Toba- Pengadilan Negeri (PN) Balige, Sumatera Utara (Sumut) menjatuhkan vonis pidana penjara selama 8 bulan kepada Terdakwa inisial GV. Ia dihukum dalam perkara kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) terhadap istrinya, inisial KN, pada hari Selasa (11/11).
“Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara selama 8 bulan,” ucap Josua Navirio Pardede, sebagai Ketua Majelis, dan didampingi oleh Hana Serbina Br Sembiring, dan Sarah Yananda, masing-masing sebagai Hakim Anggota di ruang sidang Chandra PN Balige.
Dalam pertimbangannya, Majelis Hakim menegaskan bahwa meskipun terdapat alasan meringankan, tindakan kekerasan yang dilakukan terdakwa terhadap istri sahnya tetap merupakan pelanggaran serius. Hakim menilai perbuatan GV tidak hanya mencederai hak-hak korban sebagai seorang istri, tetapi juga melanggar prinsip-prinsip fundamental dalam masyarakat Batak, terutama terkait peran dan tanggung jawab seorang suami.
Baca Juga: Damaikan Pihak, PN Palembang Terapkan Keadilan Restoratif Pada Perkara KDRT
Berdasarkan fakta persidangan tersebut, Terdakwa sebagai seorang suami terbukti melakukan cengkraman dan pukulan yang menimbulkan penderitaan bagi korban selaku istrinya, namun tindakan tersebut tidak dapat dilepaskan dari provokasi yang dilakukan oleh korban terlebih dahulu. Dalam peristiwa tersebut, kedua belah pihak saling dorong mendorong maupun tarik menarik yang menimbulkan keributan dan percekcokan di cafe sebagai ruang publik.
Lebih lanjut, Majelis Hakim menjelaskan bahwa dalam budaya Batak, seorang suami tidak hanya bertanggung jawab pada urusan-urusan eksternal rumah tangga, tetapi juga dituntut untuk bersikap bijaksana, penuh kasih sayang, serta menghormati istrinya sebagai ibu dari anak-anak yang meneruskan marga dan keturunan suami.
Tindakan kekerasan yang dilakukan GV dinilai bertentangan dengan nilai luhur 'dalihan na tolu', yang merupakan sistem etika dan moral yang dijunjung tinggi oleh masyarakat Batak Toba.
Adapun maksud dari Dalihan na tolu merujuk pada praktik tradisional masyarakat Batak dalam memasak yang menggunakan 3 batu seukuran untuk meletakan belanga atau ketel. Penggunaan 3 batu ini melambangkan keseimbangan, yang menggambarkan 3 anggota kelompok kekerabatan dalam satu keluarga dekat, yakni Hula-hula (kelompok marga yang memberikan istri kepada pihak laki-laki dari marga lain), Boru (kelompok marga yang mewakili laki-laki yang menerima istri dari kelompok marga lain) dan Dongan Sabutuha/Dongan Tubu (kelompok marga).
Lebih lanjut, struktur dalihan na tolu memainkan peran penting dalam tradisi adat batak, tidak hanya terlihat pada upacara dan seremonial adat, namun juga diamalkan dalam relasi dan komunikasi sehari-hari.
Baca Juga: Perempuan Bergerak Cegah KDRT: Hakim PN Tondano Edukasi Bhayangkari Minahasa
"Oleh karena itu, pelanggaran terhadap nilai budaya yang hidup dalam masyarakat menjadi salah satu pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan ini," demikian bunyi pertimbangan Majelis Hakim.
Atas putusan tersebut, para pihak masih memiliki hak untuk mengajukan upaya hukum sebagaimana batas waktu yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan. (zm/wi/bagus mizan)
Untuk Mendapatkan Berita Terbaru Dandapala Follow Channel WhatsApp : Info Badilum MA RI