Cari Berita

19 Tahun Bui dan Durjananya Ayah Pemerkosa Anak Kandung Sejak Kelas 6 SD

article | Sidang | 2025-05-28 16:30:17

Teluk Kuantan- Ruang sidang Pengadilan Negeri (PN) Teluk Kuantan, Riau, menjadi saksi bisu pengungkapan kasus yang mengguncang nurani. Seorang ayah kandung yang menjadi Terdakwa, duduk di kursi pesakitan atas perbuatan keji: memerkosa Anak Korban, putri kandungnya sendiri, sejak korban masih duduk di bangku kelas 6 SD. Sidang lanjutan pada 7 dan 14 Mei 2025 menguak detail mengerikan yang menghancurkan jiwa seorang remaja berusia 15 tahun.Persidangan di gedung PN Teluk Kuantan tersebut berlangsung tertutup untuk umum. Hakim Ketua Nurul Hasanah, bersama Hakim Anggota Timothee Kencono Malye dan Samuel Pebrianto Marpaung memimpin sidang dengan ketelitian penuh. Terdakwa dihadirkan dalam keadaan sehat dengan didampingi penasihat hukumnya. Namun, di balik raut wajahnya yang tampak tenang, tersimpan kisah kelam yang membuat bulu kuduk berdiri.Anak Korban, dengan suara lirih namun penuh keberanian, memberikan keterangannya di muka sidang. Ia menceritakan bagaimana Terdakwa berulang kali memaksanya menonton video porno sebelum melakukan pemerkosaan. Kejadian pertama yang diingatnya terjadi pada 15 Oktober 2024, di kamar rumah mereka. Saat itu, ibunya sedang ke warung, dan adik-adiknya bermain di luar. Terdakwa memanfaatkan momen sepi untuk memaksa Anak Korban, dengan bujukan yang berubah menjadi ancaman dan kekerasan fisik.Ketika korban menolak, Terdakwa tak segan menarik tangannya dengan paksa, mendorongnya ke dinding, bahkan mengancam dengan pisau cutter. Sidang juga mengungkap kejadian serupa pada 21 Oktober dan 27 November 2024, dengan pola yang sama yaitu bujukan, ancaman, dan trauma yang kian membekas.Saksi Ibu tampak terpukul saat memberikan keterangan. Ia mengaku sering melihat tingkah mencurigakan Terdakwa, seperti memeluk Anak Korban secara tak wajar. Namun, ia tak menduga suaminya melakukan perbuatan sekeji itu hingga Anak Korban menceritakannya kepada neneknya pada Desember 2024. Saksi Ibu menyebut Anak Korban kini sering menangis, melamun, dan trauma berat.Salah satu Saksi yang merupakan kakak ipar Terdakwa, memperkuat keterangan Anak Korban. Ia menuturkan bagaimana Anak Korban berani mengaku pada 8 Desember 2024, setelah Terdakwa kembali meminta hubungan badan. “Dia menangis, bilang sudah disetubuhi sejak kelas 6 SD. Kepalanya bahkan pernah dibenturkan ke pohon kelapa sawit sampai berdarah,” ujar Saksi Kerabat. Keterangan ini selaras dengan hasil pemeriksaan Saksi Ahli, seorang psikolog, yang dihadirkan pada 14 Mei 2025. Saksi Ahli menyatakan Anak Korban mengalami trauma mendalam, cemas, dan merasa tak punya tempat berlindung. “Kondisinya lesu, tak bersemangat, dengan luka psikis yang sangat serius,” katanya.Terdakwa sendiri tak banyak membantah. Ia mengakui perbuatannya, yang dimulai sejak Anak Korban berusia sekitar 12 tahun“Saya menyesal,” katanya, meski pengakuannya terdengar datar. Kasus ini bukan sekadar kejahatan seksual, tetapi juga kegagalan keluarga melindungi anak dari predator terdekat. Terdakwa, yang ditangkap polisi pada 9 Desember 2024 di rumahnya akhirnya divonis 19 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsider satu tahun kurungan. Voni situ dibacakan PN Teluk Kuantan, Rabu (28/5) siang ini.Akankah Luka Korban Dapat Sembuh?Kisah Anak Korban adalah cerminan luka mendalam akibat kekerasan dalam rumah tangga. Trauma yang dialaminya mungkin tak akan pernah sembuh sepenuhnya, namun keberaniannya bersuara di muka sidang adalah langkah menuju keadilan.Kasus ini menyoroti urgensi edukasi dan pencegahan kekerasan seksual di lingkungan keluarga. Lembaga perlindungan anak dan psikolog setempat yang mendampingi Anak Korban, berupaya untuk memulihkan jiwanya yang terluka. Namun di balik dinding pengadilan, pertanyaan besar menggantung:  akankah luka batin si Anak Korban dapat sembuh?

PN Rantau Vonis 15 Tahun Penjara Bapak yang Hamili Anak Tirinya 

article | Sidang | 2025-05-27 20:05:26

Rantau - Pengadilan Negeri (PN) Rantau, Kabupaten Tapin, Kalimantan Selatan (Kalsel) telah menjatuhkan pidana penjara selama 15  tahun dan pidana denda sebesar 1 miliar rupiah subsider 6 bulan kurungan kepada Erwinsyah (41).  Diketahui, Terdakwa merupakan Bapak yang tega menyetubuhi anak tirinya berulang kali hingga hamil.  “Menyatakan Terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana dengan ancaman kekerasan memaksa Anak melakukan persetubuhan dengannya yang dilakukan oleh orang tua secara berlanjut,” ungkap Ketua Majelis Kuni Kartika Candra Kirana dengan didampingi Hakim Anggota Fachrun Nurrisya Aini dan Shelly Yulianti di ruang sidang PN Rantau, Senin (26/5/2025).Kronologis kejadian bermula sekitar 2 (dua) tahun yang lalu, pada bulan Juni 2023. Kejadian pertama terjadi di rumah Anak Korban, saat tengah malam ketika Anak Korban sedang pulas tertidur. Malam itu ibu Anak Korban, melihat tangan Terdakwa sedang meraba-raba dada Anak Korban. Sontak, Ibu Anak Korban langsung memarahi dan mengusir Terdakwa dari rumah. Disebabkan Terdakwa menangis dan terus memohon maaf, akhirnya Ibu Anak Korban memaafkan Terdakwa. Ibu Anak Korban berpikir Terdakwa dapat insyaf. Namun bukannya insyaf, Terdakwa justru kembali melakukan kebiasaan bejatnya itu berulang kali kepada Anak Korban. Hingga terakhir, Terdakwa telah menyetubuhi Anak Korban pada bulan Agustus 2024. Setelah perbuatan bejatnya dilakukan kepada Anak Korban, Anak Korban menjadi sering sakit. Hingga akhirnya Anak Korban meminta dipijat oleh tukang urut. Saat diurut, tukang urut Anak Korban mengatakan terasa ada ganjalan di perut Anak Korban sehingga menyarankan agar Anak Korban melakukan USG. Anak Korban kemudian bersama ibunya pergi memeriksakan Anak Korban di Bidan. Sungguh terkejut ternyata hasil pemeriksaan USG menunjukkan Anak Korban sedang hamil dengan usia kandungan 16 (enam belas) minggu.Majelis Hakim di muka persidangan juga telah menyampaikan hak Anak Korban dan keluarganya untuk mengajukan restitusi sebagaimana diatur di dalam Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2022 tentang Tata Cara Penyelesaian Permohonan dan Pemberian Restitusi dan Kompensasi Kepada Korban Tindak Pidana (Perma 1/2022).Dalam pertimbangannya, Majelis mempertimbangkan keadaan memberatkan Terdakwa yakni perbuatan Terdakwa telah mengakibatkan Anak Korban hamil dan harus melahirkan pada usia yang masih muda. Selain itu, keadaan memberatkan bagi Terdakwa yaitu perbuatan Terdakwa telah merusak masa depan Anak Korban dan Terdakwa sudah pernah dihukum sebelumnya. “Sedangkan keadaan yang meringankan bagi Terdakwa Nihil”, tambah ketua Majelis.Atas putusan itu, Terdakwa dan Penuntut Umum menyatakan pikir-pikir. (ZM/WI)

Tok! Pelaku KDRT di NTT Dipidana Percobaan dan Denda Adat 1 Ekor Babi

article | Sidang | 2025-05-27 17:40:25

Bajawa- Pengadilan Negeri (PN) Bajawa, Nusa Tenggara Timur (NTT) menjatuhkan vonis pidana bersyarat yaitu 9 bulan penjara kepada Emanuel Gaji alias Eman. Terdakwa dinyatakan bersalah karena melakukan kekerasan fisik terhadap istrinya sendiri, namun pidana itu tidak harus dijalani dengan masa percobaan 1 tahun berakhir. Selain itu juga syarat khusus yaitu Terdakwa membayar denda Rp 2 juta atau 1 ekor babi untuk ritual adat di rumah adat Korban.  Putusan itu jauh lebih ringan karena Eman didakwa melakukan kekerasan fisik dalam lingkung rumah tangga (KDRT) dan oleh karenanya dituntut penjara selama 4 bulan.Peristiwa bermula pada Sabtu, 18 Mei 2024. Emanuel Gaji marah setelah mengetahui istrinya pergi ke Labuan Bajo bersama seorang teman pria. Tak mampu menahan emosi, Eman mendatangi Hotel Manulalu tempat Bertin bekerja. Ia datang bersama seorang perempuan bernama Ernesta Itu. Setiba di hotel, pertengkaran rumah tangga yang seharusnya diselesaikan secara pribadi justru berubah menjadi tontonan publik. Eman memukul Bertin dengan kedua tangan hingga empat kali mengenai pipi dan bagian mata, serta menendang kakinya sebanyak tiga kali. Akibatnya, korban mengalami luka di wajah, memar di kaki, dan trauma mendalam. Aksi Eman sempat dilihat dan dicegah oleh sejumlah saksi di lokasi, termasuk rekan kerja Bertin dan tamu hotel. Namun, upaya peleraian tak mampu mencegah kekerasan yang sudah berlangsung beberapa saat.“Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara selama 9 (sembilan) bulan. Menetapkan pidana tersebut tidak usah dijalani kecuali Terdakwa melanggar syarat umum yaitu jika dikemudian hari ada putusan hakim yang menentukan lain disebabkan karena Terpidana melakukan suatu tindak pidana sebelum masa percobaan selama 1 (satu) tahun berakhir dan syarat khusus yaitu Terdakwa membayar denda sejumlah Rp 2 juta atau 1 (satu) ekor babi yang ditujukan untuk upacara ritual adat yang akan dilaksanakan di rumah adat dari Saksi Roberta Deru alias Bertin dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan setelah Putusan ini berkekuatan hukum tetap”, demikian bunyi putusan PN Bajawa dikutip oleh DANDAPALA, Selasa (27/5/2025)Putusan yang dipimpin oleh Majelis Hakim oleh Ni Luh Putu Partiwi, Anggota masing-masing Yoseph Soa Seda dan Nyoman Gede Ngurah Bagus Artana, telah menandai berakhirnya perkara KDRT yang sempat viral, karena peristiwanya terjadi di tempat umum dan disaksikan banyak orang, termasuk tamu hotel.Di persidangan Hakim berhasil mengupayakan keadilan restoratif, pelaku dan korban berhasil berdamai yang dimuat dalam surat perjanjian damai antara lain berisikan Terdakwa akan membayar denda sejumlah Rp 2 juta atau 1 (satu) ekor babi untuk upacara ritual adat. Selain itu terbukti di persidangan kondisi korban dan pelaku yang merupakan pasangan suami istri sah dan telah dikaruniai anak dari pernikahannya serta korban masih mencintai pelaku, ucap Ni Luh Putu Partiwi dalam pertimbangannya. Putusan ini menekankan meskipun telah terjadi perdamaian, kekerasan terhadap pasangan sah tetap merupakan tindak pidana yang merusak harkat dan martabat rumah tangga. Negara tidak boleh membiarkan kekerasan dalam bentuk apa pun  Putusan ini diharapkan menjadi pelajaran bagi masyarakat bahwa kekerasan dalam rumah tangga bukan urusan pribadi semata, tetapi masalah hukum dan kemanusiaan. (IKAW/asp)

Aniaya Anak Kandung hingga Mati, Ayah di Maros Dihukum 15 Tahun Bui

article | Sidang | 2025-04-23 09:05:42

Maros - “Saya Terima Yang Mulia,” kata Bambang Irawan Alias Bambang bin Supriyono setelah mendengar putusan hakim. Vonis 15 tahun penjara dijatuhkan Pengadilan Negeri (PN) Maros, Sulawesi Selatan (Sulsel) karena melakukan kekerasan terhadap anak kandungnya sendiri (MR) sehingga meninggal dunia.  Perbuatan tidak masuk akal seorang bapak ini, terjadil pada hari Kamis tanggal 8 Agustus 2024 di Perumahan Lagoosi, Maros sekitar pukul 20.30 Wita. Si anak yang sedang bermain game bersama temannya disuruh oleh Terdakwa untuk membeli makanan sehingga si anak pergi membeli makanan menggunakan motor Terdakwa. Setengah jam kemudian, si anak pulang kerumah dengan keadaan motor yang digunakan tersebut telah rusak pada bagian spion dan kap motor sehingga Terdakwa marah. Si ayah memanggil anaknya ke ruang tamu dan memarahi anaknya sambil memukul wajah anak kandungnya dengan menggunakan kepalan kedua tangannya secara bertubi-tubi.  Penyiksaan dilakukan berulang kali. Si ayah lalu membawa anak kandungnya ke Puskesmas tapi nyawanya tak lagi dapat diselamatkan.Dalam putusannya, Majelis Hakim menyatakan Terdakwa, terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “Menyatakan terdakwa melakukan kekerasan terhadap anak yang mengakibatkan mati yang dilakukan oleh orang tua” kata ketua maelis hakim Sofian Parerungan dengan anggota Farida Pakaya dan Bonita Pratiwi Putri dan dibantu oleh Ardiansyah selaku panitera pengganti dalam sidang terbuka untuk umum pada Selasa (22/4/2025) kemarin.Putusan itu diterima terdakwa dan Penuntut Umum.  

Arsip Pengadilan 1953: Sengketa Rumah Tangga Berujung ke PN Yogyakarta

article | History Law | 2025-04-18 15:50:36

Yogyakarta- Seorang ibu dari delapan anak, Ny Siti Robiah menggugat dua pihak ke Pengadilan Negeri (PN) Yogyakarta pada taun 1953. Sebab, ia merasa haknya atas sebuah rumah dirampas tanpa persetujuannya. Bagaimana ceritanya?Berdasarkan arsip PN Yogyakarta yang didapat DANDAPALA, Jumat (18/4/2025), perkara ini terdaftar dengan nomor perkara 484/1953. Perkara ini berlatarbelakang konflik keluarga serta persoalan hukum keperdataan kala itu.Diceritakan Ny Siti Robiah menggugat Nj Jus Daud sebagai Tergugat I dan M Dawami Sjudja sebagai Tergugat II. Dalam gugatannya tertanggal 14 September 1953, Ny Siti Robiah menyatakan bahwa ia telah menempati rumah di Suronatan Ng IV/43 bersama anak-anaknya selama lebih dari satu dekade. “Namun, pada tahun 1951, saat ia sedang mengurus anaknya yang bersekolah di Bandung dan melakukan kegiatan perdagangan, ia mendapati bahwa rumah tersebut telah disewakan oleh suaminya sendiri yaitu Penggugat II yaitu M Dawami Sjudja, kepada seseorang bernama Djojoprawoto,” demikian bunyi keterangan dalam putusan itu, Setelah dijelaskan duduk perkaranya kepada Djojoprawoto, akhirnya Djojoprawoto bersedia untuk meninggalkan rumah tersebut. Namun setelah Ny Siti Robiah dan anak- anak ingin segera menempati, para terguggat menolak mereka untuk menempati rumah tersebut. Setelah peristiwa tersebut, Ny Siti Robiah sempat meminta bantuan Kepolisian.“Namun atas anjuran kepolisian, Ny Siti Robiah serta anak-anak meninggalkan rumah tersebut,” kisahnya.Akhirnya Ny Siti Robiah mengajukan gugatan yang pada intinya meminta pengadilan menyatakan perjanjian sewa-menyewa tidak sah. Dan memerintahkan para Tergugat mengosongkan rumah tersebut.Dalam petitum gugatannya Ny Siti Robiah memohon kepada PN Yogykarta untuk:1.Memecahkan dan diterangkan pecah perjanjian sewa menyewa di antara Tergugat I dan Tergugat II2.Menghukum Tergugat I dan juga semua yang turut menempatinya dengan izin Tergugat mengosongkan rumah tersebut dalam waktu yang telah ditentukan pengadilan pengosongan jika perlu supaya dijalankan dengan bantuan polisi; 3.Menghukum Tergugat II supaya mentaati keputusan dalam perkara ini;4.Menghukum Tergugat- Tergugat membayar biaya dalam perkara iniDalam persidangan, Tergugat I (Ny Djas A. Daud) mengaku tinggal di rumah tersebut karena telah menyewa rumah dari Tergugat II (M. Dawani Sjudja) berdasarkan perjanjian tertanggal 1 September 1953. Di sisi lain, Dawani Sjudja selaku Tergugat II dalam jawabannya mengklaim bahwa rumah tersebut membeli sendiri dengan istri yang kedua yaitu St Sundari.  “Di pengadilan juga Penggugat menyatakan bahwa rumah tersebut juga dalam proses pembagian gono gini,” bebernya.Setelah melalui proses persidangan dan pembuktian, majelis hakim mempertimbangkan bahwa status kepemilikan rumah masih menjadi sengketa antara Penggugat dan Tergugat II.“Sehingga dalam hakekatnya gugatan Penggugat tersebut tidak dapat diterima sebelum ada putusan pengadilan tentang pembagian harta gono gini yang termasuk pula rumah ini yang menjadi sengketa,” urai majelis.Pengadilan menyatakan gugatan Penggugat belum cukup dasar-dasarnya. Maka oleh karena tidak mungkin dapat diterima dan seharusnya ditolak. Pengadilan memutuskan bahwa biaya perkara dibebankan kepada Penggugat sebagai pihak yang kalah.“Menolak gugatan Penggugat,” demikian bunyi amar PN Yogyakarta yang diketok oleh hakim tunggal Raden Hadi Purnomo. Sidang tersebut dibantu oleh Panitera Pengganti MP Wirjodisastro.Majelis juga menghukum Penggugat membayar segala biaya dalam perkara ini sejumlah Rp 38 (tiga puluh delapan rupiah). Putusan tersebut diucapkan pada tanggal 12 Desember 1954.