ini-red), dan hakim-hakim berintegritas lainnya,” sambung Rangga.Hakim yang bersih dan menjaga Integritas harus juga dituntut lebih profesional dan menegakkan keadilan dengan benar. “Hakim bersih harus berani menyatakan mana yang haq mana yang bathil. Keberanian itu sangat diperlukan,” sebut Rangga. Seperti diketahui, pada Oktober 2024 yang lalu, Presiden Jokowi pada akhir masa jabatannya, meneken PP No. 44 Tahun 2024 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2012 tentang Hak Keuangan dan Fasilitas Hakim yang Berada di Bawah Mahkamah Agung. Beleid tersebut memberikan kenaikan nominal tunjangan jabatan hakim sebesar +40 (empat puluh) persen dari yang diterima sebelumnya. (AAR/asp)

MA Ungkap 1.829 Rumah Dinas Hakim Rusak, Ini Langkah yang Akan Diambil

article | Berita | 2025-03-13 13:30:10

Jakarta- Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Sugiyanto mengugkapkan kondisi rumah dinas hakim saat ini. Apa langkah yang akan dilakukan?“Sebagian besar rumah dinas hakim dalam kondisi kurang layak baik dari segi insfrastruktur atau fasilitas pendudukung,” kata Sugiyanto dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Sekretaris MA dan Dirjen Badilum MA Kamis, di Gedung DPR, Jalan Gatot Subroto, Senayan, Jakpus, (13/3/2025).Tercatat kurang lebih 1.829 rumah dinas hakim dalam kondisi rusak berat maupun rusak ringan. Sekretaris MA juga menambahkan rumah dinas hakim saat ini minim pengamanan dan akses kurang strategis ke fasilitas umum. “Rumah dinas yang layak dan berada di dalam komplek yang memenuhi sistem keamanan terpadu, dapat memberikan perlindungan lebih baik bagi hakim dan keluarganya”, usulnya. Atas permasalahan ini, Sekretaris MA merencanakan kesejahteraan hakim ke depan, di samping mengusulkan pengaturan tentang gaji pokok dan pensiun hakim, juga akan melakukan pembangunan flat hunian hakim.Sebelumnya, permasalahan rumah dinas hakim ini, sempat disinggung juga oleh Ketua Komisi III DPR RI, Habiburrokhman dalam pembukaan RDP. “Mohon maaf tempat tinggalnya (rumah dinas hakim) itu kurang pas, malahan ada (singkatan) AKBP, Anak Kos Belakang Pengadilan”, ungkap Habiburokhman.Ketua Komisi III DPR RI juga menyayangkan akibat rumah dinas hakim yang kurang layak, para hakim pada akhirnya mendapat masalah kesehatan. “Bahkan ada (hakim) yang meninggal dunia,” tambah Ketua Komisi III DPR itu.Habiburokhman juga menjelaskan atas kondisi rumdin hakim saat ini, DPR akan mencarikan solusi bersama dan tidak akan membiarkan permasalahan ini terus berlanjut. Di samping mengulas rencana kesejahteraan hakim kedepan, Sekretaris MA juga menegaskan komitmen MA untuk mengupayakan pemenuhan Hak Keuangan dan Fasilitas Hakim. “Saat ini para hakim telah menerima tunjangan jabatan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2024”, ungkap Habiburokhman. Di samping itu, para hakim juga telah menerima bantuan sewa rumah dinas hakim, bantuan transportasi hakim, dan jaminan kesehatan hakim.

Ketua Komisi III DPR : Gaji Hakim Habis, Untuk Tiket Pulang Sebulan 2 Kali

article | Berita | 2025-03-13 12:55:33

Komisi III DPR RI menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Sekretaris MA dan Dirjen Badilum MA Kamis (13/03/2025). Dalam sesi tanya jawab, Ketua Komisi III DPR RI, Habiburokhman sempat mempertanyakan pengaturan promosi dan mutasi hakim. “Soal tour of duty Pak Dirjen, apakah bisa dicari pengaturan yang lebih baik?”, ungkapnya. Ia menerangkan secara de facto, jauhnya penempatan tugas hakim dengan kediaman keluarganya dapat saja menimbulkan masalah. “Tugas di Sulawesi, misalnya di Banggai rumahnya di Surabaya atau Jakarta. Untuk tiket aja dia pulang sebulan 2 (dua) kali, gajinya sudah habis” terangnya.  Ketua Komisi III DPR menerangkan pengalamannya bersidang di Kutai Kertanegara. “Saya pernah sidang di Kutai Kertanegara, hakimnya orang tangerang, jaksanya orang depok, Saya sendiri tinggal di Lenteng Agung”, tambahnya. Ia tak dapat membayangkan, hakim yang bertugas di Kutai Kartanegara lalu pulang setiap bulannya ke Jawa. Disebabkan Ia sendiri yang hanya 1 (satu) kali ke Kutai Kartanegara dari Jakarta, dapat merasakan lelahnya.Soal promosi mutasi hakim dan tenaga teknis ini sempat ditanyakan juga oleh Anggota DPR lain, I Wayan Sudirta.  Ia ingin mengetahui kriteria objektif dan standar operasional prosedur (SOP) promosi mutasi hakim. “Soal promosi dan mutasi hakim dan tenaga teknis ini apa yang menjadi kriteria objektif yang bisa kita lihat?” tanyanya. Wayan mempertanyakan ini dengan maksud agar masyarakat bisa mengetahui siapa saja yang telah memenuhi syarat promosi dan siapapun yang sudah waktunya demosi.Sebelumnya, dalam pemaparannya Dirjen Badilum, Bambang Myanto menerangkan promosi dan mutasi hakim dan tenaga teknis ini telah didasarkan pada kompetensi dan akuntabilitas. “Hal ini guna mewujudkan promosi dan mutasi yang terencana dan objektif, transparan, terstruktur, berkeadilan dan konsisten sehingga akan terimplikasi positif kepada kinerja hakim dan tenaga teknis”, ungkapnya. Ia pun menerangkan pola promosi dan mutasi hakim saat ini berpedoman pada SK KMA Nomor 48/KMA/SK/II/2017. Disamping itu, Dirjen Badilum juga menerangkan saat ini pada Ditjen Badilum telah memiliki banyak inovasi terkait promosi dan mutasi. Diantaranya aplikasi Lentera Plus dan Ruang Tamu Virtual. Sehingga hakim dan tenaga teknis tidak perlu datang ke Jakarta berkaitan dengan promosi dan mutasi. Cukup melalui aplikasi tersebut.

Sekretaris MA Soal Usul 1 Persen APBN untuk MA: Itu yang Sangat Kami Dambakan

article | Berita | 2025-03-13 12:40:18

Jakarta- Anggota Komisi III DPR Hinca Panjaitan mengusulkan 1 persen APBN untuk dialokasikan ke Mahkamah Agung (MA) dan badan peradilan di bawahnya. Lalu apa kata MA?“Itu yang sangat kami inginkan, yang sangat kami dambakan,” kata Sekretaris MA, Sugiyanto.Hal itu disampaikan dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Sekretaris MA dan Dirjen Badilum MA di Gedung DPR, Jalan Gatot Subroto, Senayan, Jakpus, Kamis, (13/3/2025).“MA saat ini mendapatkan Rp 12 triliun, itu sebagian besar belanja pegawai,” ucap Sugiyanto.Bila nantinya 1 persen APBN terwujud, maka MA dan badan peradilan, akan terwujud kemandiran dulu, adil kemudian.“Ini tentunya adalah kemandirian anggaran maksudnya,” ujar Sugiyanto.Sugiyanto membandingkan dengan anggaran yang diberikan negara ke kejaksaan.“Kejaksaan Agung Rp 42 triliun, MA yang satkernya lebih banyak hanya Rp 12 triliun,” tutur Sugyanto.Sugiyanto juga mengucapkan terimakasih atas kedatangan Presiden Prabowo pada Laptah MA bulan lalu. Juga telah mengundang seluruh ketua pengadilan ke Istana Negara.“Beliau menyampaikan hakim-hakim harus sejahtera, agar memutuskan dengan adil agar hakim tidak bisa dibeli. Tidak bisa diintervensi. Kita akui bapak, masih ada satu dua hakim hakim yang perlu ditingkatkan integritasnya,” pungkas Sugiyanto.

Ini Daftar Lengkap Biaya Sewa Rumah/Transportasi Hakim di Seluruh Kab/Kota di Indonesia

article | Berita | 2025-03-13 09:00:20

Jakarta-  Hakim dan Hakim Ad Hoc di seluruh Indonesia mendapatkan bantuan sewa rumah dan transportasi dengan besaran berbeda-beda tiap kabupaten/kota di Indonesia. Berapa besarannya?Hal itu tertuang dalam Keputusan Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nomor 853/SEK/SK/KP5/III/2025. Isinya yaitu tentang bantuan biaya sewa rumah dinas dan transportasi bagi hakim dan hakim adhoc.“Bahwa anggaran yang dialokasikan pemerintan kepada MA belum cukup untuk merealisasikan pemenuhan kebutuhan fasilitas rumah negara dan transportasi bagi hakim dan hakim ad hoc di lingkungan MA dan badn peradilan yang berada di bawahnya, sehingga kepada hakim tersebut diberikan bantuan biaya sewa rumah dinas dan transportasi,” demikian SK Sekma yang dikutip DANDAPALA, Kamis (13/3/2025).SK Sekma itu ditandatangani Sekretris MA Sugiyanto pada 10 Maret 2025. Berikut daftar lengkapnya:https://drive.google.com/file/d/1yA57Zs9rxvLD1IOFhx6QUG-VL4e8a0Vp/view?usp=drive_link

MA Keluarkan SK Biaya Sewa Rumah-Transportasi Hakim, Berapa Besarannya?

article | Berita | 2025-03-12 16:00:47

Jakarta- Sekretaris Mahkamah Agung (MA) menandatangani Keputusan Nomor 853/SEK/SK/KP5/III/2025. Isinya yaitu tentang bantuan biaya sewa rumah dinas dan transportasi bagi hakim dan hakim adhoc.“Bahwa anggaran yang dialokasikan pemerintan kepada MA belum cukup untuk merealisasikan pemenuhan kebutuhan fasilitas rumah negara dan transportasi bagi hakim dan hakim ad hoc di lingkungan MA dan badn peradilan yang berada di bawahnya, sehingga kepada hakim tersebut diberikan bantuan biaya sewa rumah dinas dan transportasi,” demikian SK Sekma yang dikutip DANDAPALA, Rabu (12/3/2025).SK Sekma itu ditandatangani Sekretaris MA Sugiyanto pada 10 Maret 2025. Di antaranya untuk DKI Jakarta, maka sewa rumah sebesar Rp 2.790.000/bulan dan transportasi Rp 58.000/hariAdapun Kota Bandung besaran sewa rumah Rp 1.800.000/bulan dengan transportasi Rp 45 ribu/hari. Sedangkan Kota Semarang besaran sewa rumah Rp 1.620.00 dengan transportasi Rp 59 ribu/hari.Bagaiamana dengan kota terbesar kedua di Indonesia, Surabaya? Hakim-hakim ad hoc mendapat bantuan sewa rumah sebesar Rp 1.620.000/bulan dengan biaya transportasi Rp 56.000/bulan.Adapun di Kota Medan sewa rumah diberi bantuan Rp 1.440.000/bulan dan transportasi Rp 45.000/hari. Sedangkan di Makassar, sewa rumah sebesar Rp 1.620.000 dengan transportasi Rp 70 ribu/hari.Berikut SK tersebut, dapat diunduh di sini: Keputusan Nomor 853/SEK/SK/KP5/III/2025